https://www.youtube.com/@agussalimnasutionmandailing2/videos

Foto saya
UNTUK KE-GUBERNUR-AN SUMATERA UTARA DARI PENDIRI UM (UNIVERSITAS MANDAILING) FOR THE PROVINCIAL GOVERNOR OF SUMATERA UTARA FROM THE FOUNDER OF MU (MANDAILING UNIVERSITY)

Senin, 10 Oktober 2016

METODE PENINGKATAN KEMAMPUAN DAN PENALARAN SISWA SMA DALAM GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI

MENUJU BERDIRINYA UM (UNIVERSITAS MANDAILING)
KISI-KISI KONTEN JURNAL ILMIAH UM (UNIVERSITAS MANDAILING)
JBAR MGB SM (JURNAL BULANAN ANALISIS RISET MIKRON GEN BIOLOGIS SEPANJANG MASA)


Analisa VII
JBAR (Jurnal Bulanan Analisis Riset) Nomor : 0026/February/2012
Analysis VIIth
of The  Monthly Journal Research Analysis Number : 0026/February/2012



METODE PENINGKATAN KEMAMPUAN DAN PENALARAN SISWA SMA
DALAM GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN METAKOGNITIF BERBANTUAN AUTOGRAPH
THE METHOD TO INCREASE THE CAPABILITY AND THE REASONING
OF SENIOR HIGH SCOOL STUDENT IN TRIGONOMETRI FUNCTION GRAPHIC
WITH USING THE METACOGNITIVE APPROACH USING AUTOGRAPH
by : Agussalim, ST bin Abdur Rahim Nasution



A.     Judul. (The Tittle).

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa SMA  dalam Grafik Fungsi Trigonometri dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph.

To increase The Capability and The Reasoning of Senior High School Student in Trigonometry with Using The Metacognitive Approach Using Autograph.

B.     Latar Belakang. (The Background).


Kemajuan  suatu  negara  dan  kesejahteraan  rakyatnya  tidak  dapat  terlepas  dari  perkembangan  dan  kualitas  pendidikannya.  Perkembangan pendidikan  yang  meningkat  dapat  dilihat  dari  besarnya  kesempatan  dan terdapatnya  kemudahan  bagi  setiap  warga  negara  untuk  menikmati pendidikan,  tidak  hanya  pendidikan  dasar  tetapi  juga  pendidikan  tinggi. Sedangkan  kualitas  pendidikan  yang  baik  dapat  dilihat  dari  tersedianya fasilitas pendukung di setiap jenjang pendidikan, kompetensi guru yang cukup tinggi,  lingkungan  belajar  yang  kondusif, output  yang  berkualitas  yang  dapat bersaing  di  negara  sendiri  maupun  di  kancah  internasional,  dan  pemanfaatan teknologi  secara  optimal.  Dengan  tingkat  pendidikan  yang  semakin  tinggi, maka  akses  terhadap  informasi  serta  ilmu  pengetahuan  akan  semakin  besar, yang akan mendorong peningkatan kesejahteraan penduduk ke arah yang lebih tinggi juga.

The progressive of country and the prosperous of its people cant be made free from the development and its education quality. The education development in increase can be saw from the big opportunity and the availaibility in easy for each citizen to taste the education, not only the principle education  but also the high education. Otherhand the education quality in better can be saw from the availaibility of support facility in each education graduate, the teacher competency with enough high, the study environmental in condussive, the output of quality can be competitive in its country by itself or in international level, and using the technology in optimal. With the increase of education be higher, so the acces to information and knowledge be bigger, it will support the increase of people prosperous to the direction in higher too.

Namun  demikian,  untuk  mencapai  kualitas  pendidikan  seperti  yang diharapkan  dalam  suatu  negara  tidaklah  mudah.  Berbagai  cara  dilakukan untuk  mencapai  kualitas  pendidikan  yang  ideal,  seperti  pengembangan kurikulum,  pemanfaatan  alat-alat  peraga  dan  media  elektronik,  penyediaan fasilitas  komputer  dan  akses  internet  sebagai  salah  satu  sumber  belajar, pelatihan, dan  pendidikan  untuk  peningkatan  profesionalisme  guru, penggunaan model-model pembelajaran, dan lain sebagainya.

But thus, to cacth the education quality as hoped by the country is not easy. Any methods are doing to catch the ideal education quality, as the curriculum development, using the show off equipments and electronic media, to prepare the computer facility and internet acces as one of sources of studying, training, and education to increase the teacher professionalism, the using of learning models, and other.

Dalam  kehidupan  sehari-hari, konsep  dan  prinsip matematika  banyak  digunakan dan  diperlukan, baik sebagai  alat  bantu dalam  penerapan-penerapan bidang  ilmu lain maupun dalam  perkembangan matematika  itu sendiri. Dengan kata  lain matematika  mempunyai  peranan yang  penting  untuk ilmu lain  terutama sains  dan teknologi. Hal  ini  dipertegas  oleh Hudoyo (1990)  bahwa  matematika bukanlah ilmu yang  hanya  untuk keperluan dirinya  sendiri, tetapi  ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu yang lain.

In daily life, the concept and the principle of mathematic any used and needed, as the support equipment in the implementations in other knowledge field or the mathematic development by itself. With other word the mathematic has the main function for other knowledge in mainly for science and technology. This reality is metioned in real by Hudoyo (1990) that mathematic is not the knowledge to demand for itself only, but also has the adventage to any parts of other knowledges.

Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah  mempersiapkan  siswa  agar sanggup menghadapi  perubahan keadaan di  dalam  kehidupan sehari-hari  dan di  dunia  yang  selalu berkembang, dengan melatih cara  berpikir  dan bernalar  dalam  menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas  kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah  mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas, 2003).   Tujuan tersebut  mengarahkan siswa untuk  bertindak  atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif.

The mathematic learning achievement in basement education level and high education level is to prepare the students have the capability to face the world always developing, and to train the thinking method and reasoning in make the conclusion, to develop the creative activity, tho develop the capabilty to solve the problem to develop the capability to informate or communication the idea (Depdiknas, 2003). That achievement directs the students to act above the thinking basement in logic, rational, critic, accuracy, honestly, efficient, and effective.

Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika  di  atas, secara  rinci  para ahli  di  bidang  pendidikan matematika  merumuskan 5 (lima)  kemampuan matematis yang  harus  dikuasai  oleh siswa  dari  tingkat  dasar  sampai  menengah. Kelima kemampuan matematis  yang terdapat  pada  dokumen kurikulum  2006 tersebut  adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan  masalah, dan memiliki  sikap menghargai  kegunaan matematika  dalam  kehidupan. (Depdiknas, 2007).

During with the mathematic learning achievement above, in detail the experts in field of mathematic education make the 5 (five) formulas of mathematic capabilities must be held by student from the basement graduate until the middle graduate. 5 (five) of mathematic capabilities there are in curriculum document 2006 are to understand the concept, reasoning, communication, solve the problem, and has the conduct to award the mathematic function in the life. (Depdiknas, 2007).

Menurut Sumarmo (2007) kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya  matematis  atau keterampilan bermatematika. Keterampilan matematika  berkaitan dengan karakterisitik matematika  yang  dapat  digolongkan  dalam  berpikir  tingkat  rendah  dan berpikir  tingkat  tinggi. Berpikir  tingkat  rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi  hitung sederhana, menerapkan  rumus matematika  secara  langsung, mengikuti  prosedur  (algoritma)  yang baku, sedangkan yang  termasuk pada  berpikir  tingkat  tinggi  adalah  kemampuan memahami  ide  matematika  secara  mendalam, mengamati  data  dan menggali  ide  yang  tersirat, menyusun konjektur, analog dan generalisasi, bernalar secara logis, menyelesaikan  masalah,  berkomunikasi  dan  mengaitkan  ide  matematis  dengan kegiatan intelektual lainnya.

Accorded on Sumarmo (2007) the capabilities were mentioned above with the mathematic or the skillful to use the mathematic. The mathematic skillful has the contact with the mathematic characteristic can be grouped in low graduate thinking and high graduate thinking. The low graduate thinking include the activity to do the simmple account operation, to implementate the mathematic formula in directing, follow the procedure (algoritma) in form, otherhand be include the high graduate thinking is the capability to understand the mathematic idea in deeply, observate the data and esploring the idea in explicite, to compose conjectur, analaog, and generalization, to reason in logic, to solve the problem, to communicate and tho contact the mathematic idea with other intellectual activity.

Pengertian  tentang  karakteristik matematika  di  atas  mengarahkan tujuan matematika  pada  2 (dua)  arah pengembangan. Pertama  mengarahkan pembelajaran matematika  untuk pemahaman konsep dan ide  matematika  yang  kemudian diperlukan untuk memecahkan masalah matematika  dan ilmu pengetahuan  lainnya. Yang  kedua  adalah  matematika  dapat  memberikan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis,  dan cermat. Dapat  menumbuhkan rasa  percaya  diri  serta mengembangkan sikap  obyektif  dan terbuka  yang  sangat  diperlukan  dalam pengembangan kemampuan siswa dalam bermatematika.

The meaning of mathematic characteristic above directs to the mathematic achievement in 2 (two) development directions. First to direct the mathematic learning to understand the concept and the mathematic idea then needed to solve the mathematic problem and other knowledges. The second is the mathemathic has the capability to give the reasoning in logic, systematic, critic, and accuracy. It can grow believe in its self and to develop the objective conduct and openship conduct are most needed in developing the capability of student in mathematic activity.

Kemampuan pemahaman dalam  pembelajaran  matematika  merupakan  suatu yang  penting, karena  melalui  pemahaman siswa  dapat  mengorganisasi  dan mengkonsolidasi  berpikir  matematisnya, yang  akhirnya  dapat  membawa  siswa  pada  pemahaman yang mendalam  tentang  konsep matematika  yang  telah dipelajari. Turmudi  (2009)    menyatakan    siswa  harus  belajar  matematika  dengan pemahaman, membangun pengetahuan baru secara  aktif  dari  pengalaman  dan  pengetahuan yang  dimiliki  siswa  sebelumnya. Belajar  Matematika  dengan  pemahaman akan  menjadikan siswa  mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika.

The understanding capability in the mathematic learning as main, because through the student understanding can to organize and to consolidate his mathematic thinking, at finally can bring the student to the understanding  in deeply about the mathematic concept was learned. Turmudi (2009) said the student must study the mathematic in the understanding method, build new knowledge in active from the experience and the knowledge are owned by student at before. Studying the mathematic with the understanding will make the student has the capability to implementate the procedure, the concepts, and the mathematic process.

Selain pemahaman, penalaran juga  perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru, karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna  bagi  siswa.  Kegiatan bernalar  dalam  pembelajaran matematika  membantu siswa  meningkatkan kemampuan dalam  matematika, yaitu dari  yang hanya  sekedar  mengingat  fakta, aturan, dan  prosedur  kepada  kemampuan pemahaman   (Sumarmo, 1987). Untuk dapat  mengantar  siswa  pada  kegiatan bernalar hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan  yang  dihadapi  dengan  mencoba  menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana.

Beside the understanding, so the reasoning need accept the especially attention too from the teacher, because through the reasoning in the mathematic learning activity will be caught the meaning knowledge for the student. The reasoning processing activity in the mathematic learning activity helps the student to increase the capability in the mathematic, its from remember the facts, regulation, and procedure only to the understanding capability (Sumarmo, 1987). To can introduce the student to the reasoning processing activity so the student be usually to always responding to the problem is met with try to answer the questions about what, why, and how.

Dengan kegiatan bernalar diharapkan siswa  tidak hanya  mengacu pada  pencapaian kemampuan ingatan belaka, tetapi    lebih mengacu pada  pemahaman, pengertian, kemampuan  aplikasi, dan kemampuan analisis. Priatna  (2003) menyatakan bahwa melalui kegiatan bernalar matematika diharapkan siswa dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa  merasa  yakin bahwa  matematika  dapat  dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi.   Oleh karena  itu penalaran dalam  pembelajaran perlu dikembangkan.

With the reasoning processing activity is hoped the student not only indicating to catch the remembering capability only, but also more indicating to understanding, meaning, capability of application, and the analysis capability. Priatna (2003) said that through the mathematic reasoning processing activity is hoped the student can see that the mathematic as the logic research. With thus the student feels the belive in that the mathematic can be understood, thought, factualed, and evaluated. Because of that the reasoning processing in the learning processing need be developed.

Untuk mendukung proses  belajar  yang  meningkatkan  kemampuan pemahaman dan penalaran matematis  siswa  diperlukan suatu pengembangan materi  pelajaran  matematika  yang  difokuskan    pada  kesadaran       tentang pengetahuan dan proses  berpikir  siswa. Kemampuan yang  diharapkan dikuasai  seorang  pendidik khususnya  di  bidang  matematika  adalah bagaimana membelajarkan  siswa  dengan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan  untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.

To support the study processing to increase the capabilities of understanding and the mathematic reasoning the student need be the material development of mathematic learning is focused to the understanding about the knowledge and the student thinking process. The capability is hoped be held by the teacher in especially in field of mathematic is how to learn the student with active, creative, effective, and pleasant to catch the learning achievement in maximal.

Seorang guru bukan sekedar menguasai materi matematikanya saja, akan  tetapi  guru yang  cermat  selalu mencari  ide  dan teknik baru untuk diterapkan di dalam  kelas. Salah satunya  diperlukan pengalaman aktif  melalui  manipulasi benda-benda kongkrit atau semi kongkrit berupa gambar atau diagram, begitu pula penguasaan dalam  penggunaan, metode, pendekatan, strategi pembelajaran,    mengusahakan   dan     menggunakan           alat  peraga  sesuai  pembelajaran, dan memperhatikan tingkat  berpikir  siswa, serta  model-model  pembelajaran yang sesuai  dan tepat.   Berdasarkan analisis  tes  National  Assessment  of  Educational  Progress  (NAEP)  tahun  1996, data  dari  2 (dua)  sampel  negara  yang melibatkan 15.000 siswa  tingkat  8 (delapan), disebutkan bahwa  siswa  yang  gurunya  aktif  memberikan pengajaran melalui  proses  kerja  dalam  aktivitas  pembelajaran  menghasilkan prestasi  belajar  matematika  lebih dari  70%  dan 40%  untuk sains. (Wenglinsky, dalam Crawford 2001).

The teacher not only hold his mathematic material only, but also the teacher in accuracy always search the idea and new technic to implemented in the class room. One of those is needed the active experience through the concrete things manipulation and half concrete things manipulation as picture or diagram, so to hold in using, method, approach, the learning strategy, to effort and to use the show off equipment accorded on the learning in matching and accuracy. Based on test analysis of NAEP (National Assessment of Educational Progress) at year 1996, data from 2 (two) countries samples followed 15.000 students at 8th (eighth) graduate, it was mentioned that the students with their teacher in active give the learning through the working process in the learning activity be result the mathematic studying prestation in more than 70 % and 40 % for science. (Wenglinsky, in Crawford 2001).

Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara  optimal  dalam  menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian kreativitas siswa  tidak termotivasi, dan akhirnya  akan  muncul  perasaan bosan  belajar matematika  pada  diri  siswa. Pengetahuan yang  diperoleh siswa  hanya  bertahan  sesaat karena pengetahuan tersebut sifatnya hanya hafalan dan tidak dikonstruksi sendiri  oleh siswa. Pernyataan di atas  sesuai  dengan  Stipek (Halat, 2008)  guru lebih berpengaruh pada  motivasi  siswa  dalam  belajar  matematika  daripada  yang lakukan orangtua, karena berdasarkan fakta bahwa siswa menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah. Keberhasilan pembelajaran matematika  pada  siswa    tidak dapat  diukur dengan sejauh  mana  ingatan siswa  atau prosedur  pengerjaan  siswa  dalam menyelesaikan  soal-soal  matematika.

The mathematic learning processing with less following the students in active will cause the students cant using their mathematic capabilities in optimal in solving the mathematic problem. With thus the students crativity is not motivated, at finally will appear the boring sense for mathemathic studying in students self. The knowledge is caught by student defence in a moment only because that knowledge with learning by heart (remembering) adjective only and without constructed by the student. The statement above accorded on Stipek (Halat, 2008) the teacher more influenced to motivate the student in studying the mathematic than doing by the parents, because based on the fact the students accomplishs any parts of their time in the school. The successful of mathematic learning processing in the students cant be measured with how far the remembering of student or the working procedure of student in solve the matemathic questions.

Seiring  dengan  perkembangan  psikologi  kognitif,  cara  guru  dalam mengevaluasi  pencapaian  hasil  belajar  juga  berkembang,  terutama  untuk  domain kognitif.  Saat  ini,  dalam  mengevaluasi  pencapaian  hasil  belajar  guru  hanya memberikan  penekanan  pada  tujuan  kognitif  (berupa  capaian  hasil  akhir  ujian semester  atau  ujian  nasional)  tanpa  memperhatikan  dimensi  proses  kognitif, khususnya  pengetahuan  metakognitif  dan  keterampilan  metakognitif.  Akibatnya upaya-upaya  untuk  memperkenalkan  metakognisi  dalam  menyelesaikan  masalah matematika  kepada  siswa  sangat  kurang  atau  bahkan  cenderung  diabaikan (Mulbar, 2006).

