KISI-KISI KONTEN JURNAL ILMIAH UM (UNIVERSITAS MANDAILING)
JBAR MGB SM (JURNAL BULANAN ANALISIS RISET MIKRON GEN BIOLOGIS SEPANJANG MASA)
Analisa VII
JBAR (Jurnal Bulanan
Analisis Riset) Nomor : 0026/February/2012
Analysis
VIIth
of
The Monthly Journal Research Analysis
Number : 0026/February/2012
METODE
PENINGKATAN KEMAMPUAN DAN PENALARAN SISWA SMA
DALAM
GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI
DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN METAKOGNITIF BERBANTUAN AUTOGRAPH
THE METHOD TO INCREASE THE CAPABILITY
AND THE REASONING
OF SENIOR HIGH SCOOL STUDENT IN
TRIGONOMETRI FUNCTION GRAPHIC
WITH USING THE METACOGNITIVE APPROACH
USING AUTOGRAPH
by : Agussalim, ST bin Abdur Rahim Nasution
….(21)
….(22)
….(23)
….(24)
: proporsi peserta kelompok atas yang
menjawab benar
: proporsi peserta kelompok bawah yang
menjawab benar
….(26)
A.
Judul.
(The Tittle).
Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa SMA dalam Grafik Fungsi Trigonometri dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph.
To increase The Capability and The Reasoning of Senior High School Student in Trigonometry with Using The Metacognitive Approach Using Autograph.
B. Latar Belakang. (The Background).
Kemajuan suatu negara dan kesejahteraan rakyatnya tidak dapat terlepas dari perkembangan dan kualitas pendidikannya. Perkembangan pendidikan yang meningkat dapat dilihat dari besarnya kesempatan dan terdapatnya kemudahan bagi setiap warga negara untuk menikmati pendidikan, tidak hanya pendidikan dasar tetapi juga pendidikan tinggi. Sedangkan kualitas pendidikan yang baik dapat dilihat dari tersedianya fasilitas pendukung di setiap jenjang pendidikan, kompetensi guru yang cukup tinggi, lingkungan belajar yang kondusif, output yang berkualitas yang dapat bersaing di negara sendiri maupun di kancah internasional, dan pemanfaatan teknologi secara optimal. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka akses terhadap informasi serta ilmu pengetahuan akan semakin besar, yang akan mendorong peningkatan kesejahteraan penduduk ke arah yang lebih tinggi juga.
The progressive of country and the prosperous of its people cant be made free from the development and its education quality. The education development in increase can be saw from the big opportunity and the availaibility in easy for each citizen to taste the education, not only the principle education but also the high education. Otherhand the education quality in better can be saw from the availaibility of support facility in each education graduate, the teacher competency with enough high, the study environmental in condussive, the output of quality can be competitive in its country by itself or in international level, and using the technology in optimal. With the increase of education be higher, so the acces to information and knowledge be bigger, it will support the increase of people prosperous to the direction in higher too.
Namun demikian, untuk mencapai kualitas pendidikan seperti yang diharapkan dalam suatu negara tidaklah mudah. Berbagai cara dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan yang ideal, seperti pengembangan kurikulum, pemanfaatan alat-alat peraga dan media elektronik, penyediaan fasilitas komputer dan akses internet sebagai salah satu sumber belajar, pelatihan, dan pendidikan untuk peningkatan profesionalisme guru, penggunaan model-model pembelajaran, dan lain sebagainya.
But thus, to cacth the education quality as hoped by the country is not easy. Any methods are doing to catch the ideal education quality, as the curriculum development, using the show off equipments and electronic media, to prepare the computer facility and internet acces as one of sources of studying, training, and education to increase the teacher professionalism, the using of learning models, and other.
Dalam kehidupan sehari-hari, konsep dan prinsip matematika banyak digunakan dan diperlukan, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam perkembangan matematika itu sendiri. Dengan kata lain matematika mempunyai peranan yang penting untuk ilmu lain terutama sains dan teknologi. Hal ini dipertegas oleh Hudoyo (1990) bahwa matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu yang lain.
In daily life, the concept and the principle of mathematic any used and needed, as the support equipment in the implementations in other knowledge field or the mathematic development by itself. With other word the mathematic has the main function for other knowledge in mainly for science and technology. This reality is metioned in real by Hudoyo (1990) that mathematic is not the knowledge to demand for itself only, but also has the adventage to any parts of other knowledges.
Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang, dengan melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas, 2003). Tujuan tersebut mengarahkan siswa untuk bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif.
The mathematic learning achievement in basement education level and high education level is to prepare the students have the capability to face the world always developing, and to train the thinking method and reasoning in make the conclusion, to develop the creative activity, tho develop the capabilty to solve the problem to develop the capability to informate or communication the idea (Depdiknas, 2003). That achievement directs the students to act above the thinking basement in logic, rational, critic, accuracy, honestly, efficient, and effective.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di atas, secara rinci para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan 5 (lima) kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa dari tingkat dasar sampai menengah. Kelima kemampuan matematis yang terdapat pada dokumen kurikulum 2006 tersebut adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. (Depdiknas, 2007).
During with the mathematic learning achievement above, in detail the experts in field of mathematic education make the 5 (five) formulas of mathematic capabilities must be held by student from the basement graduate until the middle graduate. 5 (five) of mathematic capabilities there are in curriculum document 2006 are to understand the concept, reasoning, communication, solve the problem, and has the conduct to award the mathematic function in the life. (Depdiknas, 2007).
Menurut Sumarmo (2007) kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya matematis atau keterampilan bermatematika. Keterampilan matematika berkaitan dengan karakterisitik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analog dan generalisasi, bernalar secara logis, menyelesaikan masalah, berkomunikasi dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.
Accorded on Sumarmo (2007) the capabilities were mentioned above with the mathematic or the skillful to use the mathematic. The mathematic skillful has the contact with the mathematic characteristic can be grouped in low graduate thinking and high graduate thinking. The low graduate thinking include the activity to do the simmple account operation, to implementate the mathematic formula in directing, follow the procedure (algoritma) in form, otherhand be include the high graduate thinking is the capability to understand the mathematic idea in deeply, observate the data and esploring the idea in explicite, to compose conjectur, analaog, and generalization, to reason in logic, to solve the problem, to communicate and tho contact the mathematic idea with other intellectual activity.
Pengertian tentang karakteristik matematika di atas mengarahkan tujuan matematika pada 2 (dua) arah pengembangan. Pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk memecahkan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Yang kedua adalah matematika dapat memberikan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis, dan cermat. Dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam pengembangan kemampuan siswa dalam bermatematika.
The meaning of mathematic characteristic above directs to the mathematic achievement in 2 (two) development directions. First to direct the mathematic learning to understand the concept and the mathematic idea then needed to solve the mathematic problem and other knowledges. The second is the mathemathic has the capability to give the reasoning in logic, systematic, critic, and accuracy. It can grow believe in its self and to develop the objective conduct and openship conduct are most needed in developing the capability of student in mathematic activity.
Kemampuan pemahaman dalam pembelajaran matematika merupakan suatu yang penting, karena melalui pemahaman siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya, yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Turmudi (2009) menyatakan siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, membangun pengetahuan baru secara aktif dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Belajar Matematika dengan pemahaman akan menjadikan siswa mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika.
The understanding capability in the mathematic learning as main, because through the student understanding can to organize and to consolidate his mathematic thinking, at finally can bring the student to the understanding in deeply about the mathematic concept was learned. Turmudi (2009) said the student must study the mathematic in the understanding method, build new knowledge in active from the experience and the knowledge are owned by student at before. Studying the mathematic with the understanding will make the student has the capability to implementate the procedure, the concepts, and the mathematic process.
Selain pemahaman, penalaran juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru, karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna bagi siswa. Kegiatan bernalar dalam pembelajaran matematika membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari yang hanya sekedar mengingat fakta, aturan, dan prosedur kepada kemampuan pemahaman (Sumarmo, 1987). Untuk dapat mengantar siswa pada kegiatan bernalar hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana.