During with cognitive psychology development, the teacher method in evaluating the studyng result catching be developing too, in mainly to the cognitive domain. Today, in evaluating the studying result catching the teacher give the pressure to cognitive goal (as half year examination final result cathing or national examination) without look at the cognitive process dimention and metacognitive skillful. As the consequence the efforts to introduce the metacognition in solving the mathematic problem to the student least or morever tendency without care (Mulbar, 2006).

Menyadari  pentingnya  suatu  strategi  dan  pendekatan  pembelajaran  untuk dapat  mengembangkan  kemampuan  penalaran  dan  pemecahkan  masalah matematis siswa, maka mutlak diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih  banyak  melibatkan  siswa  secara  aktif  dalam  proses  pembelajaran.  Hal  ini dapat  terwujud  melalui  suatu  bentuk  pembelajaran  alternatif  yang  dirancang sedemikian  rupa  sehingga  mencerminkan  keterlibatan  siswa  secara  aktif  dalam merespon kesadaran metakognisinya.

To understand the mainly of strategy and the studying processing approach to can develop the reasoning processing capability and solving the mathematic problem of student, so be absolute needed there is the mathematic learning processing anymore following the student in active in the learning process. This reality cab be realitated through the alternative learning shape is planned as thus so reflecting the student’s procactive in responding his methacognition understanding.

Metakognisi  oleh  O’Neil  dan  Brown  (1997)  diartikan  sebagai  proses  di mana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan  masalah.  Anderson  dan  Krathwohl  (2001)  menyatakan  bahwa pengetahuan  metakognisi  adalah  pengetahuan  tentang  kognisi.  Sementara  itu,  Lavell dan Brown dalam Veenman (2006) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan  (knowledge)  dan  regulasi  (regulation)  pada  suatu  aktifitas  kognitif seseorang  dalam  proses  belajarnya.  Oleh  karenanya,  dapat  dikatakan  bahwa metakognisi  mengacu  pada  pemahaman  seseorang  tentang  pengetahuannya. Pemahaman  yang  mendalam  tentang  pengetahuannya  akan  tercermin      pada pemanfaatannya secara efektif dalam memecahkan suatu permasalahan.

The metacognition by O’neil and Brown (1997) is meant as the process when someone thinking about the thinking method in the program to build the strategy to solve the problem. Anderson and Krathwohl (2001) said that the metacognition knowledge is the knowledge about cognition. Otherhand, Lavell and Brown in Veenman (2006) said that the metacognition is the knowledge and the regulation in the someone cognitive activity in his learning process. Because of that, it can be mentioned that the metacognition has the reference to someone’ understanding about his knowledge. The deeply understanding about his knowledge will be reflected in its using in effective in solving the problem.

Mulbar (2006) menyatakan secara umum, strategi-strategi belajar meliputi strategi-strategi kognitif     dan     strategi-strategi        metakognitif. Mereka  mengidentifikasi  dan  mengkategorikan  strategi-strategi  kognitif  berdasarkan fungsi-fungsi  khusus  yang  dimilikinya  selama  pemrosesan  informasi.  Strategi kognitif merupakan keterampilan intelektual khusus yang sangat penting di dalam belajar  dan  berpikir.  Dalam  teori  belajar  modern,  strategi  kognitif  merupakan  proses  kontrol,  yaitu  suatu  proses  internal  yang  digunakan  siswa  untuk  memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian belajar, mengingat, dan berpikir.

Mulbar (2006) said in generally, the studying strategies include the cognitive strategies and the metacognitive strategies. They identify and categorize the cognitive strategies based on the especially functions are owned by them during the information processing. The cognitive strategy as the especially intellectual skill in most main in the studying and the thinking processing. In the modern learning modern, the cognitive strategy as the contral process, its the internal process is used by student to choice and to change the methods to give the studyig attention, remembering, and thinking.

Di  bawah  pengaruh  teori  pembelajaran  kognitif,  pemecahan  masalah  (problem  solving)  dan  penalaran  (reasoning)  berkembang  menjadi  sebuah  sarana untuk  merepresentasikan  keragaman  aktivitas  mental  (complex  mental  activity) yang  merupakan  keragaman  kemampuan  kognitif  dan  actions.  (Kirkley,  2003; Garofalo  dan  Lester,  1985).  Dengan  keterampilan  metakognitif  ini,  siswa diharapkan  mampu  untuk  memecahkan  masalah-masalah  sosial  sesuai  dengan taraf perkembangan anak (Sanjaya, 2008).

Under the influence of cognitive learning theory, the problem solving and reasoning be developing be an equipment to presentate the complex mental activity as the cognitive capability complex and actions. (Kirkley, 2003; Garofalo and Lester, 1985). With this metacognitive skill, the student is hoped has the capability to solve the social problems accorded on child development level (Sanjaya, 2008).

Suzana  (2003)  menjelaskan  bahwa  pembelajaran  matematika  dengan pendekatan  metakognitif  adalah  pembelajaran  matematika  yang  menitikberatkan pada  aktivitas  belajar,  membantu  dan  membimbing  peserta  didik  jika  menemui kesulitan  dan  membantu  mengembangkan  kesadaran  metakognisinya.  Suparno (2001)  mengungkapkan  bahwa  pembelajaran  matematika  dengan  menggunakan pendekatan  metakognitif    merupakan  pembelajaran  berpaham  konstruktivisme, yang  menjadikan  konflik  kognitif  sebagai  titik  awal  proses  belajar  yang  diatasi dengan regulasi pribadi (self regulation) tiap siswa untuk kemudian siswa tersebut membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.  Hal  ini  dapat  diartikan  bahwa  penggunaan  Pendekatan  Metakognitif dalam  pembelajaran,  berpeluang  untuk  menstimulasi  peningkatan  kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa.

Suzana (2003) explained that the mathematic learning with the metacognitive approach is the mathemathic learning processing is pressured to the studying activity, t o help and to lead the members of students if discovery the difficult and to help to develop his metacognition understanding. Suparno (2001) appeared that the mathematic learning processing with using the metacognitive approach as the learning processing with constructivism idea, it makes the cognitive conflict as the beginning step of learning process is solved with the self regulation for each student to the that student build his knowledge by hisself through the experience and his interaction with the environmental. This reality can be made the meaning that the using of Metacognitive Approach in The Learning processing, it has the opportunity to stimulate the increasing of reasoning capability and solving the mathematic problem of student.

Selain  faktor  pembelajaran,  ada  faktor  lain  yang  juga  dapat  diduga berkontribusi  terhadap  kemampuan  matematis  siswa  dan  terhadap  sikap  siswa dalam  belajar  matematika,  yaitu  kelompok  kemampuan  awal    matematika  siswa, yang  dapat  digolongkan  ke  dalam  kelompok  atas,  tengah,  dan  bawah.  Menurut Galton  (dalam  Ruseffendi,  1991),  setiap  siswa  mempunyai  kemampuan  yang berbeda dalam memahami matematika, dari sekelompok siswa  yang tidak dipilih secara  khusus,  akan  selalu  kita  jumpai  siswa  yang  kemampuannya  berada  pada kelompok  atas,  tengah,  dan  bawah,  karena  kemampuan  siswa  (termasuk kemampuan  dalam  matematika)  menyebar  secara  distribusi  normal.  Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa tidak semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi  juga  bisa  karena  pengaruh  lingkungan  (Ruseffendi,  1991).  Dengan demikian,  pemilihan  pendekatan  pembelajaran  harus  diarahkan  agar  dapat mengakomodasi kemampuan siswa di tiap kelompok yang pada umumnya adalah heterogen.  Ada  kemungkinan  siswa  yang  berada  pada  kelompok  tengah  atau rendah, apabila diberikan pendekatan pembelajaran yang ‘cocok’ dengan mereka, pemahaman mereka akan menjadi lebih baik.
Beside the learning factor, there are other factors can be predicted have the contribution to the student mathematic capability and to the student conduct in the mathematic learning, its the group has the beginning capability of student mathematic, it can be grouped in top class, middle class, and down class. Accorded on Galto (in Russefendi, 1991), every student has the capability in difference to understand the mathematic, from the student group is not choiced in especially, it will always meet the student has the capability there are in top class, middle class, and down class, because the capability of student (include the capability in mathematic) spread in normal distribution. The difference of capability is owned by the student not only as the talent, but so can be the environmental influence (Russefendi, 1991). With thus, the choice of learning approach must be directed so it can to accomodate the student capability in each group in generally is heterogent. Maybe there is the student there is in middle group or low group, if its gave the ‘accord’ learning approach with them their understanding be better. 

Banyak  penelitian  yang  memperlihatkan  bahwa  siswa  yang  berada  pada kelompok atas akan memperoleh prestasi yang tinggi, tidak peduli metode belajar apapun  yang  diterapkan  (Krutetski,  1976).  Tetapi,  siswa  yang  berkemampuan tengah  atau  rendah  akan  mendapatkan  manfaat  dari  penerapan  strategi-strategi pembelajaran  tersebut,  seperti  :  (1)  respon  dan  partisipasi  aktif  dan  (2)  umpan balik yang bersifat korektif terhadap miskonsepsi (Arnawa, 2006). Keberhasilan  pembelajaran  matematika  di dalam kelas diawali dengan sikap siswa terhadap matematika, sejauh mana siswa menyadari  bahwa  matematika  merupakan ilmu yang bermakna  dan dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Untuk menumbuhkan ketertarikan siswa  terhadap matematika, maka  pembelajaran di dalam kelas harus banyak melibatkan siswa.
Any researches are saw that the student there is in top group will catch the high prestation, not care to what is the learning method is implemented (Krutetski, 1976). But, the student has the middle capability or low capability will accept the adventage from the learning strategics were mentioned, as : (1) the respond and the active participation and (2) the feed back in corrective adjective to misconception (Arnawa, 2006). The successful of mathematic learning in class romm is began with the student conduct to the mathematic, how far the student understand that mathematic as the useful knowledge and it can be used in solving the problem are met by them. To grow the interest of student to the mathematic, so the learning processing in class room must follow the student.

Pengetahuan tidak dapat  di  transfer  begitu saja  oleh guru kepada  siswa karena  pengetahuan bukanlah barang  jadi, tetapi  suatu proses  yang  berkembang terus  menerus. Siswa  sendirilah yang  mengkonstruksi  dan membentuk pengetahuan  baru  berdasarkan pengetahuan yang  dimiliki  sebelumnya  bukan sekedar memperoleh dengan menghafal. Peran guru adalah memberikan motivasi, mengarahkan, membimbing, dan mendukung siswa tentang ide matematika dalam penemuan konsep baru.
The knowledge cant be transferred as thus only by the teacher to the student because the knowledge is not the prepared thing, but the process developing at continiouity. The student by itself to construct and to make new knowledge based on the knowledge is owned at before not only to catch it with learnt by heart (remembering). The teacher function is giving the motivation, directing, leading, and supporting the student about the mathematic idea in discovery new concept.

Banyak  peneliti  yang  mengatakan  bahwa  pengetahuan dapat  dipahami secara  mendalam  dan  lebih bermakna  bagi  siswa, karena  setiap  siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri bukan menerima langsung dari orang lain. Clements  dan Battista  (2001)  mengatakan pengetahuan  secara  aktif  dibuat atau diciptakan oleh anak, bukan pasif  yang diterima dari lingkungan, dan anak-anak menciptakan pengetahuan matematika  baru  dengan merenungkan tindakan fisik dan mental  mereka, ide  yang dibangun atau dibuat  bermakna  ketika  anak mengintegrasikan pengetahuan ke  dalam  struktur  pengetahuan yang  ada  pada mereka.   Menurut  Reigeluth (Johnson, 2009)  belajar  sebagai  proses  konstruksi pengetahuan aktif  dan bukan sebagai  penyerapan pengetahuan pasif.
Any researchers said that the knowledge can be understood in deeply and more meaning for the student, because each student constructs their knowledges by theirselves not accept in directy from other personal. Clement and  Battista (2001) said the knowledge in active is made or creatured by children, not passive is accepted by the environmental, and the children make new mathematic knowledge with thinking in deeply about the physic action and their mental, the idea is built or made has the meaning when the children integrate the knowledge to the knowledge structure there is in theirselves. Accorded on Reigeluth (Johnson, 2009) study as the construction process of active knowledge and not as the passive knowledge absorbtion.

Jadi  proses  membangun  pengetahuan  inilah yang lebih penting  dari  pada hasil  belajar, para  peneliti  juga  menggambarkan strategi  pengajaran yang didasarkan pada  keyakinan, bahwa  siswa  belajar  dengan baik ketika  mereka memperoleh pengetahuan melalui  eksplorasi  dan belajar  aktif. Strategi  ini termasuk menggunakan  kegiatan  tangan,  mendorong siswa  untuk berpikir  dan menjelaskan alasan mereka  bukan hanya  menghafal  dan membaca  fakta, dan membantu siswa untuk melihat hubungan antara tema dan konsep-konsep.
So the process to build this knowledge be more mainly than the learning result, so the researchers descript the learning strategy based on the faith, that the student learns in well when they catch the knowledge through the exploration and the active learning. This strategy include using the hand activity, to push the student to think and to explain their reason not only remembering and read the facts, and helping the student to look at the correlation between theme and concepts.

Dalam ruang kelas, siswa lebih mungkin untuk berdiskusi tentang ide-ide mereka  dengan siswa  lain dalam  memecahkan masalah. Mereka  lebih cenderung bekerja  secara  kooperatif  dalam  kelompok kecil  saat  mereka  membentuk dan merumuskan konsep, daripada  mempraktekkan  keterampilan secara diam-diam di kursi mereka.
In the class room, the student maybe more to discuss about their ideas with other student in solving the problem. They tendency working in cooperative in small group when they make and formulate the concept, than to practice the skill in quitly in their chairs.

Selain dari  konsep  pembelajaran  seperti  yang  diterangkan  di  atas, respon siswa  terhadap pembelajaran yang  disampaikan oleh guru juga  merupakan suatu hal  yang  sangat  penting  dan sangat  berpengaruh terhadap terlaksana  dan berhasilnya suatu pembelajaran, seperti yang disampaikan oleh Stiles et al. (2008) sikap siswa  terhadap  matematika  sangat  penting  karena  dengan kepercayaan diri siswa  terhadap matematika  maka  mereka  akan menghargai  dan menikmati matematika yang berkaitan erat dengan kesiapan mereka untuk belajar matematika dan prestasi  siswa  berikutnya  dalam  matematika. Menurut  Callahan (Bergeson, 2000)  siswa  mengembangkan sikap positif  terhadap matematika  ketika  mereka melihat  matematika  sebagai  sesuatu  yang  berguna  dan menarik. Demikian pula sebaliknya, siswa akan mengembangkan sikap negatif terhadap matematika ketika mereka tidak melakukannya dengan baik atau melihat matematika sebagai sesuatu yang tidak menarik.
Beside th learning concept as explained above, the student responding to the learning is gave by the teacher as main material too and most influence to realitate and the successful of the learning processing, as gave by Stiles et al. (2008) the student conduct to the mathematic be mainly because with believe in theirselves to the mathematic so they shall award and to taste the mathematic has the tight relation with their preparation to study the mathematic and next student prestation in mathematic. So thus on the contrary, the student will develop the negative conduct to the mathematic when they dont it in well or look at the mathematic as the interest something.

Dengan demikian sikap siswa  ternyata  sangat  berpengaruh terhadap keberhasilan  suatu pembelajaran. Apabila  sikap siswa  sudah tidak suka  terhadap matematika  maka  sulit  bagi  siswa  untuk memahami  matematika  yang  pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasinya. Oleh karena itu guru mempunyai peran yang  sangat  penting  untuk menumbuhkan sikap positif  atau sikap negatif siswa  terhadap matematika. Jika  guru memberikan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi bosan, maka akan berkembanglah sikap negatif terhadap matematika, sebaliknya  jika  guru  dapat  mengemas  pembelajaran dengan suatu yang bermakna maka akan berkembang sikap positif.
With thus the student condut in reality most influenced to the successful of the learning processing. If the student conduct done dislike to the mathematic so be difficult for the student to understand the mathematic at finally will influence to their prestation. Because of that the teacher has most main function to grow the positive conduct or the negative conduct of student to the mathematic. If the teacher give the learning can make the student be boring, so will be growing the negative conduct to the mathematic, on the contrary if the teacher can package the learning with something has the meaning will be growing the positive conduct.

Respon positif  dari  siswa  memungkinkan pembelajaran akan  berlangsung dengan baik dan menyenangkan sehingga  akan tercapai  tujuan pembelajaran dengan hasil  yang  maksimal. Respon positif  akan terjadi  apabila  guru  mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tidak ada paksaan dan tekanan dalam  pembelajaran,  sehingga  siswa  bebas  bertanya, mengemukakan  pendapat, dan berdiskusi.   Respon positif  ini  ditandai  dengan sikap siswa  dalam  menerima pembelajaran yaitu rasa senang dalam belajar, antusias, aktif dan kreatif.
The positive correction from the student may the learning will be doing with well and pleasant so it will catch the learning achievement with the maximal result. The positive respond will be happen if the teacher has the capability to make the learning condition in pleasant, there is not the compulsion and the pressure in the learning processing, so the student free to ask, to appear the argument, and to discussion. This positive respond is signed by the student conduct in accept the learning processing is the pleasant sense in studying, anthucias, active, and creative.

Pemanfaatan  teknologi  komputer  yang  di  dalamnya  terdapat software seperti  Autograph dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu cara memberikan  kesempatan  pada  siswa  untuk  lebih  aktif  mengembangkan kemampuan matematik mereka. Amily dan Yasir (2004) dalam penelitiannya menyatakan  bahwa  elemen  multimedia  dapat  menarik  minat  para  siswa  dan meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika. Siswa tidak lagi  terpaku  hanya  pada  cara  menggambar  grafik  secara  manual  saat menyelesaikan  masalah  yang  berkaitan  dengan  fungsi trigonometri,  tetapi  mereka dapat  memanfaatkan  waktunya  untuk  memahami  gambar  yang  telah  dibuat dan memikirkan ide-ide baru bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
The using of computer technology in it there is the software as Autograph in the mathematic learning processing as one of methods to give the opportunity to student to be more active to develop their mathematic capabilities. Amily and Yasir (2004) in their research said that the multimedia element can be interest of student and to increase their perform in the mathematic learning processing. The student without formal again to the graphic drawing method in manual when solving the problem has the contact with trigonometry function, but they can to use their time to understand the picture was made and thinking new ideas how to solve that problem.

Kreativitas  siswa  akan  tumbuh  apabila  dilatih  melakukan  eksplorasi, inkuiri,  penemuan,  dan  memecahkan  masalah  (Ruseffendi  2006,  239). Komputer dengan berbagai software yang banyak tersedia saat ini merupakan media  yang  dapat  membantu  memudahkan  siswa  bereksplorasi,  dan  melatih siswa  menemukan    berbagai  jawaban  dalam  menyelesaikan  masalah  dengan memanfaatkan teknologi tersebut.
The student creativity will grow if trained to do the exploiration, inquiry, discovery, and to solve the problem (Ruseffendi  2006,  239). The computer with any softwares any availabilities today as the media can to help the student to exploirate, and to train the student to discovery any answers in solving the problem with using that technology.

Banyak software  atau  perangkat  lunak  pembelajaran  yang  dapat diunduh  dengan  mudah  melalui  internet.  Hal  ini  dipermudah  lagi  dengan disediakannya fasilitas komputer dan hotspot di sekolah. Salah satu perangkat lunak  tersebut  adalah Autograph.  Perangkat  lunak  Autograph  ini dapat digunakan untuk menggambarkan grafik fungsi trigonometri. Pemanfaatan software  sebagai  alat  bantu  dalam  pembelajaran matematika  juga  diharapkan  dapat  menumbuhkan  sikap  positif  terhadap  pembelajaran  matematika.  Siswa  mendapat  pengalaman  berbeda  yang menyenangkan dan dapat merasa bebas bereksplorasi sehingga  meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika.
Any softwares of learning processing can be downloaded with easy in internet. This reality is made easy with the available of computer facility and hotspot in the school. One of those softwares is Autograph. This autograph soft ware can be used to draw the trigonometry function graphic. The using of software as equipment in the mathematic learning processing is hoped too can to grow the positive conduct to the mathematic learning processing. The student accept the experience in difference in pleasant and can be felt the freedom sense to explorate so to increase their perform in the mathematic learning processing.

Latar belakang  yang telah dipaparkan tersebut mendorong penulis untuk melakukan  kajian  secara  lebih  spesifik  mengenai  Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa SMA  dalam Grafik Fungsi Trigonometri dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph.
The background was exposed push the writer to do the research in more specific about To increase The Capability and The Reasoning of Senior High School Student in Trigonometry with Using The Metacogitive Approach Using Autograph.

E.  Tujuan Penelitian (The Achievement of research).

Sesuai  dengan  permasalahan  yang  telah  diungkapkan,  maka  penelitian ini bertujuan untuk:
Accorded on the problem was appeared, so this research has the achievement to :

1.  Menelaah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa  yang memperoleh  pembelajaran  matematika  berbantuan  WinGeom  dan  siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional;
1.  To analysis the difference of capability of student mathematic creative thinking catch the mathematic learning processing using WinGeom and the student accept the conventional learning processing;

2.  Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara  siswa  kategori  kemampuan  tinggi,  sedang,  dan  rendah  yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom;
2. To know the difference of capability increasing of mathemathic creative thinking in students have categories in high, middle, and low accept the mathematic learning processing  using WinGeom;

3. Menelaah  peningkatan  kemampuan  komunikasi  matematik  siswa  yang memperoleh  pembelajaran  matematika  berbantuan  WinGeom  dan  siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional;
3. To analysis the capability increasing of student mathematic communication are gave the mathematic learning processing using WinGeom and the student accept the conventional learning processing;

4. Mengetahui  perbedaan  peningkatan  kemampuan  komunikasi  matematik antara  siswa  kategori  kemampuan  tinggi,  sedang,  dan  rendah  yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom;
4. To know the difference of capability increasing of student mathematic communication have categories in high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom;

5. Mengetahui  sikap  siswa  terhadap  matematika  dan  pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
5. To know the student conduct to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom.

6. Memperoleh  gambaran  mengenai  pandangan  atau  sikap  siswa  terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Metakognitif.
6.  To catch the description about the view or the conduct of student to the mathematic learning processing using the methacognitive approach.

G.   Manfaat Penelitian (The Adventage of Research).

Penelitian  ini  diharapkan  bermanfaat  bagi  siswa,  guru,  sekolah,  dan secara teoritis akan bermanfaat bagi penelitian dan keilmuan. Adapun rincian manfaat penelitian ini, adalah sebagai berikut :
This research is hoped has the adventage for the student, teacher, school, and in theoretic method will adventage for the research and the knowledge field. So the detailization of this research adventage, is as under :

1.  Siswa, agar lebih termotivasi dalam mempelajari matematika dan berusaha untuk  selalu  bereksplorasi  dengan  memanfaaatkan  perangkat-perangkat lunak  lain  sebagai  media  pembelajaran  untuk  meningkatkan  kemampuan matematik mereka.
1.  The student, so be more motivated in studying the mathematic and the effort to always explorate with using other softwares as the learning processing medias to increase their mathematic capability.

2.  Guru, sebagai informasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Menengah Atas dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer sebagai  media  pembelajaran  sebagai  alternatif  lain  dalam  bidang pembelajaran.
2. The teacher, as the information in effort to increase the education quality in Senior High School with using computer software as the learning processing media as other alternative in field of the learning processing.

3. Hasil  penelitian  ini  nantinya  dapat  dijadikan  sebagai  acuan/referensi (penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.
3. This research result at next time can be made as the reference (the research in relevant) in same kind research.


H. Definisi Operasional (The Defenition of Operational).

Untuk  menghindari  penafsiran  yang  berbeda  terhadap  istilah - istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :
To avoid the difference interpretation to terminologies are used in this research, so it appeared the definition of operational as under :

1. Pembelajaran  matematika  dengan  pendekatan  metakognitif    adalah pembelajaran  yang  menanamkan  kepada  siswa  suatu  proses  bagaimana merancang (planning), memonitor (monitoring),  serta  mengevaluasi  (evaluation) informasi / pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian dikembangkan menjadi tindakan (action) dalam  menyelesaikan  suatu masalah.
1. The mathematic learning processing with the methacognitive approach is the learning processing with priority in cultivating to its student to the process how to planning, monitoring, and evaluating to the information / to knowledge are owned to then developed be the action in solving the problem.

2. Kemampuan  berpikir  kreatif  matematik  yang  dimaksud  adalah kemampuan secara tertulis  yang akan diukur dengan soal tes kemampuan berpikir  kreatif  matematik  yang  meliputi  kelancaran  (fluency),  keluwesan (flexibility), keterampilan merinci (elaboration), dan keaslian (originality) dalam menyelesaikan masalah.
2. The capability of mathematic creative thinking is meant is the capability in writing method will be measured with capability test question of mathematic creative thinking include fluency, flexibility, elaboration, and originality in solving the problem.

3. Kemampuan  komunikasi  matematik  yang  dimaksud  adalah  kemampuan mengkomunikasikan  secara  tertulis  yang  diukur  dengan  soal  tes kemampuan  komunikasi  matematik  yang  meliputi  kemampuan  siswa  (1) menyatakan situasi atau  ide matematik dengan menggambarkannya secara visual; (2) menyatakan ide atau situasi dari suatu gambar, ke dalam bahasa matematika  secara  tertulis; dan (3)  menggunakan  kosa  kata,  notasi,  dan struktur  matematik  untuk  menyajikan  kembali  ide-ide  dan  memodelkan situasi.
3. The capability of mathematic communication is meant is the capability to communicate in writing method is measured with capability test question of mathematic communication include the capabilities of student in (1) to say the situation or the mathematic idea with descripting with visual; (2) to say the idea or the situation of picture, to mathematic language in writing method; and (3) to use the vocabulary, notation, and the mathematic structure to present again the ideas and to make the situation model.

4. WinGeom  adalah  perangkat  lunak  (software)  matematika  yang  dirancang untuk  mendukung  pembelajaran  geometri,  baik  dimensi  dua  maupun dimensi  tiga yang  dapat  digunakan  untuk  menggambar  atau mengkonstruksi bangun datar maupun bangun ruang. Dalam penelitian ini aplikasi  yang  digunakan  adalah  aplikasi  untuk  mengkonstruksi  bangun ruang  dan  program  ini  dapat  digunakan  untuk  mengukur  jarak  pada bangun  ruang  dan  menentukan  besar  sudut  pada  bangun  ruang.    Program WinGeom  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  versi  compile  4 April 2008 yang dapat diunduh secara gratis dari internet.
4. WinGeom is mathematic software is planned to support the geometry learning processing, in 2 (two) dimentions or in 3 (three) dimentions can be used to draw or to construct the horizontal model or room model. In this research the application is used the application to construct the room model and this program can be used to measure the distance in room model and to indicate the angle measurement in room model. winGeom program is used in this research is Compile 4 Version April 2008 can be downloaded in free from internet.

5. Sikap  siswa  dalam  penelitian  ini  adalah  sikap  siswa  terhadap  matematika dan  pembelajaran  matematika  berbantuan  WinGeom  yaitu  sikap  yang menunjukkan  rasa  sukanya  terhadap  matematika  dan  pembelajaran matematika,  kesungguhannya  dalam  pembelajaran  matematika,  dan apresiasinya  terhadap  soal-soal  kemampuan  berpikir  kreatif  dan  komunikasi matematik siswa.
5. The student conduct in this research is the student conduct to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom is the conduct indicates his like feeling to the mathematic and the mathematic learning processing, his seriously in the mathematic learning processing, and his appretiation to the capability questions of creative thinking and the student mathematic communication.

6. Pembelajaran  konvensional  adalah  pembelajaran  yang  biasa  digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari yang umumnya berpusat pada guru. Pembelajarannya bersifat informatif di mana guru memberi dan menjelaskan  materi  pelajaran  dengan  cara  ceramah,  siswa  mendengarkan dan  mencatat  penjelasan  yang  disampaikan  guru,  siswa  belajar  sendiri-sendiri,  kemudian  siswa  mengerjakan  latihan,  dan  siswa  dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.
6. The conventional learning processing is the learning processing can be used by the teacher in the daily learning process in generally in centred to the teacher. His learning processing has the informative adjective where the teacher to give and to explain the learning material with the oration method, the student to hear and to read the learning explaination is gave by the teacher, the students learning by theirselves in individual, then the student doing the exercise, and the student give the opportunity to ask if they don’t understand during the learning processing in existing.

7. Peningkatan dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif  dan  komunikasi  matematik  siswa,  yang  ditinjau  berdasarkan  gain ternormalkan  dari  perolehan  skor  pretes  dan  postes  siswa.  Rumus  gain ternormalkan (ternormalisasi) adalah sebagai berikut: 

Gain ternormalisasi (g) =

7. The increasing processing in this research is to increase the capability of creative thinking and student mathematic communication, its observed based on Normalitated Gain from the pretest score result and posttest of student. The formula of Normalitated Gain is as under :

Normalitated Gain (g) =

8. Kategori  kemampuan  awal  matematika  siswa  di  kelas  eksperimen  terdiri dari  kelompok  tinggi,  sedang,  dan  rendah.  Pengelompokan  siswa didasarkan  pada  kemampuan  matematika  sebelumnya  yaitu  dengan terlebih dahulu menentukan rata-rata dan deviasi standar dari skor ulangan harian siswa. Kelompok tinggi adalah semua siswa yang mempunyai skor lebih  dari  atau  sama  dengan  rata-rata  skor  ditambah  deviasi  standar. Kelompok  sedang  adalah  semua  siswa  yang  mempunyai  skor  antara  –1 deviasi  standar  dan  +1  deviasi  standar.  Sedangkan  kelompok  rendah adalah  semua  siswa  yang  mempunyai  skor    –1  deviasi  standar  dan  yang kurang dari itu (Arikunto, 2003).
8. The category of mathematic beginning capability of student in the experiment class room include groups of high, middle, and low. The grouping of student is based on the mathematic capability at before is with at before indicated the average and the standard deviation of student daily examination score. The high group is all students have the score in more of or same with average of score is added with the standard deviation. The middle group is all students have the scores among – 1 standard deviation and +1 standard deviation. Otherhand the low group is all students have scores -1 standard deviation and less than it (Arikunto, 2003).


I.      Hipotesis Penelitian (The Hypothesis of Research).

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, hipotesis  yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Based on the background and the problem formula making processing were interpretated above, the hypothesis is applied in this research is :

1.  Peningkatan  kemampuan  berpikir  kreatif  matematik  siswa  yang memperoleh pembelajaran Matematika berbantuan  WinGeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
1. The capability increasing of student mathematic creative thinking accept the mathematic learning processing using WinGeom be better than the student accept the conventional learning processing.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara  siswa  kategori  kemampuan  tinggi,  sedang,  dan  rendah  yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
2. There are the differences of capability increasing of mathematic creative thinking in students with categories of high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom.

3. Peningkatan  kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran Matematika berbantuan  WinGeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. The capability increasing of student mathematic communication accept the mathematic learning processing using WinGeom be better than the student accept the conventional learning processing.

4. Terdapat  perbedaan  peningkatan  kemampuan  komunikasi matematik antara  siswa  kategori  kemampuan  tinggi,  sedang,  dan  rendah  yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
4. There are the differences of capability increasing of mathematic communication in students have the categories of high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom.


J. Kajian Pustaka (The Research of Bibliography).

1. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis (The Understanding Capability and Mathematic Reasoning).

Menurut  Kurikulum  Tingkat  Satuan Pendidikan yang  dikeluarkan  oleh Departemen Pendidikan  Nasional  tahun 2006, yang  menjadi  tujuan pendidikan  matematika  di sekolah dasar  dan menengah adalah :  (1)  Memahami  konsep matematika, menjelaskan keterkaitan  antar  konsep dan mengaplikasikan  konsep  atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.  (2)  Menggunakan penalaran pada  pola  dan  sifat, melakukan manipulasi matematika  dalam  membuat  generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan  matematika. (3)  Memecahkan masalah yang  meliputi kemampuan memahami  masalah, merancang  model  matematika, menyelesaikan model  dan menafsirkan solusi  yang  diperoleh. (4)  Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau  media  lain untuk memperjelas  keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Dari  tujuan pendidikan matematika  diatas  pemahaman dan penalaran matematis  merupakan kemampuan yang  penting  dikuasai  oleh siswa,  karena kemampuan ini  dapat  membantu siswa  dalam  berpikir  kritis, logis, sistematis, obyektif, bersifat  jujur,  dan disiplin, dalam  memandang  dan menyelesaikan suatu masalah. Maka  pengertian pemahaman dan  penalaran pada  penelitian ini  adalah sebagai berikut :
Accorded on The Curriculum of Education Unit Graduate is outed by The Department of National Education year 2006, it be th mathematic education achievement in the elementary school and the high school is : (1) to understand the mathematic concept, to explain the relation between concept and to applicate the concept or algoritma, in flexible, accuracy, efficient, and matching, in solving the problem. (2) To use the reasoning in style and the adjective, to do the manipulation of mathematic in making the generalization, to compose the fact, or to explain the idea and the mathematic argumentation. (3) To solve the problem include the understanding capability of problem, to plan the mathematic model, to solve the model and to interpretate the solution is caught. (4) To communicate the idea with symbole, table, diagram, or other media to explain the condition or the problem. (5) It has the conduct to award the using of mathematic in the life. From the mathematic education achievement above the understanding and the reasoning of mathematic as the main capability is held by the student, because this capability can help the student in thinking with critic, logic, systematic, objective, honestly adjective, and discipline, in look at and solving the problem. So the understanding meaning and the reasoning to this research is as under :

1.  Pemahaman Matematis (The Mathematic Understanding).

Pemahaman matematis  merupakan salah satu tujuan dari  setiap materi yang  disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing  siswa  untuk mencapai  konsep yang  diharapkan.  Menurut  Hudoyo (1990)    tujuan mengajar adalah agar  pengetahuan yang  disampaikan dapat  dipahami  peserta  didik.   Hal senada juga disampikan oleh Stylianides, A.J dan Stylianides, G.J (2007), belajar dengan pemahaman mendapat perhatian yang khusus dari pendidik dan psikolog, dan menjadi  salah satu tujuan yang  paling  penting  untuk semua  siswa  dalam semua  mata  pelajaran. Ini  mengindikasikan bahwa  kemampuan pemahaman matematis  adalah  salah satu tujuan penting  dalam  pembelajaran,   materi-materi yang  diajarkan kepada  siswa  bukan hanya  sebagai  hafalan, namun lebih dari  itu dengan pemahaman siswa  dapat  lebih mengerti  akan konsep materi  pelajaran itu sendiri.  Pemahaman merupakan terjemahan dari  kata       understanding  yang maksudnya  adalah sebagai  penyerapan arti  dari  suatu materi  pelajaran yang sedang  dipelajari. Secara  umum  indikator  kemampuan pemahaman matematis meliputi  mengenal, memahami, menerapkan  konsep, prosedur, prinsip  dan ide matematika. Polya (Pollatsek et al., 1981) merinci kemampuan pemahaman pada empat  tahap yaitu (1)  pemahaman mekanikal  yang  mempunyai  ciri  dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. (2) Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus dan konsep dalam kasus sederhana, (3)  pemahaman rasional, dapat  membuktikan kebenaran rumus  dan teorema, dan (4)  pemahaman intuitif, dapat  memperkirakan kebenaran dengan pasti sebelum menganalisa lebih lanjut.
The Mathematic understanding as one of achievements of every material is informated by the teacher, because the teacher as leader of student to catch the concept is hoped. Accorded on Hudoyo (1990) the teaching goal is so the knowledge is informated can be understood by the student. So same thing is informated by  Stylianides, A.J and Stylianides, G.J (2007), studying with understanding accept the especially attention from the teacher and psycholog, and be one of main achievements to all students in all learnings. This indicates that the mathematic understanding capability is one of main achievements in the learning processing, the materials are learnt to the student not only the remembering, but more than it with the student understanding can be more understanding for the material concept is learning. The understanding in Englsih has the meaning as the meaning absorbtion of the learning material is learning. In generally the indicator of mathematic understanding capability include knowing, understanding, implementing of concept, procedure, the principle, and idea of mathematic. Polya (Pollatsek et al., 1981) make the detailization of understanding capability in 4 (four) steps are (1) the mechanical understanding has the identity can to remember and to implementate the formula in routine and accounting with simple. (2) The inductive understanding, its can to implementate the formula and concept in simple case, (3) the rational understanding, it can to factualitate the formula true and the theorem, and (4) the intiuitive understanding, it can to estimate the true with exactly before to analysis at next time.