Beside the understanding, so the reasoning need accept the especially attention too from the teacher, because through the reasoning in the mathematic learning activity will be caught the meaning knowledge for the student. The reasoning processing activity in the mathematic learning activity helps the student to increase the capability in the mathematic, its from remember the facts, regulation, and procedure only to the understanding capability (Sumarmo, 1987). To can introduce the student to the reasoning processing activity so the student be usually to always responding to the problem is met with try to answer the questions about what, why, and how.
Dengan kegiatan bernalar diharapkan siswa tidak hanya mengacu pada pencapaian kemampuan ingatan belaka, tetapi lebih mengacu pada pemahaman, pengertian, kemampuan aplikasi, dan kemampuan analisis. Priatna (2003) menyatakan bahwa melalui kegiatan bernalar matematika diharapkan siswa dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi. Oleh karena itu penalaran dalam pembelajaran perlu dikembangkan.
With the reasoning processing activity is hoped the student not only indicating to catch the remembering capability only, but also more indicating to understanding, meaning, capability of application, and the analysis capability. Priatna (2003) said that through the mathematic reasoning processing activity is hoped the student can see that the mathematic as the logic research. With thus the student feels the belive in that the mathematic can be understood, thought, factualed, and evaluated. Because of that the reasoning processing in the learning processing need be developed.
Untuk mendukung proses belajar yang meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan pada kesadaran tentang pengetahuan dan proses berpikir siswa. Kemampuan yang diharapkan dikuasai seorang pendidik khususnya di bidang matematika adalah bagaimana membelajarkan siswa dengan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.
To support the study processing to increase the capabilities of understanding and the mathematic reasoning the student need be the material development of mathematic learning is focused to the understanding about the knowledge and the student thinking process. The capability is hoped be held by the teacher in especially in field of mathematic is how to learn the student with active, creative, effective, and pleasant to catch the learning achievement in maximal.
Seorang guru bukan sekedar menguasai materi matematikanya saja, akan tetapi guru yang cermat selalu mencari ide dan teknik baru untuk diterapkan di dalam kelas. Salah satunya diperlukan pengalaman aktif melalui manipulasi benda-benda kongkrit atau semi kongkrit berupa gambar atau diagram, begitu pula penguasaan dalam penggunaan, metode, pendekatan, strategi pembelajaran, mengusahakan dan menggunakan alat peraga sesuai pembelajaran, dan memperhatikan tingkat berpikir siswa, serta model-model pembelajaran yang sesuai dan tepat. Berdasarkan analisis tes National Assessment of Educational Progress (NAEP) tahun 1996, data dari 2 (dua) sampel negara yang melibatkan 15.000 siswa tingkat 8 (delapan), disebutkan bahwa siswa yang gurunya aktif memberikan pengajaran melalui proses kerja dalam aktivitas pembelajaran menghasilkan prestasi belajar matematika lebih dari 70% dan 40% untuk sains. (Wenglinsky, dalam Crawford 2001).
The teacher not only hold his mathematic material only, but also the teacher in accuracy always search the idea and new technic to implemented in the class room. One of those is needed the active experience through the concrete things manipulation and half concrete things manipulation as picture or diagram, so to hold in using, method, approach, the learning strategy, to effort and to use the show off equipment accorded on the learning in matching and accuracy. Based on test analysis of NAEP (National Assessment of Educational Progress) at year 1996, data from 2 (two) countries samples followed 15.000 students at 8th (eighth) graduate, it was mentioned that the students with their teacher in active give the learning through the working process in the learning activity be result the mathematic studying prestation in more than 70 % and 40 % for science. (Wenglinsky, in Crawford 2001).
Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian kreativitas siswa tidak termotivasi, dan akhirnya akan muncul perasaan bosan belajar matematika pada diri siswa. Pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sesaat karena pengetahuan tersebut sifatnya hanya hafalan dan tidak dikonstruksi sendiri oleh siswa. Pernyataan di atas sesuai dengan Stipek (Halat, 2008) guru lebih berpengaruh pada motivasi siswa dalam belajar matematika daripada yang lakukan orangtua, karena berdasarkan fakta bahwa siswa menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah. Keberhasilan pembelajaran matematika pada siswa tidak dapat diukur dengan sejauh mana ingatan siswa atau prosedur pengerjaan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
The mathematic learning processing with less following the students in active will cause the students cant using their mathematic capabilities in optimal in solving the mathematic problem. With thus the students crativity is not motivated, at finally will appear the boring sense for mathemathic studying in students self. The knowledge is caught by student defence in a moment only because that knowledge with learning by heart (remembering) adjective only and without constructed by the student. The statement above accorded on Stipek (Halat, 2008) the teacher more influenced to motivate the student in studying the mathematic than doing by the parents, because based on the fact the students accomplishs any parts of their time in the school. The successful of mathematic learning processing in the students cant be measured with how far the remembering of student or the working procedure of student in solve the matemathic questions.
Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar juga berkembang, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar guru hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif (berupa capaian hasil akhir ujian semester atau ujian nasional) tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk memperkenalkan metakognisi dalam menyelesaikan masalah matematika kepada siswa sangat kurang atau bahkan cenderung diabaikan (Mulbar, 2006).
During with cognitive psychology development, the teacher method in evaluating the studyng result catching be developing too, in mainly to the cognitive domain. Today, in evaluating the studying result catching the teacher give the pressure to cognitive goal (as half year examination final result cathing or national examination) without look at the cognitive process dimention and metacognitive skillful. As the consequence the efforts to introduce the metacognition in solving the mathematic problem to the student least or morever tendency without care (Mulbar, 2006).
Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan pemecahkan masalah matematis siswa, maka mutlak diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif dalam merespon kesadaran metakognisinya.
To understand the mainly of strategy and the studying processing approach to can develop the reasoning processing capability and solving the mathematic problem of student, so be absolute needed there is the mathematic learning processing anymore following the student in active in the learning process. This reality cab be realitated through the alternative learning shape is planned as thus so reflecting the student’s procactive in responding his methacognition understanding.
Metakognisi oleh O’Neil dan Brown (1997) diartikan sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Anderson dan Krathwohl (2001) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi. Sementara itu, Lavell dan Brown dalam Veenman (2006) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktifitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya. Pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan tercermin pada pemanfaatannya secara efektif dalam memecahkan suatu permasalahan.
The metacognition by O’neil and Brown (1997) is meant as the process when someone thinking about the thinking method in the program to build the strategy to solve the problem. Anderson and Krathwohl (2001) said that the metacognition knowledge is the knowledge about cognition. Otherhand, Lavell and Brown in Veenman (2006) said that the metacognition is the knowledge and the regulation in the someone cognitive activity in his learning process. Because of that, it can be mentioned that the metacognition has the reference to someone’ understanding about his knowledge. The deeply understanding about his knowledge will be reflected in its using in effective in solving the problem.
Mulbar (2006) menyatakan secara umum, strategi-strategi belajar meliputi strategi-strategi kognitif dan strategi-strategi metakognitif. Mereka mengidentifikasi dan mengkategorikan strategi-strategi kognitif berdasarkan fungsi-fungsi khusus yang dimilikinya selama pemrosesan informasi. Strategi kognitif merupakan keterampilan intelektual khusus yang sangat penting di dalam belajar dan berpikir. Dalam teori belajar modern, strategi kognitif merupakan proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian belajar, mengingat, dan berpikir.
Mulbar (2006) said in generally, the studying strategies include the cognitive strategies and the metacognitive strategies. They identify and categorize the cognitive strategies based on the especially functions are owned by them during the information processing. The cognitive strategy as the especially intellectual skill in most main in the studying and the thinking processing. In the modern learning modern, the cognitive strategy as the contral process, its the internal process is used by student to choice and to change the methods to give the studyig attention, remembering, and thinking.
Di bawah pengaruh teori pembelajaran kognitif, pemecahan masalah (problem solving) dan penalaran (reasoning) berkembang menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan keragaman aktivitas mental (complex mental activity) yang merupakan keragaman kemampuan kognitif dan actions. (Kirkley, 2003; Garofalo dan Lester, 1985). Dengan keterampilan metakognitif ini, siswa diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak (Sanjaya, 2008).
Under the influence of cognitive learning theory, the problem solving and reasoning be developing be an equipment to presentate the complex mental activity as the cognitive capability complex and actions. (Kirkley, 2003; Garofalo and Lester, 1985). With this metacognitive skill, the student is hoped has the capability to solve the social problems accorded on child development level (Sanjaya, 2008).
Suzana (2003) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran matematika yang menitikberatkan pada aktivitas belajar, membantu dan membimbing peserta didik jika menemui kesulitan dan membantu mengembangkan kesadaran metakognisinya. Suparno (2001) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metakognitif merupakan pembelajaran berpaham konstruktivisme, yang menjadikan konflik kognitif sebagai titik awal proses belajar yang diatasi dengan regulasi pribadi (self regulation) tiap siswa untuk kemudian siswa tersebut membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Hal ini dapat diartikan bahwa penggunaan Pendekatan Metakognitif dalam pembelajaran, berpeluang untuk menstimulasi peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa.
Suzana (2003) explained that the mathematic learning with the metacognitive approach is the mathemathic learning processing is pressured to the studying activity, t o help and to lead the members of students if discovery the difficult and to help to develop his metacognition understanding. Suparno (2001) appeared that the mathematic learning processing with using the metacognitive approach as the learning processing with constructivism idea, it makes the cognitive conflict as the beginning step of learning process is solved with the self regulation for each student to the that student build his knowledge by hisself through the experience and his interaction with the environmental. This reality can be made the meaning that the using of Metacognitive Approach in The Learning processing, it has the opportunity to stimulate the increasing of reasoning capability and solving the mathematic problem of student.
Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain yang juga dapat diduga berkontribusi terhadap kemampuan matematis siswa dan terhadap sikap siswa dalam belajar matematika, yaitu kelompok kemampuan awal matematika siswa, yang dapat digolongkan ke dalam kelompok atas, tengah, dan bawah. Menurut Galton (dalam Ruseffendi, 1991), setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika, dari sekelompok siswa yang tidak dipilih secara khusus, akan selalu kita jumpai siswa yang kemampuannya berada pada kelompok atas, tengah, dan bawah, karena kemampuan siswa (termasuk kemampuan dalam matematika) menyebar secara distribusi normal. Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa tidak semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga bisa karena pengaruh lingkungan (Ruseffendi, 1991). Dengan demikian, pemilihan pendekatan pembelajaran harus diarahkan agar dapat mengakomodasi kemampuan siswa di tiap kelompok yang pada umumnya adalah heterogen. Ada kemungkinan siswa yang berada pada kelompok tengah atau rendah, apabila diberikan pendekatan pembelajaran yang ‘cocok’ dengan mereka, pemahaman mereka akan menjadi lebih baik.
Beside the learning factor, there are other factors can be predicted have the contribution to the student mathematic capability and to the student conduct in the mathematic learning, its the group has the beginning capability of student mathematic, it can be grouped in top class, middle class, and down class. Accorded on Galto (in Russefendi, 1991), every student has the capability in difference to understand the mathematic, from the student group is not choiced in especially, it will always meet the student has the capability there are in top class, middle class, and down class, because the capability of student (include the capability in mathematic) spread in normal distribution. The difference of capability is owned by the student not only as the talent, but so can be the environmental influence (Russefendi, 1991). With thus, the choice of learning approach must be directed so it can to accomodate the student capability in each group in generally is heterogent. Maybe there is the student there is in middle group or low group, if its gave the ‘accord’ learning approach with them their understanding be better.
Banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa siswa yang berada pada kelompok atas akan memperoleh prestasi yang tinggi, tidak peduli metode belajar apapun yang diterapkan (Krutetski, 1976). Tetapi, siswa yang berkemampuan tengah atau rendah akan mendapatkan manfaat dari penerapan strategi-strategi pembelajaran tersebut, seperti : (1) respon dan partisipasi aktif dan (2) umpan balik yang bersifat korektif terhadap miskonsepsi (Arnawa, 2006). Keberhasilan pembelajaran matematika di dalam kelas diawali dengan sikap siswa terhadap matematika, sejauh mana siswa menyadari bahwa matematika merupakan ilmu yang bermakna dan dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Untuk menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap matematika, maka pembelajaran di dalam kelas harus banyak melibatkan siswa.
Any researches are saw that the student there is in top group will catch the high prestation, not care to what is the learning method is implemented (Krutetski, 1976). But, the student has the middle capability or low capability will accept the adventage from the learning strategics were mentioned, as : (1) the respond and the active participation and (2) the feed back in corrective adjective to misconception (Arnawa, 2006). The successful of mathematic learning in class romm is began with the student conduct to the mathematic, how far the student understand that mathematic as the useful knowledge and it can be used in solving the problem are met by them. To grow the interest of student to the mathematic, so the learning processing in class room must follow the student.
Pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja oleh guru kepada siswa karena pengetahuan bukanlah barang jadi, tetapi suatu proses yang berkembang terus menerus. Siswa sendirilah yang mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya bukan sekedar memperoleh dengan menghafal. Peran guru adalah memberikan motivasi, mengarahkan, membimbing, dan mendukung siswa tentang ide matematika dalam penemuan konsep baru.
The knowledge cant be transferred as thus only by the teacher to the student because the knowledge is not the prepared thing, but the process developing at continiouity. The student by itself to construct and to make new knowledge based on the knowledge is owned at before not only to catch it with learnt by heart (remembering). The teacher function is giving the motivation, directing, leading, and supporting the student about the mathematic idea in discovery new concept.
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat dipahami secara mendalam dan lebih bermakna bagi siswa, karena setiap siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri bukan menerima langsung dari orang lain. Clements dan Battista (2001) mengatakan pengetahuan secara aktif dibuat atau diciptakan oleh anak, bukan pasif yang diterima dari lingkungan, dan anak-anak menciptakan pengetahuan matematika baru dengan merenungkan tindakan fisik dan mental mereka, ide yang dibangun atau dibuat bermakna ketika anak mengintegrasikan pengetahuan ke dalam struktur pengetahuan yang ada pada mereka. Menurut Reigeluth (Johnson, 2009) belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan aktif dan bukan sebagai penyerapan pengetahuan pasif.
Any researchers said that the knowledge can be understood in deeply and more meaning for the student, because each student constructs their knowledges by theirselves not accept in directy from other personal. Clement and Battista (2001) said the knowledge in active is made or creatured by children, not passive is accepted by the environmental, and the children make new mathematic knowledge with thinking in deeply about the physic action and their mental, the idea is built or made has the meaning when the children integrate the knowledge to the knowledge structure there is in theirselves. Accorded on Reigeluth (Johnson, 2009) study as the construction process of active knowledge and not as the passive knowledge absorbtion.
Jadi proses membangun pengetahuan inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar, para peneliti juga menggambarkan strategi pengajaran yang didasarkan pada keyakinan, bahwa siswa belajar dengan baik ketika mereka memperoleh pengetahuan melalui eksplorasi dan belajar aktif. Strategi ini termasuk menggunakan kegiatan tangan, mendorong siswa untuk berpikir dan menjelaskan alasan mereka bukan hanya menghafal dan membaca fakta, dan membantu siswa untuk melihat hubungan antara tema dan konsep-konsep.
So the process to build this knowledge be more mainly than the learning result, so the researchers descript the learning strategy based on the faith, that the student learns in well when they catch the knowledge through the exploration and the active learning. This strategy include using the hand activity, to push the student to think and to explain their reason not only remembering and read the facts, and helping the student to look at the correlation between theme and concepts.