Menurut  Skemp (1976)  pemahaman konsep terdiri  atas  dua  jenis, yaitu  (1)  pemahaman instrumental, diartikan sebagai  pemahaman konsep yang  masih saling  terpisah antara  satu konsep dengan konsep lainnya  dan baru mampu menerapkan konsep tersebut  pada  perhitungan  sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara  algoritmis. Misalnya  seorang  siswa  dapat  menghitung  volume sebuah prisma  segitiga, dengan menggunakan langkah-langkah yang  persis  sama mengikuti  cara  yang  telah diterangkan guru, (2)  pemahaman relasional  adalah kemampuan mengaitkan  beberapa  konsep yang  saling  berhubungan. Pengertian ini mengandung makna bahwa selain seseorang memahami sejumlah konsep yang telah dipelajarinya, ia  juga  memahami  antar  konsep-konsep yang  saling  terkait misalnya seorang siswa menghitung volume sebuah limas persegi dengan panjang rusuk alas  dan rusuk tegak limas  diketahui, maka  untuk menyelesaikannya seorang  siswa  dituntut  untuk menghitung  tinggi  limas  dengan menggunakan konsep phytagoras dari segitiga siku-siku yang terbentuk dari diagonal alas, rusuk tegak,  dan tinggi limas.
Accorded on Skemp (1976) the concept understanding include 2 (two) kinds, those are (1) the instrumental understanding, its meant as the concept understanding still separating among one concept to other concept and be real when has the capability to implementate the concept in the simple accounting, or doing something in algorithmic method. As the example the student has the capability to account the volume of triangle prism, with using the steps equal to follow the method was explained by the teacher, (2) the relational understanding is the capability to link any concepts with inter connecting. This meaning has the content of meaning that beside someone understands any concepts with inter connecting as the example the student accounts the volume of rectangle small shallow bowl with long of basement flank and the wall flank of small shallow bowl are knew, so to solve it the student is applied to account the top of small shallow bowl with using Phytagoras’s concept of triangle with shape of basement diagonal, wall flank, and top of small shallow bowl.

Pollatsek  et al. (1981) menggolangkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana  dan mengerjakan perhitungan secara  algoritmik, (2)  pemahaman fungsional, dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan mengetahui proses yang dikerjakannya. Pendapat Copeland (Sumarmo, 2007) menggolongkan pemahaman dalam  dua  jenis, yaitu (1)  knowing how  to, yaitu dapat  mengerjakan suatu perhitungan secara  rutin/algoritmik, dan   (2)      knowing, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara sadar.
Pollatsek et al. (1981) make the grouping of understanding in 2 (two) kinds, are (1) the computational understanding, it can to implementate the formula in simple accounting and doing the accounting in algorithmic method, (2) the functional understanding, it can to link one concept with other concept, and knowing the process is doing by him. Copeland’s argument (Sumarmo, 2007) make the grouping of understanding to 2 (two) kinds, are (1) knowing how to, it can to do the accounting in routine / algorithmic and (2) knowing, it can doing the unccounting in conscious.

Dengan demikian pengertian dari  kemampuan  pemahaman matematis seperti  yang  telah di  kemukakan para  ahli  memiliki  makna  yang  sama  yaitu mampu menggunakan konsep dalam perhitungan sederhana dan dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya untuk mencapai suatu tujuan, dan mengetahui proses yang dikerjakannya. Pemahaman seseorang terhadap  sesuatu konsep mempunyai  tingkat kedalam arti yang berbeda, misalnya seorang siswa SMP dalam memahami suatu konsep tentu akan berbeda dengan kemampuan pemahaman konsep seorang siswa SD. Seorang  siswa  yang  telah berhasil  menjelaskan atau mendefinisikan suatu konsep, menunjukkan bahwa  siswa  tersebut  memahami  prinsip konsep tersebut walau memiliki  susunan kata  dan kalimat  yang  berbeda  tetapi  mempunyai  makna yang sama.
With thus the meaning and the capability of mathemathic understanding as was appeared by the expert has the same meaning is the capability to use the concept in the simple accounting and can to connect one concept with other concept to catch the achievement, and to know the process is doing by him. Someone’s understanding to the concept has the graduate in the difference meaning, as the example the student of Yunior High School in understanding the concept surely will be difference  with the understanding capability of concept by the student of Elementary School. The student successes to explain and to definite a concept, it indicates that the student understands the concept principle although has the word composition and the sentence composition in difference bt have the same meaning.

2. Penalaran Matematis (The Mathematic Reasoning).

Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari biasanya kita menggunakan kemampuan berpikir  kita  untuk bernalar. Orang yang  menggunakan nalar  akan taat  kepada  aturan logika. Dalam  logika  ada  aturan-aturan atau patokan-patokan yang  harus  diperhatikan  untuk berpikir  dengan  tepat, teliti,  dan teratur  dalam mencapai kebenaran secara rasional. Berdasarkan kamus  besar  Bahasa  Indonesia  Depdiknas  (2009)  penalaran berasal  dari  kata  “nalar”  yang artinya  sebagai  “kekuatan  pikir”, sedangkan penalaran diartikan sebagai  proses  mental  dalam  mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Shurter dan Pierce (Dahlan, 2004) menyatakan bahwa penalaran (reasoning)  merupakan  suatu proses  pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta  dan sumber  yang  relevan, pentransformasian yang  diberikan dalam  urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan. Menurut  Johnson-Laird & Byrne  (Christou dan  Papageorgiou, 2007)  penalaran pada  umumnya, melibatkan kesimpulan yang  diambil  dari  prinsip-prinsip dan dari  bukti-bukti, dimana individual menyimpulkan kesimpulan baru atau mengevaluasi usulan kesimpulan dari apa yang sudah diketahui.  Menurut  Sumarmo (2007)  beberapa  kemampuan  yang  tergolong  dalam penalaran matematis  dalam  pembelajaran matematika  antara  lain adalah,  siswa dapat  (1)  menarik kesimpulan logis  (2)  memberikan penjelasan terhadap model, gambar, fakta, sifat, hubungan, atau pola  yang  ada, (3)  memperkirakan jawaban atau proses  solusi, (4)  menggunakan pola  hubungan untuk menganalisis  situasi, atau membuat  analogi, generalisasi,  dan menyusun konjektur, (5)  mengajukan lawan contoh, (6) mengikuti aturan inferensi, memeriksa argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang  valid, dan (7)  menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, pembuktian dengan induksi matematis.  Dalam  dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2006)  tentang  indikator-indikator  penalaran  yang  harus  dicapai  oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah: (1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, (2)  Kemampuan mengajukan dugaan, (3)  Kemampuan melakukan manipulasi  matematika, (4)  Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi, (5) Kemampuan menarik kesimpulan dari  pernyataan, (6)  Memeriksa  kesahihan suatu argumen, dan (7) Menemukan pola  atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
In the daily life without conscious we use our thinking capability to reasoning. The people using the reasoning will obedient to the logic regulation. In the logic there are the regulations and the standards must be saw to thinki in accuracy, detail, and regularly in catch the true in rational. Based on Big Dictionary of Indonesian Language of Depdiknas (2009) the reasoning beginng word “nalar” has the meaning as “the thinking power”, otherhand the reasoning is made the meaning as the mental process in developing the thinking from any facts or principles. Shurter and Pierce (Dahlan, 2004) said that the reasoning as the process to catch the logic conclusion based on the fact and the relevant source, the transformation is gave in the turn to reach out the conclusion. Accorded on Johnson-Laird & Byrne  (Christou and Papageorgiou, 2007) any capabilities are grouped in mathematic reasoning in the mathematic learning processing include are, the student has the capability (1) taking the logic conclusion, (2) to give the explaination to the model, picture, fact, adjective, relation, and the style there are, (3) to estimate the answer or the solution process, (4) using the relation style to analysis the situation, or making the analog, generalization, and composing the conjecture, (5) to apply the example opposite, (6) to follow th inference regulation, checking the argument, to realitate the fact and to compose the valid argument, and (7) to compose direct fact, indirect fact, to realitate the fact with mathematic induction. In the Regulation document of Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2006) about the reasoning indicators must be caught by the student. The indicator indicates the reasoning include are : (1) the capability to service the mathematic statement in oral, writing, picture, and diagram, (2) the capability to apply the assumption, (3) the capability to do the manipulation of mathematic, (4) the capability to compose the fact, giving the reason / fact to the solution true, (5) the capability to make the conclusion from the statement, (6) checking the purify of argument, and (7) to discovery the style or adjective of mathematic symptom to make the generalization.

Penalaran terdiri  atas  dua  jenis  yaitu penalaran  induktif    dan penalaran deduktif.
The reasoning is consist of 2 (two) kinds are inductive reasoning and deductive reasoning.

a. Penalaran Induktif (The Inductive Reasoning).

Carroll  (Christou dan Papageorgiou,   2007), mengatakan bahwa  penalaran induktif  dianggap bagian  yang    umum  pada  kecerdasan manusia, yang  mendasari kinerja  pada tugas-tugas  kompleks  dari  konten domain  yang  beragam, karena  terdiri dari  kemampuan edukatif,   yaitu kemampuan untuk menghasilkan karakteristik produktif manusia yang baru.  Penalaran induktif dimulai dengan memeriksa keadaan khusus dan menuju penarikan kesimpulan umum  (Priatna, 2010). Penalaran tersebut  mencakup pengamatan contoh-contoh khusus  dan menemukan pola  atau aturan yang melandasinya.   Hamers  (1998)  menyebutkan bahwa  seseorang  menggunakan penalaran induktif  untuk membangun sebuah kolam  pengetahuan yang  koheren yang dapat  mudah digunakan dan  meluas. Dengan  demikian penalaran  induktif memungkinkan siswa untuk membangun dunia yang tertib dengan memperkenalkan struktur.
Carroll  (Christou and Papageorgiou,   2007), said that the inductive reasoning is hoped the general part in the people smart, it be the basement of working performance for the complex tasks of domain content in complex, because include the educative capability, it’s the capability to result the people productive characteristic at up to date. The inductive reasoning is began with checking the especially conditition and aim to make the general conclusion (Priatna, 2010). The reasoning include th observation to especially samples and discovery the style or the regulation be the basement of it. Hamers (1998) said that someone using the inductive reasoning to construct the knowledge pool with coherent can be used in easy be wide. With thus the inductive reasoning may be the student to construct the world orderly with introduce the structure.

b. Penalaran Deduktif (The Deductive Reasoning).

Lain halnya  dengan penalaran   induktif,   penalaran deduktif merupakan proses  penarikan kesimpulan berdasarkan pada  premis-premisnya  secara  pasti dan tidak dipengaruhi  oleh faktor  dari  luar.  Hal  senada  juga  disampikan oleh Priatna  (2010)  penalaran deduktif  dimulai  dengan premis-premis  (proposisi umum) yang memunculkan sesuatu untuk dapat ditarik suatu kesimpulan. Menurut  Pierce  (Sumarmo, 1987)  penalaran deduktif  adalah proses penalaran dari  pengetahuan prinsip atau  pengalaman umum  yang  menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus.  Penalaran deduktif menurut Jacobs  (Shadiq, 2004)  suatu cara  penarikan kesimpulan dari  pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Ini berarti bahwa kesimpulan yang diperoleh dengan menggunakan penalaran deduktif  merupakan hasil dari kumpulan fakta atau data yang diketahui sebelumnya. Aturan penarikan kesimpulan dengan menggunakan penalaran  deduktif    lebih kuat. Ini  berarti  jika sebuah argumen valid dan anggapannya benar maka kesimpulannya akan dijamin benar. Jika  dalam  penarikan kesimpulan bernilai  salah, maka  yang  salah  bukan aturannya tetapi ada premis yang salah.
Be different with the inductive reasoning, the deductive reasoning as the process to take the conclusion based on its premises in exactly and cant be influenced by factor from outside. The same argument was given by Priatna (2010) the deductive reasoning is began with premises (general proposition) appear something can be took the reasoning. Accorded on Pierce (Sumarmo, 1987) the deductive reasoning is the reasoning process of the principle knowledge or general experience be our reference to cath the conclusion for especially something. The deductive reasoning accorded on  Jacobs  (Shadiq, 2004)  is the method to take the conclusion from the statement or facts are hoped true with using the logic. This is meaning that the conclusion is caught with using the deductive reasoning as the result of facts collection or datas collection were known at before. The regulation of taking the conclusion with using the deductive reasoning is stronger. This is meaning if a valid argument and ist assumption are true so its conclusion will be assurance true. If in the taking conclusion is wrong value, so be wrong is not the regulation but there is wrong premis.

c.  Pembelajaran Matematika (The Mathematic Learning Processing).

Proses  belajar  terdiri  dari  tiga  komponen  penting  menurut  Agne (Sagala,  2003),  yaitu  kondisi  ekternal  merupakan  stimulus  dari  lingkungan dalam proses belajar, kondisi internal merupakan keadaan internal dan proses kognitif  siswa,  dan  hasil  belajar  yang  menggambarkan  informasi  verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Proses belajar tersebut menghasilkan perubahan-perubahan yang tampak dalam hasil belajar  dan  kemampuan  siswa  terhadap  pertanyaan/persoalan/tugas  yang diberikan  oleh  guru  setelah  kondisi  internal  belajar  ini  berinteraksi  dengan kondisi eksternal belajar.
The studying process consist of 3 (three) main components accorded on (Sagala,  2003), those are the external condition as the stimulus of the environmental in the studying process, the internal condition as the internal condition and the student cognitive process, and the studying result descripts the verbal information, intellectual skill, motoric skill, conduct, and cognitive strategy. The learning process results the changings are appeared in studying result and the student capability to the statement / problem / task are give by the teacher after this studying internal condition has interaction with learning external condition.

Johnson  dan  Rising  (Ruseffendi,  1992:  43)    menyatakan  bahwa matematika  adalah  pola  berpikir,  pola  mengorganisasikan  pembuktian  yang logis;  bahasa  yang  menggunakan  istilah  yang  didefinisikan  dengan  cermat, jelas,  dan  akurat,  representasinya  dengan  simbol  dan  merupakan  pengetahuan struktur  yang  terorganisasikan,  aksioma-aksioma,  sifat-sifat,  atau  teori-teori yang  telah  dibuktikan  kebenarannya;  serta  merupakan  suatu  seni, keindahannya  terdapat  pada  keteraturan  dan  keharmonisannya.  Kemudian Kline  (Ruseffendi,  1992:  44)  menyatakan  bahwa  matematika  itu  bukanlah pengetahuan  menyendiri  yang  dapat  sempurna  karena  dirinya  sendiri,  tetapi adanya  matematika  itu  terutama  untuk  membantu  manusia  dalam  memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Johnson  and  Rising  (Ruseffendi,  1992:  43) said that the mathematic is the thinking style, the style to organizate the realitation in logic; the language using the terminology is defenited with detail, real, and accuracy, its representation with symbole and as the structure knowledge is organized, axioms, adjectives, or theories were realitated the facts were true; and as the art, its beauty there is in its regularly and its harmony. Then Kline  (Ruseffendi,  1992:  44)  said that the mathematic is not alone knowledge can be perfect because by itself, but the existent of that mathematic in mainly to help people in understanding and holding the problems of social, economy, and earth.