Dalam ruang kelas, siswa lebih mungkin untuk berdiskusi tentang ide-ide mereka dengan siswa lain dalam memecahkan masalah. Mereka lebih cenderung bekerja secara kooperatif dalam kelompok kecil saat mereka membentuk dan merumuskan konsep, daripada mempraktekkan keterampilan secara diam-diam di kursi mereka.
In the class room, the student maybe more to discuss about their ideas with other student in solving the problem. They tendency working in cooperative in small group when they make and formulate the concept, than to practice the skill in quitly in their chairs.
Selain dari konsep pembelajaran seperti yang diterangkan di atas, respon siswa terhadap pembelajaran yang disampaikan oleh guru juga merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap terlaksana dan berhasilnya suatu pembelajaran, seperti yang disampaikan oleh Stiles et al. (2008) sikap siswa terhadap matematika sangat penting karena dengan kepercayaan diri siswa terhadap matematika maka mereka akan menghargai dan menikmati matematika yang berkaitan erat dengan kesiapan mereka untuk belajar matematika dan prestasi siswa berikutnya dalam matematika. Menurut Callahan (Bergeson, 2000) siswa mengembangkan sikap positif terhadap matematika ketika mereka melihat matematika sebagai sesuatu yang berguna dan menarik. Demikian pula sebaliknya, siswa akan mengembangkan sikap negatif terhadap matematika ketika mereka tidak melakukannya dengan baik atau melihat matematika sebagai sesuatu yang tidak menarik.
Beside th learning concept as explained above, the student responding to the learning is gave by the teacher as main material too and most influence to realitate and the successful of the learning processing, as gave by Stiles et al. (2008) the student conduct to the mathematic be mainly because with believe in theirselves to the mathematic so they shall award and to taste the mathematic has the tight relation with their preparation to study the mathematic and next student prestation in mathematic. So thus on the contrary, the student will develop the negative conduct to the mathematic when they dont it in well or look at the mathematic as the interest something.
Dengan demikian sikap siswa ternyata sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pembelajaran. Apabila sikap siswa sudah tidak suka terhadap matematika maka sulit bagi siswa untuk memahami matematika yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasinya. Oleh karena itu guru mempunyai peran yang sangat penting untuk menumbuhkan sikap positif atau sikap negatif siswa terhadap matematika. Jika guru memberikan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi bosan, maka akan berkembanglah sikap negatif terhadap matematika, sebaliknya jika guru dapat mengemas pembelajaran dengan suatu yang bermakna maka akan berkembang sikap positif.
With thus the student condut in reality most influenced to the successful of the learning processing. If the student conduct done dislike to the mathematic so be difficult for the student to understand the mathematic at finally will influence to their prestation. Because of that the teacher has most main function to grow the positive conduct or the negative conduct of student to the mathematic. If the teacher give the learning can make the student be boring, so will be growing the negative conduct to the mathematic, on the contrary if the teacher can package the learning with something has the meaning will be growing the positive conduct.
Respon positif dari siswa memungkinkan pembelajaran akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran dengan hasil yang maksimal. Respon positif akan terjadi apabila guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tidak ada paksaan dan tekanan dalam pembelajaran, sehingga siswa bebas bertanya, mengemukakan pendapat, dan berdiskusi. Respon positif ini ditandai dengan sikap siswa dalam menerima pembelajaran yaitu rasa senang dalam belajar, antusias, aktif dan kreatif.
The positive correction from the student may the learning will be doing with well and pleasant so it will catch the learning achievement with the maximal result. The positive respond will be happen if the teacher has the capability to make the learning condition in pleasant, there is not the compulsion and the pressure in the learning processing, so the student free to ask, to appear the argument, and to discussion. This positive respond is signed by the student conduct in accept the learning processing is the pleasant sense in studying, anthucias, active, and creative.
Pemanfaatan teknologi komputer yang di dalamnya terdapat software seperti Autograph dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu cara memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih aktif mengembangkan kemampuan matematik mereka. Amily dan Yasir (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa elemen multimedia dapat menarik minat para siswa dan meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika. Siswa tidak lagi terpaku hanya pada cara menggambar grafik secara manual saat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, tetapi mereka dapat memanfaatkan waktunya untuk memahami gambar yang telah dibuat dan memikirkan ide-ide baru bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
The using of computer technology in it there is the software as Autograph in the mathematic learning processing as one of methods to give the opportunity to student to be more active to develop their mathematic capabilities. Amily and Yasir (2004) in their research said that the multimedia element can be interest of student and to increase their perform in the mathematic learning processing. The student without formal again to the graphic drawing method in manual when solving the problem has the contact with trigonometry function, but they can to use their time to understand the picture was made and thinking new ideas how to solve that problem.
Kreativitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan memecahkan masalah (Ruseffendi 2006, 239). Komputer dengan berbagai software yang banyak tersedia saat ini merupakan media yang dapat membantu memudahkan siswa bereksplorasi, dan melatih siswa menemukan berbagai jawaban dalam menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan teknologi tersebut.
The student creativity will grow if trained to do the exploiration, inquiry, discovery, and to solve the problem (Ruseffendi 2006, 239). The computer with any softwares any availabilities today as the media can to help the student to exploirate, and to train the student to discovery any answers in solving the problem with using that technology.
Banyak software atau perangkat lunak pembelajaran yang dapat diunduh dengan mudah melalui internet. Hal ini dipermudah lagi dengan disediakannya fasilitas komputer dan hotspot di sekolah. Salah satu perangkat lunak tersebut adalah Autograph. Perangkat lunak Autograph ini dapat digunakan untuk menggambarkan grafik fungsi trigonometri. Pemanfaatan software sebagai alat bantu dalam pembelajaran matematika juga diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika. Siswa mendapat pengalaman berbeda yang menyenangkan dan dapat merasa bebas bereksplorasi sehingga meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika.
Any softwares of learning processing can be downloaded with easy in internet. This reality is made easy with the available of computer facility and hotspot in the school. One of those softwares is Autograph. This autograph soft ware can be used to draw the trigonometry function graphic. The using of software as equipment in the mathematic learning processing is hoped too can to grow the positive conduct to the mathematic learning processing. The student accept the experience in difference in pleasant and can be felt the freedom sense to explorate so to increase their perform in the mathematic learning processing.
Latar belakang yang telah dipaparkan tersebut mendorong penulis untuk melakukan kajian secara lebih spesifik mengenai Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa SMA dalam Grafik Fungsi Trigonometri dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph.
The background was exposed push the writer to do the research in more specific about To increase The Capability and The Reasoning of Senior High School Student in Trigonometry with Using The Metacogitive Approach Using Autograph.
E. Tujuan Penelitian (The Achievement of research).
Sesuai dengan permasalahan yang telah diungkapkan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
Accorded on the problem was appeared, so this research has the achievement to :
1. Menelaah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika berbantuan WinGeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional;
1. To analysis the difference of capability of student mathematic creative thinking catch the mathematic learning processing using WinGeom and the student accept the conventional learning processing;
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom;
2. To know the difference of capability increasing of mathemathic creative thinking in students have categories in high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom;
3. Menelaah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika berbantuan WinGeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional;
3. To analysis the capability increasing of student mathematic communication are gave the mathematic learning processing using WinGeom and the student accept the conventional learning processing;
4. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom;
4. To know the difference of capability increasing of student mathematic communication have categories in high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom;
5. Mengetahui sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
5. To know the student conduct to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom.
6. Memperoleh gambaran mengenai pandangan atau sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Metakognitif.
6. To catch the description about the view or the conduct of student to the mathematic learning processing using the methacognitive approach.
G. Manfaat Penelitian (The Adventage of Research).
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan secara teoritis akan bermanfaat bagi penelitian dan keilmuan. Adapun rincian manfaat penelitian ini, adalah sebagai berikut :
This research is hoped has the adventage for the student, teacher, school, and in theoretic method will adventage for the research and the knowledge field. So the detailization of this research adventage, is as under :
1. Siswa, agar lebih termotivasi dalam mempelajari matematika dan berusaha untuk selalu bereksplorasi dengan memanfaaatkan perangkat-perangkat lunak lain sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan matematik mereka.