Jadi,  matematika  dapat  digunakan  sebagai  suatu  bahasa  yang menterjemahkan  bahasa  yang  panjang  kedalam  bahasa  yang  sederhana  yaitu bahasa  matematika;  matematika  merupakan  pengetahuan  yang  diungkapkan melalui  bahasa  simbol  yang  jelas  dan  tepat  dan  sebagai  pola  berpikir  yang telah  dibuktikan  kebenarannya,  juga  sebagai  suatu  alat  yang  berguna  dalam menyelesaikan  permasalahan  yang  tidak  hanya  berasal  dari  matematika  itu sendiri  tetapi  juga  permasalahan  dari  bidang-bidang  ilmu  lain,  dengan  kata lain matematika adalah ilmu penunjang bagi ilmu-ilmu lainnya seperti sosial, ekonomi, dan alam.
So, the mathematic can be used as the language to translate the long language to the simple language is the mathematic language; the mathematic as the knowledge is disclosed through the symbole language in real and accuracy and as the thinking style was be fact for its true, so as the equipment has the advenatge in solving the problem not only beginning from that mathematic by itself but also the problems of other knowledge fields, with other word the mathematic is the supporter knowledge for other knowledges as social, economy, and earth.

Dalam  belajar  matematika  menurut  Thorndike  (Simanjuntak,  1993) belajar  harus  dengan  pengaitan  antara  pelajaran  yang  akan  dipelajari  dengan pelajaran  yang  telah  diketahui  atau  dipelajari  sebelumnya.  Hal  ini  dapat dimengerti    karena  pada  bagian  yang  sederhana  sekalipun  dalam  matematika masih  banyak  siswa  yang  belum  memahaminya,  banyak  konsep  yang dipahami  secara  keliru  sehingga  mereka  mengalami  kesulitan  dalam mempelajari  bagian  yang  lebih  tinggi  lagi.  Memahami  konsep  dasar  dalam belajar  matematika  sangat  penting,  karena  sangat  membantu  mempermudah pemahaman  saat  mempelajari  konsep  yang  lebih  tinggi.  Yang  dimaksud dengan konsep menurut Dienes (Ruseffendi, 2006) adalah struktur matematika yang  terdiri  dari  konsep  murni,  konsep  notasi,  dan  konsep  terapan.  Konsep murni  matematika  berkenaan  dengan  mengelompokkan  bilangan  dan hubungan  antara  bilangan  tanpa  mempertimbangkan  bagaimana  bilangan  itu disajikan, konsep notasi yaitu sifat-sifat bilangan sebagai akibat dari bilangan itu  disajikan  dan  konsep  terapan  yang  merupakan  aplikasi  konsep  murni  dan konsep notasi dalam pemecahan soal-soal matematika dan dalam bidang studi lain yang berhubungan.
In the mathematic learning accorded on Thorndike  (Simanjuntak,  1993) the learning must make the connecting between the learning will be studied with the learning was known or studied at before. This reality can be understood because in the simple part in the mathematic still any students don’t understand it, any concepts in studying the higher part again. To understand the basement concept in the mathematic learning be main priority, because it most helping to make easy the understanding when studying the higher concept. Its meant with concept accorded on  Dienes (Ruseffendi, 2006) is the mathematic structure consist of pure concept, notation concept, and the implementation concept. The concept of mathematic pure has the contact with grouping the numeral and the contact between the numeral without comparasion how that numeral is presented, and the implementation concept as the application of pure concept and the notation concept in solving the mathematic questions and in other studies have the contact with it.

d. Pendekatan Metakognitif  (The Metacognitive Approach).

Secara  harfiah,  metakognitif  bisa  diterjemahkan  sebagai  kesadaran berfikir,  berpikir  tentang  apa  yang  dipikirkan  dan  bagaimana  proses  berpikirnya. Atau dapat juga diterjemahkan sebagai suatu aktivitas individu untuk memikirkan kembali  apa  yang  telah  terpikir  serta  berpikir  sebagai  dampak akibat  dari  buah pikiran terdahulu.  Sharples  dan  Mathews  (1989)  mendefinisikan  metakognitif  sebagai keterampilan kompleks yang dibutuhkan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan  khusus  yang  kemudian  keterampilan-keterampilan  tersebut dikumpulkan  kembali  untuk  mendapatkan  suatu  strategi  belajar  yang  tepat terhadap suatu masalah dan atau isu-isu pada konteks yang berbeda.
In alphabetical, the metacognitive can be translated as the thinking conscious, thinking about what is thaught and how his thinking process. So it can be translated as the individual activity to think again what was thaught  and thinking as the effects of thinking result at before. Sharples  dan  Mathews  (1989)  defenited the metacognitive as the complex skill need be the student to hold the especially skill rearching out then those skills are collected again to accept the studying strategy in accuracy to the problem and or issues in different contex.

Menurut  Sharples  dan  Mathews  (1989)  terdapat  tujuh  komponen  utama dalam  metakognitif,  diantaranya  yaitu:  refleksi  kognitif,  strategi,  prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler dalam Sharples dan Mathews  berpendapat  berbeda  mengenai  komponen  metakognitif,  Holler mengungkapkan  bahwa  komponen-komponen  metakognitif  terdiri  dari  : kesadaran, monitoring, dan regulasi.  Weinstein  dan  Mayer  membagi  strategi  kognitif  menjadi  lima:  (1) strategi-strategi  menghafal  (rehersial  strategies),  (2) strategi-strategi  elaborasi (elaboration  strategies), (3) strategi-strategi  pengaturan  (organizing  strategies), (4) strategi-strategi  pemantauan  pemahaman  (comprehension  monitoring  strategies) atau  juga  disebut  strategi-strategi  metakognitif  (metacognitive  strategies),  dan (5) strategi-strategi afektif (affective strategies).
Accorded on Sharples  dan  Mathews  (1989)  there are 7 (seven) ain components in metacognitive, include are : cognitive reflection, strategy, prediction, connection, asking, helping, and application. Otherhand Holler inSharples and Mathews have the different argument about the metacognitive component, Holler appears that methacognitive components include are : conscious, monitoring, and regulation. Weinstein  and  Mayer devide the cognitive strategy be 5 (five) : (1) rehersial strategies, (2) elaboration strategies, (3) organizing  strategies, (4) comprehension  monitoring  strategies, or its mentioned too with metacognitive  strategies, and (5) affective strategies.

NCREL  (dalam  www.neat.tas.edu.au,  1995)  mengidentifikasi  indikator-indikator  metakognisi  dan  membaginya  menjadi  tiga  kelompok. Pertama, mengembangkan  rencana  aksi,  meliputi  pertanyaan-pertanyaan:  (1)  pengetahuan awal  apakah  yang  akan  menolongku  mengerjakan  tugas-tugas ?,  (2)  dengan  cara apakah saya mengarahkan pikiranku ?, (3) pertama kali saya harus melakukan apa ?, (4)  mengapa  saya  membaca  bagian  ini ?, dan (5)  berapa  lama  saya  menyelesaikan tugas  ini ?.  Kedua,  memantau  rencana  aksi,  meliputi  pertanyaan-pertanyaan:  (1) bagaimana saya melakukan aksi ?, (2) apakah saya berada pada jalur yang benar ?,  (3)  bagaimana  seharusnya  saya  melakukan ?,  (4)  informasi  apakah  yang  penting untuk diingat ?, (5) haruskah saya melakukan dengan cara berbeda ?, (6) haruskah saya menyesuaikan langkah-langkah aksi dengan tingkat kesukaran ?, dan (7) jika tidak memahami,  apakah  yang  perlu  dilakukan ?.  Ketiga,  mengevaluasi  rencana  aksi, meliputi pertanyaanpertanyaan : (1) seberapa baik saya telah melakukan  aksi ?, (2) apakah  cara  berpikirku  menghasilkan  lebih  banyak  atau  kurang  sesuai  dengan harapanku ?, (3) apakah saya telah melakukan secara berbeda ?, (4) bagaimana saya menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah  yang lain ?, dan (5) apakah saya perlu kembali mengerjakan tugas ini untuk mengisi ‘kekosongan‘ pemahamanku ?.
NCREL  (in www.neat.tas.edu.au,  1995) identified the metacognition indicators and devided it be 3 (three) groups. First, to develop the action planning, include questions : (1) what the beginning knowledge will helped me to do the tasks ?, (2) with what is method I steer my thinking ?, (3) for first time what will be done by me ?, (4) why I read this part ?, and (5) how long time I finish this task ?. The second, to observate the action planning, include questions : (1) how I do the action ?, (2) what is I am in true channel ?, (3) how must I do ?, (4) what is information is priority to remembered ?, (5) must I do with difference method, (6) must I macth the action steps with the difficult graduate ?, and (7) if I don’t understanding, what is need be done ?. Third, to evaluate the action planning, include questions : (1) how better I do the action ?, (2) what is my thinking method to result in more or less accorded my hopes ?, (3) what was done by me in difference method ?, and (5) what is need I shall do this task again to fill my understanding ‘vacuum’ ?.

Metakognitif  bisa  digolongkan  pada  kemampuan  kognitif  tinggi  karena memuat     unsur analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuh kembangnya  kemampuan  inkuiri  dan  kreativitas.  Oleh  karena  itu pelaksanaan  pembelajaran  semestinya  membiasakan  siswa  untuk  melatih kemampuan  metakognitif  ini,  bukan  hanya  sekedar  proses  berpikir  sepintas dengan makna yang dangkal.  Pembelajaran  dengan  pendekatan  metakognitif  mengarahkan  perhatian siswa  pada  apa  yang  relevan  dan  membimbing  mereka  untuk  memilih  strategi yang  tepat  untuk  menyelesaikan  soal-soal  melalui  bimbingan scaffolding (pertanyaan-pertanyaan arahan) (Cardelle, 1995).
Metacognitive can be grouped be high cognitive capability because loading the analysis unsure, shyntetic, and evaluation as the seed to grow the inquiry capability and creativity capability. Because of that the learning action must be make the student be usually to train this metacognitive capability, not only the thinking process in by the way with shallow meaning. The learning processing with the metacognitive approach directing the student attention to what si relevant and leading them to choice the accuracy strategy to solving the questions through scaffolding leading (Cardelle, 1995).

Di  bawah  pengaruh  teori  pembelajaran  kognitif,  pemecahan  masalah (problem  solving)  berkembang  menjadi  sebuah  sarana  untuk  merepresentasikan aktivitas  mental  yang  kompleks  (complex  mental  activity)  yang  merupakan keragaman kemampuan kognitif dan actions. Pemecahan masalah sendiri meliputi  kemampuan  berpikir  tingkat  tinggi  seperti  visualization,  association,  abstraction comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, dan generalization, yang dari tiap-tiap poin tersebut membutuhkan suatu pengaturan dan pengkoordinasian (Kirkley, 2003; Garofalo dan Lester, 1985).
Under the influence of cognitive learning theory, problem solving be growing be the media to representate the complex mental activity as the cognitive capability complex and actions capability complex. The solving problem by itself include high graduate thinking capability as visualization, association,  abstraction comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, and generalization, each of those point needs the regulating and coordinating (Kirkley, 2003; Garofalo and Lester, 1985).

Prosedur  pembelajaran  dengan  pendekatan  metakognitif,  mengadopsi model  Mayer  (Cardelle,  1995)  adalah  dengan  menyajikan  pelajaran  dalam  tiga tahapan, yaitu :
The learning procedure with metacognitive approach, adopting Mayer’s model (Cardelle, 1995) is with presenting the learning in 3 (three) steps, are :

1. Tahap pertama adalah diskusi awal (the first step is the beginning discussion).

Pada tahap ini, guru menjelaskan tujuan umum mengenai topik yang akan dan sedang  dipelajari.  Setiap  siswa  dibagikan  bahan  ajar  berupa  Lembar  Kerja Siswa. Proses penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan  yang  tertera  dalam  bahan  ajar  tersebut.  Kesalahan  siswa  dalam memahami  konsep,  diminimalisir  dengan    intervensi  guru.  Siswa  dibimbing untuk  menanamkan  kesadaran  dengan  bertanya  pada  diri  sendiri  saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar. Pada  akhir  proses  pemahaman  konsep,  diharapkan  siswa  dapat  memahami semua  uraian  materi  dan  menyadari  akan  apa  yang  telah  dilakukannya, bagaimana  melakukannya,  bagian  mana  yang  belum  ia  pahami,  pertanyaaan seperti  apa  yang  belum  terjawab,  bagaimana  cara  menemukan  solusi  dari pertanyaan tersebut.
In this step, the teacher explain the general achievement about the topic will be studied and studying. Each student is gave the learning material as The Student Work Sheet. The process to cultivate the concept in directly with answer the questions are wrote in the learning material. The mistake of student in understanding the concept, it is minmalized with the teacher intervention. The student is leaded to cultivate the understanding with ask to hisself when answer the questions are applied in the learning material. At the final of concept understanding process, its hoped the student can to understand all material explainations and anderstanding what was done by him, how to do it, what is part not yet understood by him, what is question kind not yet answered, how the method to discovery the solution from that question.

2. Tahap kedua adalah siswa bekerja secara mandiri untuk memecahkan  soal.  Siswa  diberikan  persoalan  dengan  topik  yang  sama  dan  mengerjakannya secara  individual.  Guru  berkeliling  kelas  dan  memberikan  feedback  secara interpersonal  kepada  siswa.  Feedback  metakognitif  akan  menuntun  siswa untuk  memusatkan  perhatiannya  pada  kesalahan  yang  siswa  lakukan  dan memberikan  petunjuk  agar  siswa  dapat  mengoreksi  kesalahannya  tersebut. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan.
2. The second step is the student working in independent to solving the question. The student is gave the problem with same topic and working it with individual. The teacher walking around the class room and giving the feedback with interpersonal method to the student. The metacognitive feedback will lead the student to make centre his attention to the mistake is done by the student and giving the reference so the student can to correct his mistake. The teacher helps the student to control his thinking method, not only giving the true answer when the student making the mistake.

3. Tahap  ketiga  adalah  membuat  simpulan  atas  apa  yang  dilakukan  di  kelas dengan menjawab pertanyaan. Penyimpulan  yang  dilakukan  siswa  merupakan  rekapitulasi  dari  apa  yang dilakukan  di  kelas.  Pada  tahap  ini  siswa  menyimpulkan  sendiri,  dan  guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
3. The third step is making the sonclusion for what is done in the class room with answer the question. The conclusion making processing is doing by the student as the recapitulation about what is done in the class room. In this step the student making the conclusion by hisself, and the teacher leads with giving the questions.

e. Teori Belajar Yang Mendukung (The Learning Theory as Supporter).

Pada  hakikatnya,  belajar  adalah  suatu  aktivitas  yang  mengharapkan perubahan  tingkah  laku  (behavioral  change)  pada  individu  yang  belajar.  Proses belajar  merupakan  proses  yang  komplek  dan  senantiasa  berlangsung  dalam berbagai  situasi  dan  kondisi.  Percival  dan  Ellington  (1984)  menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box).  Masukan  (input)  untuk  sistem  pendidikan  atau  sistem  belajar  terdiri  dari orang, informasi, dan sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/peserta didik  dengan  penampilan  yang  lebih  maju  dalam  berbagai  aspek.  Di  antara masukan  dan  keluaran  terdapat  black  box  yang  berupa  proses  belajar  atau pendidikan.
In its essential, the studying as the activity hopes the behavioral change to the individual studying. The studying process as the complex process and always doing in any situations and any conditions. Percival  dan  Ellington  (1984)  descripted the education system model in the learning process in black box shape. In put for the education system or the learning system consist of people, information, and other soureces. The ouput consist of people / the student with more progressive performance in any aspects. In input and output there are black box as the learning process or education process.

Ada  beberapa  pakar  pendidikan  yang  teori  serta  pandangannya  bisa digunakan sebagai acuan ketika berbicara mengenai konsep belajar terutama yang berhubungan  dengan  pembelajaran  yang  menggunakan  pendekatan  metakognitif yaitu Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Semminovich Vygotsky (1896-1934).
There are any education experts with their theories and their views can be used as the references when talking about the learning concept in mainly has the contact with the learning processing use metacognitive approach are Jean Piaget (1896-1980) and Lev Semminovich Vygotsky (1896-1934).

1. Teori Belajar Jean Piaget (Jean Piaget’s Learning Theory).

Piaget  dalam  Suparno  (2001)  membedakan  belajar  dengan  dua  buah pemaknaan.  Yang  pertama  adalah  belajar  dalam  arti  sempit.  Dalam  konteks  ini,  belajar  adalah  sebuah  proses  yang  hanya  menekankan  pada  perolehan  informasi baru.  Belajar  dalam  pengertian  ini  sering  disebut  sebagai  belajar  figuratif  (suatu belajar yang lebih bersifat pasif). Kedua adalah belajar dalam arti luar, yang juga lebih  sering  disebut  sebagai  perkembangan,  di  mana  manusia  belajar  untuk menemukan  dan  memperoleh  struktur  pemikiran  yang  lebih  umum  dan  dapat digunakan  dalam  berbagai  situasi.  Belajar  dalam  konteks  ini,  sering  pula  disebut sebagai belajar operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari hal-hal yang baru ia pelajari.
Piaget in Suparno (2001) made the difference of learning with 2 (two) meanings. The first is learning in narrow meaning. In this contex, the learning is the process with pressure to new information is accepted only. The learning in this meaning often mentioned as the figurative learning (the learning in more passive adjective). The second is the learning in outside meaning, so its often mentioned as the development, where the people studies to discovery and to cacth the thinking structure in more generally and it can be used in any situations. The learning in this contex, so often mentioned as the operative learning, where someone in active to construct the structure from things are studied by him at up to date.

Tiga  prinsip  utama  pembelajaran  yang  dikemukakan  Piaget  dalam Wijayanti (2008), antara lain :
3 (Three) main principles of learning processings are appeared by Piaget  in Wijayanti (2008), include :

a.  Belajar Aktif (The Active Learning).

Proses  pembelajaran  adalah  proses  aktif,  karena  pengetahuan  terbentuk  dari dalam  subyek  belajar.  Untuk  membantu  perkembangan  kognitif  anak, kepadanya  perlu  diciptakan  suatu  kondisi  belajar  yang  memungkinkan  anak belajar  sendiri,  misalnya :  melakukan  percobaan  sendiri;  memanipulasi simbol-simbol;  mengajukan  pertanyaan  dan  mencari  jawabannya  sendiri; dan membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
The learning process is the active process because the knowledge was made from the inside of stdying subject. To help the cognitive development of child, to him need be made the learning condition may be the child studying b hisself, example :to do the experiment by hisself; to manipulate the symbols; to apply the question and looking for the answer by hisself; and  to comparative his discovery by hisself with his friend’s discovery.

b. Belajar melalui interaksi  sosial  (The  learning  processing  through the  social interaction).

Dalam  belajar  perlu  diciptakan  suasana  yang  memungkinkan  terjadinya interaksi  di  antara  subyek  belajar.  Menurut  Piaget  belajar  bersama  baik dengan  teman  sebaya  maupun  orang  yang  lebih  dewasa  akan  membantu perkembangan  kognitif  mereka.  Karena  tanpa  kebersamaan  kognitif  akan berkembang  dengan  sifat  egosentrisnya.  Dan  dengan  kebersamaan  khasanah kognitif  anak  akan  semakin  beragam.  Hal  ini  memperkuat  pendapat  dari  J.L. Mursell.
In the learning processing need be made the condition may be there is the interaction between the learning subject. Accorded on Piaget the learning at together with same age or older will help their cognitive development. Because without the solidarity so the cognitive will grow with its egocentre adjective. And with the solidarity of cognitive essential  so the child will be more variant. This reality will strong J.L. Mursell’s argument.

c. Belajar melalui pengalaman sendiri (the learning through its experience by hissself).

Dengan  menggunakan  pengalaman  nyata  maka  perkembangan  kognitif seseorang  akan  lebih  baik  daripada  hanya  menggunakan  bahasa  untuk berkomunikasi.  Berbahasa  sangat  penting  untuk  berkomunikasi  namun  jika tidak  diikuti  oleh  penerapan  dan  pengalaman  maka  perkembangan  kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
With using the real experience so the cognitive development of the child will be more than using the language to communication only. To languang is main priority to communication but if its not followed by the implementation and the experience so the somenone’s cognitive development will tendency be verbalism.

Teori  belajar  Piaget  ini  sejalan  dengan  temuan  Cardele-Elawar  dalam Suzana  (2004)  mengenai  proses  metakognisi  yang  seharusnya  terjadi  dalam  diri siswa.  Cardele-Elawar  menjelaskan  bahwa  proses  metakognisi  adalah  strategi pengaturan  diri  dalam  memilih,  mengingat,  mengenali  kembali, dan  mengorganisasi informasi yang dihadapinya serta menyelesaikan masalah.
This Piaget’s learning theory equal to with  Cardele-Elawar’s discovery in Suzana (2004) abouth the metacognition process must be happen in student self. Cardele-Elawar  explained that the metacognition process is the strategy to manage self with choice, remember, to know again, and to organizate the information are met by him and solving the problem.

2. Teori Belajar Lev Semminovich Vygotsky (Lev Semminovich Vygotsky’s Learning Theory).

Menurut  Vygotsky,  terdapat  hubungan  yang  erat  antara  pengalaman sehari-hari  dengan  konsep  keilmuan  (scientific),  tetapi  ada  perbedaan  secara kualitatif  antara  berpikir  kompleks  dan  berpikir  konseptual.  Berpikir  kompleks didasarkan  atas  kategorisasi  objek  berdasarkan  suatu  situasi,  sedangkan  berpikir konseptual  berbasis  pada  pengertian  yang  lebih  abstrak.  Ia  menegaskan  bahwa pengembangan  kemampuan  menganalisis,  membuat  hipotesis,  dan  menguji pengalaman pada dasarnya terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak  ditentukan  oleh    pengalaman  sehari-hari,  tetapi  lebih  tergantung  pada  tipe spesifik interaksi sosial (Palmer, 2006).
Accorded on Vygotsky, there is the tight relation among the daily experience with the scientific concept, but there is the diffence in quantitative between complex thinking and conceptual thinking. The complex thinking is based on the object categorization based on the situation, otherhand the conceptual thinking based on the meaning in more abstract. He say it with real that the capability development to analysis, make the hyphothesis, and to test the experience in its basement is separated from the daily experience. This capability is not indicated by the daily experience, but more depend to the specific type of social interaction (Palmer, 2006).


Hal ini sejalan dengan pernyataan Slavin (1997) yang menyatakan bahwa  penekanan  teori  Vygotsky  terletak  pada  hakikat  sosio-kultural  dalam pembelajaran.  Vygotsky  yakin  bahwa  pembelajaran  akan  terjadi  apabila  hal-hal yang  dipelajari  siswa  masih  berada  dalam  jangkauan  kemampuannya  (Zone  of Proximal Development). Ia juga yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam kerjasama antar siswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi tersebut terserap ke dalam benak masing-masing siswa. Ada  dua  konsep  penting  dalam  teori  Vygotsky  (Slavin,  1997,  Suharta, 2004)  yaitu  Zone  of  Proximal  Development  dan  Scaffolding.    Zone  of  Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang  didefinisikan  sebagai  kemampuan  pemecahan  masalah  secara  mandiri  dan perkembangan  potensial  yang  didefinisikan  sebagai  kemampuan  pemecahan masalah  di  bawah  bimbingan  orang  dewasa  atau  melalui  kerjasama  dengan  teman sejawat  yang  lebih  memiliki  kemampuan.  Sedangkan  Scaffolding  merupakan bantuan  yang  diberikan  kepada  siswa  untuk  belajar  dan  memecahkan  masalah.


It equal to Slavin’s statement (1997) said that Vygotsky’s theory pressure has the position to the essential of socio-cultural in the learning processing. Vygotsky has the faith that the learning processing will be happen if things are learnt by the student still there is in his capability reach out (Zone  of Proximal Development). So he has the faith that the mental function is higher in generally appearing in networking inter students before the mental function is higher is absorbed to eah mindset of student. There are 2 (two) main concepts in Vygotsky’s theory  (Slavin,  1997,  Suharta, 2004)  is Zone  of  Proximal  Development  dan  Scaffolding.    Zone  of  Proximal Development (ZPD) as the distance between its reality development graduate is defenited as the capability of solving problem in independent and the potential development is defenited as the capability of solving the problem under led adult people or through networking with same age friends have higher capabilities. Otherhand scaffolding as the helping is gave to the student to learn and solving the problem.


Bantuan  tersebut  dapat  berupa  petunjuk,  dorongan,  peringatan,  menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan masalah, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkingkan siswa itu belajar mandiri.  Pembelajaran  dengan  menggunakan  pendekatan  metakognitif  yang dikembangkan,  memberikan  ruang  bagi  penerapan  teori  Vygotsky  yang  cukup besar  terdapat  pada  fase-fase  pembelajarannya.  Dalam  mengkonstruksi konsep/prinsip,  dan  melatih  keterampilan,  siswa  diberikan  keleluasaan  untuk bereksplorasi  dengan  pemahaman  dasar  yang  dimiliki,  guru  hanya  memberikan bantuan  (atau  intervensi)  seperlunya  saja.  Guru  hanyalan  berperan  sebagai katalisator  dalam  proses  pengkonstruksian  pengetahuan  siswa.  Siswa  dituntut untuk mandiri secara individual dan kelompok. Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997), dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia  melihat  persoalan  dan  apa  yang  akan  dibuatnya  dengan  persoalan  itu,  ini  berarti siswa telah melakukan refleksi tentang apa yang dipikirkan dan dilakukan.

The helping can be shapes of reference, supporting, warning, to interpretate the problem to the steps of solving the roblem, giving the example, and other actions may be that student learning in independent. The learning processing with using metacognitive approach is developed, giving the opportunity to implementate Vygotsky’s theory is enough big there are in its learning processing phases. In constructing the concept / the principle, and training the skill, the student is gave the big opportunity to explorate with the basement understanding is owned by him, the teacher has the function to give the helping (or intervention) only with normality. The teacher has the function as the catalizator in the construction processing of student’s knowledge. The student is claimed to be independent in individual and group. Accorded on  Von Glasersfeld (in Suparno, 1997), in student learning group must appear how he look at the problem and what will be did by him with that problem, this is meaning the student did the reflection about what si thought and did.

Menurut  Suparno  (2001),  pendekatan  metakognitif    berpandangan  bahwa proses belajar diawali dengan konflik kognitif yang kemudian diatasi oleh peserta didik dengan membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi sosial dengan lingkungannya.

Accorded on Suparno  (2001), metacognitive approach has the vision that the learning process is began with cognitive conflict then solved by the student with building his knowledge by hisself theough the social interaction with his environment.   

f.  Penelitian yang Relevan (The Relevant Research).

Permasalahan  mengenai  kemampuan  pemecahan  masalah  tematis, penalaran  matematis  dan  pembelajaran  dengan  pendekatan  metakognitif   bukanlah  kajian  yang  baru  di  dunia  pendidikan  matematika.  Beberapa  penelitian sebelumnya mengungkap permasalahan-permasalahan tersebut secara terpisah. Terkait  dengan  kemampuan  penalaran  dan  pemecahan  masalah, diantaranya  adalah  studi  Sumarmo  (dalam  Sanusi,  1993)  dengan  mengambil sampel  guru  matematika  SMP  dan  siswanya,  menemukan  bahwa  kemampuan pemecahan  masalah  matematika  guru  SMP  di  Kota  Bandung  masih  tergolong kurang baik. Kemudian oleh Soekisno (2002) ditemukan bahwa strategi heuristik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMU lebih baik  dibandingkan  dengan  siswa  yang  hanya  mendapatkan  pembelajaran  dengan pendekatan konvensional. Begitu pula dengan kajian yang dilakukan oleh Sukarjo (2007),  yang  menyimpulkan  bahwa  model  pembelajaran  kooperatif  tipe  Jigsaw disertai  pemberian  keterampilan  bertanya  dapat  meningkatkan  kemampuan pemecahan masalah matematis siswa lebih baik daripada kemampuan siswa yang menggunakan proses pembelajaran konvensional.

The problem about the capability of solving the thematic problem, the mathematic reasoning and the learning processing with metacognitive approach is not new research in field of mathematic education. Any researches at before appeared those problems in separating. Its contact with reasoning capability and solving the problem, include is Sumarmo’s study  (in  Sanusi,  1993) with taking the sample is mathematic teacher of Yunior High School and his students, he discovered that the capability to solve the mathematic problem by the teacher of Yunior High School in City Bandung still grouped in bad. Then by Soekisno (2002) discovered the heuristic strategy can to increase the capability of solving the student mathematic problem  of Senior High School in better is compared with the student accept the learning processing with conventional approach. So thus with the research is did by Sukarjo (2007),  he made the conclusion that the cooperative learning processing model of Jigsaw type is followed by giving the asking skill can to increase the capability of solving the student mathematic problem in better than the capability of student with using the conventional learning process.   

Ditinjau  dari  sudut  pandang  pendekatan  metakognitif,  Suzana  (2003), yang  mengangkat  ide  mengenai  peningkatkan  kemampuan  pemahaman  dan penalaran  matematik  siswa  SMU  melalui  pembelajaran  dengan  pendekatan metakognitif dalam penelitiannya, mengungkapkan bahwa pendekatan metakognitif yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan  pemahaman  dan  penalaran  matematis  siswa  SMU.  Bukan  hanya itu,  Suzana  (2003)  juga  mengungkap  bahwa  pembelajaran  dengan  menggunakan pendekatan  metakognitif  dapat  meningkatkan  aktivitas  siswa,  dan  memberikan kesempatan  pada  siswa  untuk  dapat  belajar  secara  mandiri  dan  mengurangi kecenderungan pembelajaran matematika yang berpusat pada guru. Sementara itu, Maulana  (2007),  mengungkapkan  bahwa  kemampuan  berpikir  kritis  mahasiswa PGSD  yang  mendapatkan  pembelajaran  matematika  dengan  pendekatan metakognitif  lebih  baik  secara  signifikan  dibandingkan  dengan  mahasiswa  yang belajar matematika dengan menggunakan pendekatan konvensional.

Its observed from the metacognitive approach vision angle, Suzana  (2003), he appear the idea about to icrease the understanding capability and the reasoning capability of student mathematic of Senior High School through the learning processing with the metacognitive approach in her research, he appeared that the metacognitive approach is used in the mathematic learning processing can to increase the mathematic understanding and the mathematic reasoning of student of Senior High School. Not only that, so Suzana  (2003)  appeared that the learning processing with using the metacognitive approach can to increase the student activity, and giving the opportunity to the student to can study with independent and decrease the tendency to the mathematic learning processing was centred to the teacher. Otherhand, Maulana  (2007), he appeared that the critic thinking capability of student of The Teaching Education for Elementary School accept the mathematic learning processing with the metacognitive approach be better in significant is compared with the studet studying the mathematic with using the conventional approach.

g. Perangkat Lunak (software) WinGeom (WinGeom’s Software).

Berbagai  perangkat  lunak  (software)  matematika  yang  berkaitan dengan geometri banyak dijumpai saat ini, baik yang komersial maupun yang dapat diunduh secara bebas di internet. Beberapa perangkat lunak matematika yang  berkaitan  dengan  geometri  tersebut  misalnya  Geogebra,         Geometers ketchpad,  Cabri,  WinGeom,  dan  lain-lain.    WinGeom  merupakan  perangkat lunak yang dapat diunduh secara bebas melalui internet serta dapat dikopi oleh pengguna  lain  dengan  mudah.  Sebagai  alat  bantu  atau  media  pembelajaran perangkat  lunak  ini  mempunyai  kelebihan  karena  dapat  mengkonstruksi bangun geometri dimensi dua dan tiga secara teliti tanpa harus menggunakan perangkat  lunak  berbeda.  Sedangkan  pada  perangkat  lunak  geometri  lain seperti Cabri  terdiri dari dua perangkat lunak terpisah yaitu Cabri geometry II untuk  menggambarkan  bangun  dimensi  dua  dan  Cabri  geometry  III  untuk bangun dimensi tiga. Bahkan tidak sedikit perangkat lunak  yang hanya untuk bangun ruang dimensi dua.

Any softwares of mathematic have the contact with geometry are met in more at today, in commercial or can be downloaded in free in internet. Any mathematic softwares have the contacts with geometry as samples Geogebra, Geometers ketchpad,  Cabri,  WinGeom, and others. WinGeom as the software can be downloaded iin free in internet and can be copied by other user with easy. As the equipment or the learning processing media this software has the exceed because it can to construct the geometry room of 2 (two) dimentions and 3 (three) dimentions in accuracy without must using the different software. Otherhand in other geometry software as Cabri consist of 2 (two) softwares in separated are Cabri geometry II to draw 2 (two) dimention room and  Cabri  geometry  III  for 3 (three) dimentions room. Moreover not few the software to 2 (two) dimentions room only.

Penggunaan WinGeom sangat sederhana, karena tersedianya fitur-fitur yang  langsung  dapat  digunakan  untuk  menggambarkan  bangun  dimensi  tiga yang  diinginkan.  Gambar  dapat  disorot,  diputar  sehingga  dapat  dilihat  dari berbagai  sudut  dan  dianimasi  dalam  berbagai  cara.  Bangun  ruang  yang digambar  dapat  terlihat  rusuk  maupun  sisi  belakang  dari  bangun  tersebut. Pengguna dapat mengkonstruksi bangun ruang tersebut dengan membuat garis yang  menghubungkan  titik-titik  dalam  bangun  ruang  dimensi  tiga.  Pengguna dapat  pula  menentukan  panjang  garis  yang  dikonstruksi  pada  bangun  ruang dan dapat menentukan besar sudut pada bangun ruang tersebut. Gambar dapat disalin (copy) ke clipboard sehingga bisa disajikan dalam window lain seperti Microsoft Word.

The using of WinGeom is most simple, because the availabilities of fitures in directly can be used to draw the 3 (three) dimentions room is wanted. The picture can be zoomed, rotated so can be saw from any angles and anymmated in any methods. The dimention room is drew can be saw the flank or behind side from that dimention room. The user can to construct the dimention room with making the line to contact the points in 3 (three) dimentions room. So the user can to indicate the long of line is constructed in dimention room and can to indicate the size of angle in that dimention room. The picture can be copied to clipboard so it can be presented in other window as Microsoft Word.  

h. Pembelajaran Matematika Berbantuan WinGeom (The Mathematic Learning Processing with Using WinGeom).