1. The student, so be more motivated in studying the mathematic and the effort to always explorate with using other softwares as the learning processing medias to increase their mathematic capability.
2. Guru, sebagai informasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Menengah Atas dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer sebagai media pembelajaran sebagai alternatif lain dalam bidang pembelajaran.
2. The teacher, as the information in effort to increase the education quality in Senior High School with using computer software as the learning processing media as other alternative in field of the learning processing.
3. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan/referensi (penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.
3. This research result at next time can be made as the reference (the research in relevant) in same kind research.
H. Definisi Operasional (The Defenition of Operational).
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah - istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :
To avoid the difference interpretation to terminologies are used in this research, so it appeared the definition of operational as under :
1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran yang menanamkan kepada siswa suatu proses bagaimana merancang (planning), memonitor (monitoring), serta mengevaluasi (evaluation) informasi / pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian dikembangkan menjadi tindakan (action) dalam menyelesaikan suatu masalah.
1. The mathematic learning processing with the methacognitive approach is the learning processing with priority in cultivating to its student to the process how to planning, monitoring, and evaluating to the information / to knowledge are owned to then developed be the action in solving the problem.
2. Kemampuan berpikir kreatif matematik yang dimaksud adalah kemampuan secara tertulis yang akan diukur dengan soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik yang meliputi kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keterampilan merinci (elaboration), dan keaslian (originality) dalam menyelesaikan masalah.
2. The capability of mathematic creative thinking is meant is the capability in writing method will be measured with capability test question of mathematic creative thinking include fluency, flexibility, elaboration, and originality in solving the problem.
3. Kemampuan komunikasi matematik yang dimaksud adalah kemampuan mengkomunikasikan secara tertulis yang diukur dengan soal tes kemampuan komunikasi matematik yang meliputi kemampuan siswa (1) menyatakan situasi atau ide matematik dengan menggambarkannya secara visual; (2) menyatakan ide atau situasi dari suatu gambar, ke dalam bahasa matematika secara tertulis; dan (3) menggunakan kosa kata, notasi, dan struktur matematik untuk menyajikan kembali ide-ide dan memodelkan situasi.
3. The capability of mathematic communication is meant is the capability to communicate in writing method is measured with capability test question of mathematic communication include the capabilities of student in (1) to say the situation or the mathematic idea with descripting with visual; (2) to say the idea or the situation of picture, to mathematic language in writing method; and (3) to use the vocabulary, notation, and the mathematic structure to present again the ideas and to make the situation model.
4. WinGeom adalah perangkat lunak (software) matematika yang dirancang untuk mendukung pembelajaran geometri, baik dimensi dua maupun dimensi tiga yang dapat digunakan untuk menggambar atau mengkonstruksi bangun datar maupun bangun ruang. Dalam penelitian ini aplikasi yang digunakan adalah aplikasi untuk mengkonstruksi bangun ruang dan program ini dapat digunakan untuk mengukur jarak pada bangun ruang dan menentukan besar sudut pada bangun ruang. Program WinGeom yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi compile 4 April 2008 yang dapat diunduh secara gratis dari internet.
4. WinGeom is mathematic software is planned to support the geometry learning processing, in 2 (two) dimentions or in 3 (three) dimentions can be used to draw or to construct the horizontal model or room model. In this research the application is used the application to construct the room model and this program can be used to measure the distance in room model and to indicate the angle measurement in room model. winGeom program is used in this research is Compile 4 Version April 2008 can be downloaded in free from internet.
5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom yaitu sikap yang menunjukkan rasa sukanya terhadap matematika dan pembelajaran matematika, kesungguhannya dalam pembelajaran matematika, dan apresiasinya terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematik siswa.
5. The student conduct in this research is the student conduct to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom is the conduct indicates his like feeling to the mathematic and the mathematic learning processing, his seriously in the mathematic learning processing, and his appretiation to the capability questions of creative thinking and the student mathematic communication.
6. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari yang umumnya berpusat pada guru. Pembelajarannya bersifat informatif di mana guru memberi dan menjelaskan materi pelajaran dengan cara ceramah, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar sendiri-sendiri, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.
6. The conventional learning processing is the learning processing can be used by the teacher in the daily learning process in generally in centred to the teacher. His learning processing has the informative adjective where the teacher to give and to explain the learning material with the oration method, the student to hear and to read the learning explaination is gave by the teacher, the students learning by theirselves in individual, then the student doing the exercise, and the student give the opportunity to ask if they don’t understand during the learning processing in existing.
7. Peningkatan dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematik siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalkan dari perolehan skor pretes dan postes siswa. Rumus gain ternormalkan (ternormalisasi) adalah sebagai berikut: –
Gain ternormalisasi (g) =
7. The increasing processing in this research is to increase the capability of creative thinking and student mathematic communication, its observed based on Normalitated Gain from the pretest score result and posttest of student. The formula of Normalitated Gain is as under : –
Normalitated Gain (g) =
8. Kategori kemampuan awal matematika siswa di kelas eksperimen terdiri dari kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan siswa didasarkan pada kemampuan matematika sebelumnya yaitu dengan terlebih dahulu menentukan rata-rata dan deviasi standar dari skor ulangan harian siswa. Kelompok tinggi adalah semua siswa yang mempunyai skor lebih dari atau sama dengan rata-rata skor ditambah deviasi standar. Kelompok sedang adalah semua siswa yang mempunyai skor antara –1 deviasi standar dan +1 deviasi standar. Sedangkan kelompok rendah adalah semua siswa yang mempunyai skor –1 deviasi standar dan yang kurang dari itu (Arikunto, 2003).
8. The category of mathematic beginning capability of student in the experiment class room include groups of high, middle, and low. The grouping of student is based on the mathematic capability at before is with at before indicated the average and the standard deviation of student daily examination score. The high group is all students have the score in more of or same with average of score is added with the standard deviation. The middle group is all students have the scores among – 1 standard deviation and +1 standard deviation. Otherhand the low group is all students have scores -1 standard deviation and less than it (Arikunto, 2003).
I. Hipotesis Penelitian (The Hypothesis of Research).
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Based on the background and the problem formula making processing were interpretated above, the hypothesis is applied in this research is :
1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang memperoleh pembelajaran Matematika berbantuan WinGeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
1. The capability increasing of student mathematic creative thinking accept the mathematic learning processing using WinGeom be better than the student accept the conventional learning processing.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
2. There are the differences of capability increasing of mathematic creative thinking in students with categories of high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom.
3. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran Matematika berbantuan WinGeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. The capability increasing of student mathematic communication accept the mathematic learning processing using WinGeom be better than the student accept the conventional learning processing.
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
4. There are the differences of capability increasing of mathematic communication in students have the categories of high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom.
J. Kajian Pustaka (The Research of Bibliography).
1. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis (The Understanding Capability and Mathematic Reasoning).