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, ditinjau dari fasilitas  yang ada,  terdapat  dua  pendekatan  yang  dapat  dilakukan,  yaitu  pendekatan  kelas dan  pendekatan  laboratorium.  Pendekatan  kelas  digunakan  jika  tidak  cukup tersedianya  komputer  bagi  siswa.  Pendekatan  ini  cukup  memerlukan  satu komputer  dengan  dukungan  viewer  (proyektor  untuk  komputer).  Guru  dapat membuat presentasi materi pembelajaran  yang menarik dan menantang,  yang memperhatikan  aspek  visual,  animasi  yang  menarik,  dan  pertanyaan-pertanyaan  bagi  siswa  yang  mendukung  pemahaman  konsep.  Siswa-siswa diberikan  kesempatan  untuk  mengajukan  pertanyaan-pertanyaan  yang  unik dan  berbeda  yang  berkaitan  dengan  materi  yang  dibahas.  Sehingga  muncul ide-ide baru dalam pikiran mereka dalam proses pembelajaran. Jika  tersedia  fasilitas  komputer  yang  mencukupi  (idealnya  satu komputer  untuk  satu  siswa),  maka  dapat  dilakukan  pendekatan  laboratorium.

In the action of the learning processing activity, its observed the facility there is, there are 2 (two) approaches can be did, those are the class room approach and the laboratory approach. The class room approach is used if the computer not enough availaibility for the student. This approach enough need one computer with supported by viewer (the projector for computer). The teacher can to make the presentation of learning material with interesting and challenge, it look at the visual aspect, the animation in interesting, and the questions for the students to support the concept understanding. The students are gave the opportunity to apply the questions in unique and difference have the contact with the material is learning. So it appears the new ideas in their brains in the learning process, if the computer facility with enough availaibility (its ideal one computer for one student), so it can be did the laboratory approach.

Dalam  pendekatan  ini  guru  menyusun  lembar  kegiatan  bagi  siswa.  Lembar kegiatan  siswa  berisi  serangkaian  tugas  atau  kegiatan  yang  harus  dikerjakan siswa  untuk  mengkonstruksikan  pengetahuan  menuju  suatu  konsep  tertentu dan  pertanyaan  sebagai  latihan  yang  harus  dikerjakan  siswa  untuk memantapkan konsep yang didapat. Dalam  penelitian  ini  pembelajaran  matematika  dilakukan  dengan memodifikasi  kedua     pendekatan pembelajaran  tersebut.  Pendekatan laboratorium  dilakukan  untuk  pengenalan  pengoperasian  program  WinGeom, memahami konsep awal dari materi dimensi tiga, membantu mengembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa, dan untuk memberikan kesempatan bagi  siswa  melakukan  eksplorasi  dalam  mengembangkan  proses  berpikir kreatif  matematik  siswa.  Pendekatan  kelas  dilakukan  untuk  melatih kemampuan  komunikasi  mereka  secara  manual  dan  melatih  kemampuan berpikir kreatif matematik siswa dalam memecahkan masalah  yang berkaitan dengan materi dimensi tiga.

In this approach the teacher composes the activity sheet for the student. The Student Activity Sheet consist of task package or the activity must be did by the student to construct the knowledge has the aim to the concept and the asking as the exercise must be did by the student to fix the concept is accepted. In this research the mathematic learning processing is did with modify 2 (two) of those learning approach. The laboratory approach is did toin introduce how to operate the WinGeom program, to understand the beginning concept of 3 (three) dimentions material, to help to develop the mathematic communication capability of student, and to give the opportunity for the student to do the exploration in developing the mathematic creative thinking process of the student. The class approach is did to train their communication capability in manual and training the mathematic creative thinking capability of the student in solvig the problem has the contact with the three dimentions material.

Proses  berpikir  kreatif  matematik  siswa  dapat  dikembangkan  dengan memberikan  sebuah  masalah  yang  berkaitan  dengan  materi  dimensi  tiga seperti  menentukan  jarak  dalam  bangun  ruang.  Siswa  mencari  langkah-langkah      penyelesaian masalah tersebut dengan mengamati dan mengeksplorasi gambar yang mereka buat dengan bantuan WinGeom. Hal ini memungkinkan  siswa  untuk  mencoba  berbagai  cara  dalam  menyelesaikan masalah tersebut. Penggunaan lembar kegiatan siswa dapat disesuaikan dengan masing-masing pendekatan pembelajaran.  Lembar kerja  siswa pada pendekatan kelas berisi pertanyaan atau latihan  yang diselesaikan secara manual dengan kertas dan pensil.

The mathematic creative thinking process of the student can be developed with giving the case has the contact with three dimentions material as to indicate the distance in room dimention. The student looking for the steps of solving the problem with observate ad explorate the picture is made by them with using WinGeom. This reality may be the student to try any methods in solving the problem. The using of The Student Working Sheet can be accorded on each the learning processing approach. The Student Working Sheet in the class room approach has the content of the question or exercise are solved with manual with paper and pencil.

i.  Dimensi Tiga (Three Dimentions).

Menurut  NCTM (1989: 157) pada kelas 9 – 12, kurikulum matematika harus  memasukkan  belajar  berkelanjutan  tentang  geometri  dimensi  dua  dan dimensi  tiga  sehingga  setiap  siswa  dapat  (1)  menginterpretasikan  dan menggambarkan objek-objek dimensi tiga; (2) merepresentasikan situasi  dari suatu  masalah  dengan  menggunakan  model  geometri  dan  menerapkan  sifat-sifat  dari  bangun-bangun  tersebut;  (3)  mengklasifikasikan  bangun-bangun tersebut  dalam  syarat-syarat  kekongruenan  dan  kesamaan  dan  menerapkan hubungan-hubungannya; dan (4)  menyimpulkan  sifat-sifat,  dan  hubungan-hubungan antara bangun-bangun dari asumsi-asumsi yang diberikan. Materi  dimensi  tiga  di  SMA  pada  kelas  X,  membahas  tentang kedudukan  titik,  garis,  dan  bidang  dalam  bangun  ruang,  menentukan  jarak pada bangun ruang dan menentukan besar sudut pada bangun ruang.

 Accorded on  NCTM (1989: 157) in graduates of 9th – 12th, the mathematic curriculum must enter the continiouity learning about the 2 (two) dimentions geometry and 3 (three) dimentions geometry so every student can to (1) to interpretate and to draw the three dimentions objects ; (2) to representate the situation of the problem with using geometry model and implementating the adjectives of those rooms; (3) to classify those room dimentionals in congruence requirements and equality and the implementation of its relations; and (4) and making the conclusion of adjectives, and relations among room dimentions from the assumptions are gave. The three dimention material in Senior High School at graduate Xth, to learn about the positions of point, line, and sector in the room dimention, to indicate the distance in room dimentional and to indicate the size of angle in room dimentional.

j.  Sikap Siswa  (The Student Conduct).

Menurut Mcleod (Zan & Martino, 2007) definisi sederhana dari sikap digambarkan  sebagai  derajat  positif  atau  negatif    dari  pengaruh  yang berhubungan  dengan  subjek  tertentu.  Berdasarkan  hal  tersebut  maka    sikap terhadap  matematika  adalah  disposisi  emosional  positif  atau  negatif  terhadap matematika. Sedangkan Hart (Zan & Martino, 2007) mengungkapkan definisi sikap  multidimensi  yang  dikenal  dengan  tiga  komponen  dalam  sikap,  yaitu respon emosional, kepercayaan yang sesuai dengan subjek, dan tingkah laku yang berkaitan  dengan  subjek. 

Accorded on Mcleod (Zan & Martino, 2007) the simple definition of the conduct is descripted as the degrees of positive or negative from the influence has the contact with the subject. Based on the reality was mentioned so the conduct to mathematic is emotional disposition in positive or negative to mathematic. Otherhand Hart (Zan & Martino, 2007) appeared the definition of multidimentional conduct is knew with 3 (three) components in conduct, those are the emotional respond, the faith accorded on subject, and the attitude has the contact with subject.

Oleh  karena  itu,  sikap  individual  terhadap matematika  dinyatakan  dalam  cara  yang  lebih  kompleks  dengan  emosi  yang berhubungan  dengan  matematika  yang  memiliki  nilai  positif  atau  negatif, kepercayaan individu tentang matematika, dan bagaimana tingkah laku mereka. Daskalogianni  dan  Simpson  (Zan  &  Martino,  2007) mengemukakan definisi bidimensi, sikap siswa terhadap matematika dilihat sebagai emosi dan kepercayaan  yang  berhubungan  dengan  matematika.  Menurut  Mayes  (Pierce, Stacey, dan Barkatsas, 2007) menyatakan bahwa sikap dapat dipengaruhi oleh pengalaman  terbaru,  serangkaian  pengalaman  yang  mengembangkan  sikap positif  atau  negatif  yang  dapat  memperbesar  perkembangan  sikap  yang persisten  dan  bahkan  kepercayaan  yang  dipegang  secara  mendalam  dan  kuat mempengaruhi  tingkah  laku  di  masa  depan.  Sikap  umumnya  dibedakan  dari kepercayaan, karena sikap lebih moderat dalam durasi, intensitas, dan stabilitas serta  memiliki  materi  emosional.  Sedangkan  kepercayaan  lebih  stabil  dan tidak mudah berubah.

Because of that, the individual conduct to the mathematic is mentioned with more complex with the emotion has the contact with the mathematic has the positive value and the negative value, the individual faith about mathematic, and how their attitude. Daskalogianni  and  Simpson  (Zan  &  Martino,  2007) appeared the bidimention definition, the student conduct to mathematic is saw as the emotion and the faith have the contact with mathematic. Accorded on Mayes  (Pierce, Stacey, dan Barkatsas, 2007) said that the conduct can be influenced by the newly experience, the any experiences develop the positive conduct and the negative conduct can to make bigger the conduct development with persistent conduct and moreover the faith is held in deeply and strong influence the attitude at next future. Its general conduct is differenced from the faith, because the conduct in more moderate in duration, intensity, and stability and has the emotional material. Otherhand the faith in more stabil and not easy changing. 

Pengertian  tersebut  menjelaskan  bahwa  sikap  seseorang  terhadap sesuatu  yang  melibatkan  persepsi  atau  pandangan  dan  emosi  orang  tersebut. Sikap  seseorang  dapat  berubah  setelah  dia  mendapat  pengalaman  baru.  Oleh karena  itu,  sikap  siswa  terhadap  matematika  dan  pembelajaran  matematika berbantuan  WinGeom  merupakan    sikap  yang  menunjukan  rasa  sukanya terhadap  matematika  dan  pembelajaran  matematika,  kesungguhannya  dalam pembelajaran  matematika,  dan  apresiasinya  terhadap  soal-soal  kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematik siswa.

The meaning explains that the someone’s conduct to something has the contact the perception or the  vision and the emotion of that people. Someone’s conduct can be influenced after he accepted new experience. Because that, the student to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom as the conduct his like sense to the mathematic and the mathematic learning processing, his seriously in the mathematic learning, and his appretiation to the questions of creative thinking capability and the student mathematic communication.

k. Penelitian yang Relevan (The Relevant Research).

Jiang  (1993)  dalam  jurnalnya  menyatakan  penggunaan dynamic geometry  software  dapat  menstimulasi  siswa  dalam  menyelesaikan  masalah dan  menyediakan  cara  mudah  dan  meyakinkan  untuk  menguji  atau membuktikan  jawaban.  Sebuah  penelitian  tindakan  kelas  dilakukan  oleh Harmiati  dan  Rahayu  (2008)  di  Yogyakarta  untuk  mengetahui  pengaruh pembelajaran  berbantuan  komputer  terhadap  motivasi  anak  dan  pemahaman keruangan  dengan  menggunakan  software  WinGeom  yang  hasil  penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan berbantuan komputer lebih memotivasi anak dan meningkatkan pemahaman keruangan siswa.  Penggunaan  WinGeom  dalam  penelitian-penelitian  tersebut  karena  software  ini  memungkinkan  visualisasi  sederhana  dari  konsep  geometri  yang rumit  dan  membantu  siswa  memahami  konsep  tersebut.  Siswa  dapat mengekplorasi  gambar  yang  mereka  buat  dengan  bantuan  WinGeom  dalam menyelesaikan masalah  yang berkaitan dengan dimensi tiga. Oleh karena itu, terdapat  dugaan  bahwa  pemanfaatan WinGeom  dalam  pembelajaran matematika  dapat  membantu  meningkatkan  kemampuan  berpikir  kreatif  dan komunikasi matematik siswa.

Jiang (1993) in his journal says using the dynamic geometry software can stimulate the student in solving the problem and preparing the easy method and be faith to test or to realitate the answer. A research of class room action is did by Harmiati  and  Rahayu  (2008)  in Yogyakarta to know the learning processing influence with using  the computer to motivate the children and the room dimentional understanding with using software  WinGeom  with the research result indicates that the learning processing with using computer be more motivate the children and to increase the student room dimension understanding. The using of  WinGeom in those researches because this software may the simple visualization of the difficult geometry concept and to help the student to understand that concept. The student can to explorate the picture is made by them with using WinGeom in solving the problem has the contact with 3 (three) dimentions. Because of that, there is the assumption that the using of WinGeom in the mathematic learning processing can to help to increase the creative thinking capability and the student mathematic communication.

1.  Hipotesis Penelitian (The Research Hypothesis).

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Based on the formulation making processing of the problem was appeared at before, so the hyphotesis in this research is :

1.  Ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan pemahaman konsep antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in increasing the concept understanding between the class is implemented the inquiry method combination and flashback learning processing with the class room is implemented the inquiry method).

Ho : µ1 = µ2

H1 : µ1 ≠ µ2

Dengan (with) :          

Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan pemahaman konsep antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is not the significant different in the concept understanding increasing between the class room is implemented the inquiry method combination and the flash back learning processing with the class is implemented the inquiry method).

H1: Ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan pemahaman konsep antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in the concept understanding increasing among the class room is implemented the inquiry method combination and the flash back learning processing with the class room is implemented the inquiry method).

2.  Ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in the critic thinking capability increasing among the class room is implemented the inquiry method combination and the flash back with the class room is implemented the inquiry method).

Ho : µ1 = µ2

H1 : µ1 ≠ µ2

dengan (with) :

Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is not the significant different in critic thinking capability increasing among the class room is implemented the inquiry method combination and flash back with the class room is implemented the inquiry method).

H1: Ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in the critic thinking capability increasing among the class room is implemented the inquiry method combination and the flash back learning processing with the class room is implemented the inquiry method).

3.  Disain Penelitian (The Design of Research).

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang penerapan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dibandingkan dengan metode inkuiri terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep dinamika partikel. Ini berarti terdapat dua kelas yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil dari kelompok kontrol ini akan menjadi pembanding bagi kelompok eksperimen untuk mengetahui apakah hasil penerapan pembelajaran di kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Kelas yang mendapat perlakuan melalui penerapan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik adalah kelompok eksperimen sedangkan kelas yang mendapat perlakuan melalui penerapan metode inkuiri adalah kelompok kontrol. Berdasarkan uraian di atas, metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen.

This research has the achievement to catch the description about the implementation of inquiry method combination and the flash back learning processing is compared with the inquiry method to the concept understanding and the critic thinking capability of student in the particle dynamic concept. This is meaning there are 2 (two) classes are devided be 2 (two) groups, those are control group and experiment group. The result of this control group will be the comparasion to the expriment group to know what is the result of the learning processing implementation in the expriment class be better than the control class. The class accept the conduct through the implementation of the inquiry method combination and the flash back learning processing is the expriment group otherhand the class accept the conduct through the inquiry method implementation is the control group. Based on the interpretation was mentioned above, the research method is used in this research is the experiment quation method.

Untuk melihat perbedaan yang signifikan mengenai pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa pada kedua kelas tersebut maka dilakukan pre-test dan post-test. Pre-test diberikan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok sebelum diberi perlakuan sedangkan post-test diberikan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa, mengetahui sejauh mana pengaruh metode inkuri terhadap pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa dan melihat perbedaan yang signifikan mengenai pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis antara kelompok yang diberi penerapan kombinasi inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan penerapan metode inkuiri.

To look at the significant different about the concept understanding and the critic thinking capability of student in 2 (two) of classes so it is did pre-test and post-test. Pre-test is gave to look at the equality of beginning capability of 2 (two) groups before gave the conduct otherhand post-test is gave to know how far the infleunce of implementation of inquiry method combination and the flash back learning processing to the concept understanding and the critic thinking capability of student, to know how far the infleunce of inquiry method to the concept understanding and the critic thinking of student and look at the difference in significant about the concept understanding and the critic thinking capability among the goups are gave the inquiry combination implementation and the flash back learning processig with the inquiry method implementation.

Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent (pretest and posttest) control group design. Tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) dilakukan dengan menggunakan perangkat yang sama. Desain penelitian secara umum dapat dilihat pada Tabel 5.

The research design is used is nonequivalent (pretest and posttest) control group design. Pre-test) and post-test is did with using same ware. The research design in generally can be saw in Table 5.  







O                    X1                   O

O                    X2O



Tabel 5 (Table 5). Non equivalent (pretest and posttest) control group design

Eksperimen (expriment)        :                 

Kontrol  (control)                 :                 


(Sumber: Creswell, 1994: 133), (Source : Creswell, 1994: 133)

Keterangan (explaination) :   

O  :  instrumen pre-test dan post-test (the instrument of pre-test and post-test)

X1  :  perlakuan untuk kelas eksperimen (the action for the experiment class)

X2 :  perlakuan untuk kelas kontrol (the action for the control class)



1.  Populasi dan Sampel Penelitian (The Population and The Sample of Research).

1.  Populasi (The Population).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA di Kota Panyabungan.

The population in this research is all student of graduate Xth in one of Senior High School in Panyabungan.

2.   Sampel Penelitian (The Sample of Research).

Sampel penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah kelas X1 dan X2 di salah satu SMA yang ada di Kota Panyabungan. Kelas yang akan digunakan dalam penelitian diambil secara cluster random sampling.

The research sample is gave in this research is all graduate X1th and X2th in a Senior High School there is in City Panyabungan. The class is used in the research is took with cluster random sampling method.

3.   Lokasi dan Waktu Penelitian (The Location and Time Schedule of Research).

Penelitian ini akan dilaksanakan di salah satu SMA yang ada di Kota Panyabungan pada semester satu Tahun Ajaran 2011/2012.

This research will be done in a Senior High School there is in City Panyabungan at half year for Learning Year 2011/2012.


4.   Instrumen Penelitian dan Pengembangannya (The Research Instrument and Its Development Processing).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes. Instrumen tes berbentuk pilihan ganda untuk mengukur pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada konsep dinamika partikel.

The instrument is used in this research is the test instrument. The test instrument in multiple choice shape to measure the concept understanding and the student critic thinking in the particle dynamic concept.

1.   Validitas instrumen (The Validity of Instrument).

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa  yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008: 121). Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Anderson dalam Arikunto, 2009: 65; Ruseffendi, 2006: 125). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan keriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson (Arikunto, 2009: 69), yaitu:

The valid has the meaning that instrument can be used to measure what is must be measured (Sugiyono, 2008: 121). The test is mentioned be valid if that test measuring what will be measured (Anderson in Arikunto, 2009: 65; Ruseffendi, 2006: 125). The test is mentioned has the validity if its result accorded on the criterium, in the meaning has the parallel among the test result with the criterium. The technic is used to know the parallel is the correlation technic of product moment with crude numeral was appeared by Pearson (Arikunto, 2009: 69), is :


                            ….(21)

             (Arikunto, 2009: 72)

Keterangan (explainationsi):

rxy                  : validitas butir soal (the validity of question item)

N            : jumlah peserta tes (the quantity of test follower)

X            : nilai butir soal (the value of question item)

Y            : nilai soal (the value of question)

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2009: 75) adalah seperti Tabel 6.
The interpretation about its size of correlation coefficient accorded on Arikunto (2009: 75) is as Table 6.

Tabel 6. Interpretasi koefisien korelasi validitas
Table 6. The interpretation of correlation doefficcient of validity

Koefisien Korelasi
Correlation Coefficient
Interpretasi
Interpretation
0,8 <rxy ≤ 1,00
sangat tinggi
highest
0,6 <rxy ≤ 0,80
tinggi
high
0,4 <rxy ≤ 0,60
Cukup
enough
0,2 < rxy ≤ 0,40
Rendah
low
0,0 ≤ rxy ≤ 0,20
sangat rendah
lowest


2.   Reliabilitas Instrumen (The Instrument Reliability).

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hasil penelitian yang reliabel terjadi jika terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2008: 121). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2009: 86). Jadi, reliabilitas harus mampu menghasilkan informasi yang sebenarnya. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus (Arikunto, 2009: 100-101) :

The reliable instrument is the instrument if its used any times to measure the same object will result the same data. The reliable research result be happen if there is the equality of data in the different time (Sugiyono, 2008: 121). The test can be mentioned has the high faith reliability if the test giving the permanent result (Arikunto, 2009: 86). So, the reliability must has the capability to result the true information. To measure the realibity is used the formula (Arikunto, 2009: 100-101) :

                                  ….(22)

Keterangan (explaination) :

r11                  : reliabilitas tes secara keseluruhan (the reliability of test in overall)

p             : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar (the subject

                 proportion answer the item with true)

q            : proporsi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1 – p), the subject

                 proportion answer with wrong (q=1 – p)

∑pq        : jumlah hasil perkalian antara p dan q, the quantity of the multiplying

                 result between p and q

N            : banyaknya item, the quantity of items

S            : standar deviasi dari tes, the deviation standard of test

i.    Tingkat Kesukaran (The Graduate of Test).

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Arikunto, 2009: 207). Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal adalah (Arikunto, 2009: 208) :

The well question is the not enough easy question or the not enough difficult. The easy question don’t stimulate the student to make be high of his effort to solve it. On the contrary the difficult question will cause the student lose his soul and has not the spirit to try again because in out of his reach out  (Arikunto, 2009: 207).  The formula is used to account the graduate of the question difficult is (Arikunto, 2009: 208) :


                                                     ….(23)

Keterangan (the explaination) :

P        : indeks kesukaran (the index of difficult)

B        : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul (the quantity of

             student answer that question with true)

JS       : jumlah seluruh siswa peserta tes (the quantity of all students of

             follower of test)

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan seperti yang terlihat pada Tabel 7.

Accorded on the regulation is followed in always, the index of difficult be classified in often as saw in Table 7.


Tabel 7. Indeks tingkat kesukaran

Table 7. The Index of difficult graduate

Indeks Tingkat Kesukaran
Index of Difficult Graduate
Interpretasi
interpretation
0,00 ≤ P ≤ 0,30
sangat tinggi
highest
0,31 ≤ P≤ 0,70
tinggi
high
0,71 ≤ P≤ 1,00
sangat rendah
lowest

                         (Sumber: Arikunto, 2009 : 210), Source: Arikunto, 2009 : 210.


ii.  Daya Pembeda (The Different Power)

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang pandai (bekemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2009: 211). Seluruh peserta kelompok tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pandai (upper group) dan kelompok bawah (lower group). Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul, maka nilai D-nya adalah -1,00. Tetapi, jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali. Rumus yang digunakan untuk mengukur daya pembeda adalah (Arikunto, 2009: 213-214) :

The different factor of question is the question capability to different the clever student (high capability) with not clever student (low capability) (Arikunto, 2009: 211). All members of test group are grouped be 2 (two) groups, those are upper group and lower group. If all members of upper group can to answer the question with true, otherhand all lower group answer it with wrong, so that question has D bigger, its 1.00. On the contrary, if all upper group answer with wrong, but all lower group answer with true so its value D is -1.00. But, if the student of upper group and student of lower group in same answer in true and in same answer in wrong, so that question has value D 0.00 because has not the difference factor in absolute. The formula is used to measure the different factor is (Arikunto, 2009: 213-214) :

….(24)

Keterangan (explaination) :

BA       : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

                     (the quantity of follower of upper group answer the question with true)

BB       : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

                     (the quantity of follower of lower group answer the question with true)

JA       : banyaknya peserta kelompok atas

                     (the quantity of members of upper group)

JB       : banyaknya peserta kelompok bawah

                     (the quantity of members of lower group)

       : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

                     (the proportion of member of upper group answer with true)

       : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

                     (the proportion of member of lower group answer with true)

D        : daya pembeda (the different factor)

                    

Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Tabel 8 memperlihatkan klasifikasi daya pembeda.

The question items in well are the question items have the discrimination index 0.4 until 0.7. Table saw the different factor classification.

 
Tabel 8. Klasifikasi daya pembeda

Table 8. The difference factor classification

Daya Pembeda
Difference Factor
Interpretasi
interpretation
0,00 ≤ D ≤ 0,20
jelek
bad
0,20 < D ≤ 0,40
Cukup
enough
0,40 < D ≤ 0,70
Baik
well
0,70 < D ≤ 1,00
baik sekali
better
D < 0 (negatif, negative)
tidak baik
worst

                     (Sumber: Arikunto, 2009: 218), Source, Arikunto, 2009: 218


i.     Lembar Observasi (The Observation Sheet).

Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Purwanto, 2009: 149). Lembar observasi diberikan kepada pengamat untuk memperoleh gambaran secara langsung apakah metode pembelajaran telah dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan yang seharusnya atau tidak.

The observation is the methods to analysis and doing the writing in systematic about the attitude with look at or observate the individual or the group in directly (Purwanto, 2009: 149). The observation sheet is gave to observer to catch the description in directly what is the learning processing method was done accorded on the steps of regulation or not.

ii.   Prosedur Penelitian (The Research Procedure).

Secara garis besar tahapan-tahapan yang akan peniliti lakukan adalah sebagai berikut :

In big line the steps shall be did by the researcher is as under :

1.   Tahap Perencanaan (The Planning Step).

Pada tahap ini peneliti melakukan studi literatur untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di pada pembelajaran fisika, khususnya pada topik dinamika partikel. Kemudian, peneliti akan merencanakan langkah-langkah yang akan diambil, diantaranya penyiapan instrument, serta alat ukur yang akan digunakan untuk menentukan keberhasilan dalam penelitian.

In this step the researcher doing the literacy study to find the problems often happen in the physic learning processing, especially in topic of particle dynamic. Then, the rearcher will plan the steps shall be took, include the preparation of instrument, and the measurement equipment will be used to indicate the successful in the research processing.

2.   Tahap Pelaksanaan (The Action Step).

Tahap pelaksanaan adalah tahap dimana proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap pelaksanaan, peneliti akan memilih secara acak kelas yang akan digunakan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Langkah selanjutnya, peneliti akan memberikan pre-test kepada kedua kelas, kemudian melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk masing-masing kelas dan terakhir adalah pemberian post-test kepada kedua kelas.

The action step is the step where th learning process is existing. In the action step, the researcher will choice in random the class will be used as the control class and as the experiment class. Next step, the researcher will give the pre-test to 2 (two) of classes, then doing the learning processing  accorded on the learning planning for each class and the finally is giving the post-test to 2 (two) classes.

3.   Tahap Akhir (The Final Step).

Pada tahap akhir ini dilakukan pengambilan data untuk kemudian dianalisis. Analisis data ini dilaksanakan untuk mengetahui pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa, baik sebelum diberikan perlakuan atau pun sesudah diberikan perlakuan. Setelah hasil analisis diperoleh kemudian dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan. Langkah-langkah dalam mewujudkan pelaksanaan penelitian ditunjukkan oleh alur penelitian.

In this final step is doing the taking of data to then be analysised. This data analysis is doing to know the concept and the critic thinking of student, at before gave the action or after gave the action. After the analysis result was caught then did the conclusion making processing based on the achievement and the research hypothesis was applied.  The steps in realitating the research action is indicated by the research flow.



 



1.   Teknik Analisis Data (The Data Analysis Technic).


Ada dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kualitatif dan kuantatif. Data kualitatif adalah data hasil observasi. Data kuantitatif adalah hasil tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir siswa pada konsep dinamika partikel.


There are 2 (two) kinds of datas are made the analysis in this research, those are the qualitative data and the quantitative data. The qualitative data is the observation result data. The quantitative data is the test result of concept and the thinking capability of student in the particle dynamic concept.


Tahap-tahap analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


The steps of data analysis will be done in this research is as under :


1.   Menghitung Statistik Deskriptif (To account The Descriptive Statistic).


Statistik deskriptif digunakan untuk menghitung skor pre-test, dan post-test yang meliputi skor terendah, skor tertinggi, rerata,  dan simpangan baku.


The descriptive statistic is used to account the score of pre-test and post-test include low score, higher score, average, and branch.


a.    Rumus menghitung rerata skor hasil tes (the formula to account the average of test result score) (Ruseffendi, 1993: 103) :




                     ….(25)



b.    Rumus menghitung simpangan baku skor hasil tes (the formula to account the branch of test result score) (Ruseffendi, 1993: 164) :


….(26)



                                          Gambar 8. Alur Penelitian
Kesimpulan dan Pembuatan Laporan





1.   Teknik Analisis Data (The Data Analysis Technic).


Ada dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kualitatif dan kuantatif. Data kualitatif adalah data hasil observasi. Data kuantitatif adalah hasil tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir siswa pada konsep dinamika partikel.


There are 2 (two) kinds of datas are made the analysis in this research, those are the qualitative data and the quantitative data. The qualitative data is the observation result data. The quantitative data is the test result of concept and the thinking capability of student in the particle dynamic concept.


Tahap-tahap analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


The steps of data analysis will be done in this research is as under :


1.   Menghitung Statistik Deskriptif (To account The Descriptive Statistic).


Statistik deskriptif digunakan untuk menghitung skor pre-test, dan post-test yang meliputi skor terendah, skor tertinggi, rerata,  dan simpangan baku.


The descriptive statistic is used to account the score of pre-test and post-test include low score, higher score, average, and branch.


a.    Rumus menghitung rerata skor hasil tes (the formula to account the average of test result score) (Ruseffendi, 1993: 103) :




                     ….(25)










b.    Rumus menghitung simpangan baku skor hasil tes (the formula to account the branch of test result score) (Ruseffendi, 1993: 164) :


….(26)




2.  Gain Dinormalisasi (Dinormalization Gain).


Untuk melihat besarnya peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake (Meltzer, 2002: 1260), yaitu :


To look at the size of concept understanding increasing and the critic thinking capability of student before and after the learning processing is accounted with using the normalitated gain is developed by Hake (Meltzer, 2002: 1260), is :


Gain ternormalisasi (g)                   ….(27)

dengan kriteria indeks gain (with the criteria of gain index) :
3. Uji Normalitas (The Normality Test).
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah skor N-Gain yang diuji normal atau tidak. Tes statistik yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat, yaitu (Ruseffendi, 1993: 372):
The normality test has the achievemnt to know what is the score of N-Gain is tested in normal or not normal. The statistic test is used is Chi-Decree, is (Ruseffendi, 1993: 372):
                                          ….(28)
and
 =                                         ….(29)
Keterangan (the explaination) :
: chi-kuadrat (chi-Decree)
 : frekuensi observasi (the observation frequence)
 : frekuensi estimasi (the estimation frequence)
  : derajat kepercayaan (the faith graduate)
dk: derajat kebebasan, the freedom graduate (dk = k – 3)
Hasil dari nilainya akan dibandingkan dengan , yang nilainya dapat dilihat pada tabel chi-kuadrat. Kriteria pengujiannya adalah pada taraf signifikansi α = 5%. Jika  maka data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka analisis data dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Jika data tidak berdistribusi normal, maka uji homogenitas tidak perlu dilakukan dan dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji statistik non-parameterik.
The result of  has the value will be compared with , with its value can be saw in table chi-decree. The criteria of its testing is in siginificancy level a = 5%. If  >  so the data is caught beginning the population with normal distribution, so the data analysis is continioued with variant homogeneity testing. If the data is not normal distribution, so the homogeneity testing is not need be did and continioued with the difference testing of 2 (two) averages using the testing of non-mesuremetric statistic.
4. Uji Homogenitas (The Homogenity Testing).
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki varians homogen. Rumusan hipotesisnya adalah :
The homogeneity testing has the achievement to know what is the data is caught beginning the population has the homogence variant. Its hypothesis formula is :
Ho:  =
H1:  =
Keterangan (explaination) :
 : varians data kelas eksperimen
      (the variant of experiment class data)
 : varians data kelas kontrol
       (the variant of control class data)
Tes statistik yang digunakan adalah uji-F (Ruseffendi, 1993: 374), yaitu :
The statistic test is used is F-test (Ruseffendi, 1993: 374), is :
                                             ….(30)
and
                              ….(31)
Keterangan (the explaination) :
 : varians sampel yang lebih besar
  : bigger sample variant
  : varians sampel yang lebih kecil
  : smaller sample variant
     : derajat kebebasan pembilang (  – 1)
            the freedom degree of numeral(  – 1)
     : derajat kebebasan penyebut (  – 1)
            The freedom degree of mentioned (devider)
n          : jumlah siswa (the quantity of student)
Kriteria pengujiannya adalah pada taraf signifikansi sebesar 5%. Terima Ho jika Ftabel>Fhitung dan tolak Ho jika sebaliknya.
The criteria of its testing is in significancy level about 5%. Accepting Ho if Ftable > Faccounting and deny Ho if on the contrary.


Tabel 9. Kriteria indeks gain dinormalisasi
Table 9. The Criteria of normalitated gain index




Kriteria daya pembeda

The Criteria of difference power

Interpretasi

The Interpretation


Tinggi

high


Sedang

middle


Rendah

low

 
To compose The Concept Understanding Instrument and Critic Thinkin Capability for Control Class
Litteracy Study



The Conclusion and The Report Making Processing


Post Test


The Action of Learning Processing


Pretest



Making the research problem

Making the hypothesis

Formula



To compose The Concept Understanding Instrument and Critic Thinkin Capability for 
Experiment Class
Do The Instrument Training for Expriment Class
Do The Instrument Revision for Expriment Class
Do The Instrument Training for Control Class


Do The Instrument Revision for Control Class

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UNTUK KE-GUBERNUR-AN SUMATERA UTARA, TEKNIK PERTAMBANGAN UM (UNIVERSITAS MANDAILING), KUM S3 MET 16 SEPTEMBER 2445 M (KULIAH UMUM SABTU SORE SEPANJANG MASA ELECTRONIC TELECONFERENCE 16 SEPTEMBER 2445 MASEHI)

https://www.youtube.com/@agussalimnasutionmandailing2/videos EVOLUSI PENDIDIKAN LOKAL MANDAILING  UNTUK RENTANGAN TAHUN 2445 - 2024  =  421 ...