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006, yang menjadi tujuan pendidikan matematika di sekolah dasar dan menengah adalah : (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Dari tujuan pendidikan matematika diatas pemahaman dan penalaran matematis merupakan kemampuan yang penting dikuasai oleh siswa, karena kemampuan ini dapat membantu siswa dalam berpikir kritis, logis, sistematis, obyektif, bersifat jujur, dan disiplin, dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. Maka pengertian pemahaman dan penalaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Accorded on The Curriculum of Education Unit Graduate is outed by The Department of National Education year 2006, it be th mathematic education achievement in the elementary school and the high school is : (1) to understand the mathematic concept, to explain the relation between concept and to applicate the concept or algoritma, in flexible, accuracy, efficient, and matching, in solving the problem. (2) To use the reasoning in style and the adjective, to do the manipulation of mathematic in making the generalization, to compose the fact, or to explain the idea and the mathematic argumentation. (3) To solve the problem include the understanding capability of problem, to plan the mathematic model, to solve the model and to interpretate the solution is caught. (4) To communicate the idea with symbole, table, diagram, or other media to explain the condition or the problem. (5) It has the conduct to award the using of mathematic in the life. From the mathematic education achievement above the understanding and the reasoning of mathematic as the main capability is held by the student, because this capability can help the student in thinking with critic, logic, systematic, objective, honestly adjective, and discipline, in look at and solving the problem. So the understanding meaning and the reasoning to this research is as under :
1. Pemahaman Matematis (The Mathematic Understanding).
Pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Menurut Hudoyo (1990) tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Hal senada juga disampikan oleh Stylianides, A.J dan Stylianides, G.J (2007), belajar dengan pemahaman mendapat perhatian yang khusus dari pendidik dan psikolog, dan menjadi salah satu tujuan yang paling penting untuk semua siswa dalam semua mata pelajaran. Ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman merupakan terjemahan dari kata understanding yang maksudnya adalah sebagai penyerapan arti dari suatu materi pelajaran yang sedang dipelajari. Secara umum indikator kemampuan pemahaman matematis meliputi mengenal, memahami, menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Polya (Pollatsek et al., 1981) merinci kemampuan pemahaman pada empat tahap yaitu (1) pemahaman mekanikal yang mempunyai ciri dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. (2) Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus dan konsep dalam kasus sederhana, (3) pemahaman rasional, dapat membuktikan kebenaran rumus dan teorema, dan (4) pemahaman intuitif, dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti sebelum menganalisa lebih lanjut.
The Mathematic understanding as one of achievements of every material is informated by the teacher, because the teacher as leader of student to catch the concept is hoped. Accorded on Hudoyo (1990) the teaching goal is so the knowledge is informated can be understood by the student. So same thing is informated by Stylianides, A.J and Stylianides, G.J (2007), studying with understanding accept the especially attention from the teacher and psycholog, and be one of main achievements to all students in all learnings. This indicates that the mathematic understanding capability is one of main achievements in the learning processing, the materials are learnt to the student not only the remembering, but more than it with the student understanding can be more understanding for the material concept is learning. The understanding in Englsih has the meaning as the meaning absorbtion of the learning material is learning. In generally the indicator of mathematic understanding capability include knowing, understanding, implementing of concept, procedure, the principle, and idea of mathematic. Polya (Pollatsek et al., 1981) make the detailization of understanding capability in 4 (four) steps are (1) the mechanical understanding has the identity can to remember and to implementate the formula in routine and accounting with simple. (2) The inductive understanding, its can to implementate the formula and concept in simple case, (3) the rational understanding, it can to factualitate the formula true and the theorem, and (4) the intiuitive understanding, it can to estimate the true with exactly before to analysis at next time.
Menurut Skemp (1976) pemahaman konsep terdiri atas dua jenis, yaitu (1) pemahaman instrumental, diartikan sebagai pemahaman konsep yang masih saling terpisah antara satu konsep dengan konsep lainnya dan baru mampu menerapkan konsep tersebut pada perhitungan sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmis. Misalnya seorang siswa dapat menghitung volume sebuah prisma segitiga, dengan menggunakan langkah-langkah yang persis sama mengikuti cara yang telah diterangkan guru, (2) pemahaman relasional adalah kemampuan mengaitkan beberapa konsep yang saling berhubungan. Pengertian ini mengandung makna bahwa selain seseorang memahami sejumlah konsep yang telah dipelajarinya, ia juga memahami antar konsep-konsep yang saling terkait misalnya seorang siswa menghitung volume sebuah limas persegi dengan panjang rusuk alas dan rusuk tegak limas diketahui, maka untuk menyelesaikannya seorang siswa dituntut untuk menghitung tinggi limas dengan menggunakan konsep phytagoras dari segitiga siku-siku yang terbentuk dari diagonal alas, rusuk tegak, dan tinggi limas.
Accorded on Skemp (1976) the concept understanding include 2 (two) kinds, those are (1) the instrumental understanding, its meant as the concept understanding still separating among one concept to other concept and be real when has the capability to implementate the concept in the simple accounting, or doing something in algorithmic method. As the example the student has the capability to account the volume of triangle prism, with using the steps equal to follow the method was explained by the teacher, (2) the relational understanding is the capability to link any concepts with inter connecting. This meaning has the content of meaning that beside someone understands any concepts with inter connecting as the example the student accounts the volume of rectangle small shallow bowl with long of basement flank and the wall flank of small shallow bowl are knew, so to solve it the student is applied to account the top of small shallow bowl with using Phytagoras’s concept of triangle with shape of basement diagonal, wall flank, and top of small shallow bowl.
Pollatsek et al. (1981) menggolangkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik, (2) pemahaman fungsional, dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan mengetahui proses yang dikerjakannya. Pendapat Copeland (Sumarmo, 2007) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) knowing how to, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara rutin/algoritmik, dan (2) knowing, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara sadar.
Pollatsek et al. (1981) make the grouping of understanding in 2 (two) kinds, are (1) the computational understanding, it can to implementate the formula in simple accounting and doing the accounting in algorithmic method, (2) the functional understanding, it can to link one concept with other concept, and knowing the process is doing by him. Copeland’s argument (Sumarmo, 2007) make the grouping of understanding to 2 (two) kinds, are (1) knowing how to, it can to do the accounting in routine / algorithmic and (2) knowing, it can doing the unccounting in conscious.
Dengan demikian pengertian dari kemampuan pemahaman matematis seperti yang telah di kemukakan para ahli memiliki makna yang sama yaitu mampu menggunakan konsep dalam perhitungan sederhana dan dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya untuk mencapai suatu tujuan, dan mengetahui proses yang dikerjakannya. Pemahaman seseorang terhadap sesuatu konsep mempunyai tingkat kedalam arti yang berbeda, misalnya seorang siswa SMP dalam memahami suatu konsep tentu akan berbeda dengan kemampuan pemahaman konsep seorang siswa SD. Seorang siswa yang telah berhasil menjelaskan atau mendefinisikan suatu konsep, menunjukkan bahwa siswa tersebut memahami prinsip konsep tersebut walau memiliki susunan kata dan kalimat yang berbeda tetapi mempunyai makna yang sama.
With thus the meaning and the capability of mathemathic understanding as was appeared by the expert has the same meaning is the capability to use the concept in the simple accounting and can to connect one concept with other concept to catch the achievement, and to know the process is doing by him. Someone’s understanding to the concept has the graduate in the difference meaning, as the example the student of Yunior High School in understanding the concept surely will be difference with the understanding capability of concept by the student of Elementary School. The student successes to explain and to definite a concept, it indicates that the student understands the concept principle although has the word composition and the sentence composition in difference bt have the same meaning.
2. Penalaran Matematis (The Mathematic Reasoning).
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari biasanya kita menggunakan kemampuan berpikir kita untuk bernalar. Orang yang menggunakan nalar akan taat kepada aturan logika. Dalam logika ada aturan-aturan atau patokan-patokan yang harus diperhatikan untuk berpikir dengan tepat, teliti, dan teratur dalam mencapai kebenaran secara rasional. Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia Depdiknas (2009) penalaran berasal dari kata “nalar” yang artinya sebagai “kekuatan pikir”, sedangkan penalaran diartikan sebagai proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Shurter dan Pierce (Dahlan, 2004) menyatakan bahwa penalaran (reasoning) merupakan suatu proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan, pentransformasian yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan. Menurut Johnson-Laird & Byrne (Christou dan Papageorgiou, 2007) penalaran pada umumnya, melibatkan kesimpulan yang diambil dari prinsip-prinsip dan dari bukti-bukti, dimana individual menyimpulkan kesimpulan baru atau mengevaluasi usulan kesimpulan dari apa yang sudah diketahui. Menurut Sumarmo (2007) beberapa kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematis dalam pembelajaran matematika antara lain adalah, siswa dapat (1) menarik kesimpulan logis (2) memberikan penjelasan terhadap model, gambar, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada, (3) memperkirakan jawaban atau proses solusi, (4) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur, (5) mengajukan lawan contoh, (6) mengikuti aturan inferensi, memeriksa argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid, dan (7) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, pembuktian dengan induksi matematis. Dalam dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2006) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah: (1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, (2) Kemampuan mengajukan dugaan, (3) Kemampuan melakukan manipulasi matematika, (4) Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi, (5) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan, (6) Memeriksa kesahihan suatu argumen, dan (7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
In the daily life without conscious we use our thinking capability to reasoning. The people using the reasoning will obedient to the logic regulation. In the logic there are the regulations and the standards must be saw to thinki in accuracy, detail, and regularly in catch the true in rational. Based on Big Dictionary of Indonesian Language of Depdiknas (2009) the reasoning beginng word “nalar” has the meaning as “the thinking power”, otherhand the reasoning is made the meaning as the mental process in developing the thinking from any facts or principles. Shurter and Pierce (Dahlan, 2004) said that the reasoning as the process to catch the logic conclusion based on the fact and the relevant source, the transformation is gave in the turn to reach out the conclusion. Accorded on Johnson-Laird & Byrne (Christou and Papageorgiou, 2007) any capabilities are grouped in mathematic reasoning in the mathematic learning processing include are, the student has the capability (1) taking the logic conclusion, (2) to give the explaination to the model, picture, fact, adjective, relation, and the style there are, (3) to estimate the answer or the solution process, (4) using the relation style to analysis the situation, or making the analog, generalization, and composing the conjecture, (5) to apply the example opposite, (6) to follow th inference regulation, checking the argument, to realitate the fact and to compose the valid argument, and (7) to compose direct fact, indirect fact, to realitate the fact with mathematic induction. In the Regulation document of Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2006) about the reasoning indicators must be caught by the student. The indicator indicates the reasoning include are : (1) the capability to service the mathematic statement in oral, writing, picture, and diagram, (2) the capability to apply the assumption, (3) the capability to do the manipulation of mathematic, (4) the capability to compose the fact, giving the reason / fact to the solution true, (5) the capability to make the conclusion from the statement, (6) checking the purify of argument, and (7) to discovery the style or adjective of mathematic symptom to make the generalization.
Penalaran terdiri atas dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
The reasoning is consist of 2 (two) kinds are inductive reasoning and deductive reasoning.
a. Penalaran Induktif (The Inductive Reasoning).
Carroll (Christou dan Papageorgiou, 2007), mengatakan bahwa penalaran induktif dianggap bagian yang umum pada kecerdasan manusia, yang mendasari kinerja pada tugas-tugas kompleks dari konten domain yang beragam, karena terdiri dari kemampuan edukatif, yaitu kemampuan untuk menghasilkan karakteristik produktif manusia yang baru. Penalaran induktif dimulai dengan memeriksa keadaan khusus dan menuju penarikan kesimpulan umum (Priatna, 2010). Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Hamers (1998) menyebutkan bahwa seseorang menggunakan penalaran induktif untuk membangun sebuah kolam pengetahuan yang koheren yang dapat mudah digunakan dan meluas. Dengan demikian penalaran induktif memungkinkan siswa untuk membangun dunia yang tertib dengan memperkenalkan struktur.
Carroll (Christou and Papageorgiou, 2007), said that the inductive reasoning is hoped the general part in the people smart, it be the basement of working performance for the complex tasks of domain content in complex, because include the educative capability, it’s the capability to result the people productive characteristic at up to date. The inductive reasoning is began with checking the especially conditition and aim to make the general conclusion (Priatna, 2010). The reasoning include th observation to especially samples and discovery the style or the regulation be the basement of it. Hamers (1998) said that someone using the inductive reasoning to construct the knowledge pool with coherent can be used in easy be wide. With thus the inductive reasoning may be the student to construct the world orderly with introduce the structure.
b. Penalaran Deduktif (The Deductive Reasoning).
Lain halnya dengan penalaran induktif, penalaran deduktif merupakan proses penarikan kesimpulan berdasarkan pada premis-premisnya secara pasti dan tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar. Hal senada juga disampikan oleh Priatna (2010) penalaran deduktif dimulai dengan premis-premis (proposisi umum) yang memunculkan sesuatu untuk dapat ditarik suatu kesimpulan. Menurut Pierce (Sumarmo, 1987) penalaran deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip atau pengalaman umum yang menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus. Penalaran deduktif menurut Jacobs (Shadiq, 2004) suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Ini berarti bahwa kesimpulan yang diperoleh dengan menggunakan penalaran deduktif merupakan hasil dari kumpulan fakta atau data yang diketahui sebelumnya. Aturan penarikan kesimpulan dengan menggunakan penalaran deduktif lebih kuat. Ini berarti jika sebuah argumen valid dan anggapannya benar maka kesimpulannya akan dijamin benar. Jika dalam penarikan kesimpulan bernilai salah, maka yang salah bukan aturannya tetapi ada premis yang salah.
Be different with the inductive reasoning, the deductive reasoning as the process to take the conclusion based on its premises in exactly and cant be influenced by factor from outside. The same argument was given by Priatna (2010) the deductive reasoning is began with premises (general proposition) appear something can be took the reasoning. Accorded on Pierce (Sumarmo, 1987) the deductive reasoning is the reasoning process of the principle knowledge or general experience be our reference to cath the conclusion for especially something. The deductive reasoning accorded on Jacobs (Shadiq, 2004) is the method to take the conclusion from the statement or facts are hoped true with using the logic. This is meaning that the conclusion is caught with using the deductive reasoning as the result of facts collection or datas collection were known at before. The regulation of taking the conclusion with using the deductive reasoning is stronger. This is meaning if a valid argument and ist assumption are true so its conclusion will be assurance true. If in the taking conclusion is wrong value, so be wrong is not the regulation but there is wrong premis.
c. Pembelajaran Matematika (The Mathematic Learning Processing).
Proses belajar terdiri dari tiga komponen penting menurut Agne (Sagala, 2003), yaitu kondisi ekternal merupakan stimulus dari lingkungan dalam proses belajar, kondisi internal merupakan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Proses belajar tersebut menghasilkan perubahan-perubahan yang tampak dalam hasil belajar dan kemampuan siswa terhadap pertanyaan/persoalan/tugas yang diberikan oleh guru setelah kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar.
The studying process consist of 3 (three) main components accorded on (Sagala, 2003), those are the external condition as the stimulus of the environmental in the studying process, the internal condition as the internal condition and the student cognitive process, and the studying result descripts the verbal information, intellectual skill, motoric skill, conduct, and cognitive strategy. The learning process results the changings are appeared in studying result and the student capability to the statement / problem / task are give by the teacher after this studying internal condition has interaction with learning external condition.
Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1992: 43) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis; bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan merupakan pengetahuan struktur yang terorganisasikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; serta merupakan suatu seni, keindahannya terdapat pada keteraturan dan keharmonisannya. Kemudian Kline (Ruseffendi, 1992: 44) menyatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Johnson and Rising (Ruseffendi, 1992: 43) said that the mathematic is the thinking style, the style to organizate the realitation in logic; the language using the terminology is defenited with detail, real, and accuracy, its representation with symbole and as the structure knowledge is organized, axioms, adjectives, or theories were realitated the facts were true; and as the art, its beauty there is in its regularly and its harmony. Then Kline (Ruseffendi, 1992: 44) said that the mathematic is not alone knowledge can be perfect because by itself, but the existent of that mathematic in mainly to help people in understanding and holding the problems of social, economy, and earth.
Jadi, matematika dapat digunakan sebagai suatu bahasa yang menterjemahkan bahasa yang panjang kedalam bahasa yang sederhana yaitu bahasa matematika; matematika merupakan pengetahuan yang diungkapkan melalui bahasa simbol yang jelas dan tepat dan sebagai pola berpikir yang telah dibuktikan kebenarannya, juga sebagai suatu alat yang berguna dalam menyelesaikan permasalahan yang tidak hanya berasal dari matematika itu sendiri tetapi juga permasalahan dari bidang-bidang ilmu lain, dengan kata lain matematika adalah ilmu penunjang bagi ilmu-ilmu lainnya seperti sosial, ekonomi, dan alam.
So, the mathematic can be used as the language to translate the long language to the simple language is the mathematic language; the mathematic as the knowledge is disclosed through the symbole language in real and accuracy and as the thinking style was be fact for its true, so as the equipment has the advenatge in solving the problem not only beginning from that mathematic by itself but also the problems of other knowledge fields, with other word the mathematic is the supporter knowledge for other knowledges as social, economy, and earth.
Dalam belajar matematika menurut Thorndike (Simanjuntak, 1993) belajar harus dengan pengaitan antara pelajaran yang akan dipelajari dengan pelajaran yang telah diketahui atau dipelajari sebelumnya. Hal ini dapat dimengerti karena pada bagian yang sederhana sekalipun dalam matematika masih banyak siswa yang belum memahaminya, banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga mereka mengalami kesulitan dalam mempelajari bagian yang lebih tinggi lagi. Memahami konsep dasar dalam belajar matematika sangat penting, karena sangat membantu mempermudah pemahaman saat mempelajari konsep yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan konsep menurut Dienes (Ruseffendi, 2006) adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni, konsep notasi, dan konsep terapan. Konsep murni matematika berkenaan dengan mengelompokkan bilangan dan hubungan antara bilangan tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan itu disajikan, konsep notasi yaitu sifat-sifat bilangan sebagai akibat dari bilangan itu disajikan dan konsep terapan yang merupakan aplikasi konsep murni dan konsep notasi dalam pemecahan soal-soal matematika dan dalam bidang studi lain yang berhubungan.
In the mathematic learning accorded on Thorndike (Simanjuntak, 1993) the learning must make the connecting between the learning will be studied with the learning was known or studied at before. This reality can be understood because in the simple part in the mathematic still any students don’t understand it, any concepts in studying the higher part again. To understand the basement concept in the mathematic learning be main priority, because it most helping to make easy the understanding when studying the higher concept. Its meant with concept accorded on Dienes (Ruseffendi, 2006) is the mathematic structure consist of pure concept, notation concept, and the implementation concept. The concept of mathematic pure has the contact with grouping the numeral and the contact between the numeral without comparasion how that numeral is presented, and the implementation concept as the application of pure concept and the notation concept in solving the mathematic questions and in other studies have the contact with it.
d. Pendekatan Metakognitif (The Metacognitive Approach).
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya. Atau dapat juga diterjemahkan sebagai suatu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir sebagai dampak akibat dari buah pikiran terdahulu. Sharples dan Mathews (1989) mendefinisikan metakognitif sebagai keterampilan kompleks yang dibutuhkan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan khusus yang kemudian keterampilan-keterampilan tersebut dikumpulkan kembali untuk mendapatkan suatu strategi belajar yang tepat terhadap suatu masalah dan atau isu-isu pada konteks yang berbeda.
In alphabetical, the metacognitive can be translated as the thinking conscious, thinking about what is thaught and how his thinking process. So it can be translated as the individual activity to think again what was thaught and thinking as the effects of thinking result at before. Sharples dan Mathews (1989) defenited the metacognitive as the complex skill need be the student to hold the especially skill rearching out then those skills are collected again to accept the studying strategy in accuracy to the problem and or issues in different contex.
Menurut Sharples dan Mathews (1989) terdapat tujuh komponen utama dalam metakognitif, diantaranya yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler dalam Sharples dan Mathews berpendapat berbeda mengenai komponen metakognitif, Holler mengungkapkan bahwa komponen-komponen metakognitif terdiri dari : kesadaran, monitoring, dan regulasi. Weinstein dan Mayer membagi strategi kognitif menjadi lima: (1) strategi-strategi menghafal (rehersial strategies), (2) strategi-strategi elaborasi (elaboration strategies), (3) strategi-strategi pengaturan (organizing strategies), (4) strategi-strategi pemantauan pemahaman (comprehension monitoring strategies) atau juga disebut strategi-strategi metakognitif (metacognitive strategies), dan (5) strategi-strategi afektif (affective strategies).
Accorded on Sharples dan Mathews (1989) there are 7 (seven) ain components in metacognitive, include are : cognitive reflection, strategy, prediction, connection, asking, helping, and application. Otherhand Holler inSharples and Mathews have the different argument about the metacognitive component, Holler appears that methacognitive components include are : conscious, monitoring, and regulation. Weinstein and Mayer devide the cognitive strategy be 5 (five) : (1) rehersial strategies, (2) elaboration strategies, (3) organizing strategies, (4) comprehension monitoring strategies, or its mentioned too with metacognitive strategies, and (5) affective strategies.
NCREL (dalam www.neat.tas.edu.au, 1995) mengidentifikasi indikator-indikator metakognisi dan membaginya menjadi tiga kelompok. Pertama, mengembangkan rencana aksi, meliputi pertanyaan-pertanyaan: (1) pengetahuan awal apakah yang akan menolongku mengerjakan tugas-tugas ?, (2) dengan cara apakah saya mengarahkan pikiranku ?, (3) pertama kali saya harus melakukan apa ?, (4) mengapa saya membaca bagian ini ?, dan (5) berapa lama saya menyelesaikan tugas ini ?. Kedua, memantau rencana aksi, meliputi pertanyaan-pertanyaan: (1) bagaimana saya melakukan aksi ?, (2) apakah saya berada pada jalur yang benar ?, (3) bagaimana seharusnya saya melakukan ?, (4) informasi apakah yang penting untuk diingat ?, (5) haruskah saya melakukan dengan cara berbeda ?, (6) haruskah saya menyesuaikan langkah-langkah aksi dengan tingkat kesukaran ?, dan (7) jika tidak memahami, apakah yang perlu dilakukan ?. Ketiga, mengevaluasi rencana aksi, meliputi pertanyaan –pertanyaan : (1) seberapa baik saya telah melakukan aksi ?, (2) apakah cara berpikirku menghasilkan lebih banyak atau kurang sesuai dengan harapanku ?, (3) apakah saya telah melakukan secara berbeda ?, (4) bagaimana saya menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah yang lain ?, dan (5) apakah saya perlu kembali mengerjakan tugas ini untuk mengisi ‘kekosongan‘ pemahamanku ?.
NCREL (in www.neat.tas.edu.au, 1995) identified the metacognition indicators and devided it be 3 (three) groups. First, to develop the action planning, include questions : (1) what the beginning knowledge will helped me to do the tasks ?, (2) with what is method I steer my thinking ?, (3) for first time what will be done by me ?, (4) why I read this part ?, and (5) how long time I finish this task ?. The second, to observate the action planning, include questions : (1) how I do the action ?, (2) what is I am in true channel ?, (3) how must I do ?, (4) what is information is priority to remembered ?, (5) must I do with difference method, (6) must I macth the action steps with the difficult graduate ?, and (7) if I don’t understanding, what is need be done ?. Third, to evaluate the action planning, include questions : (1) how better I do the action ?, (2) what is my thinking method to result in more or less accorded my hopes ?, (3) what was done by me in difference method ?, and (5) what is need I shall do this task again to fill my understanding ‘vacuum’ ?.
Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsur analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuh kembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, bukan hanya sekedar proses berpikir sepintas dengan makna yang dangkal. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif mengarahkan perhatian siswa pada apa yang relevan dan membimbing mereka untuk memilih strategi yang tepat untuk menyelesaikan soal-soal melalui bimbingan scaffolding (pertanyaan-pertanyaan arahan) (Cardelle, 1995).
Metacognitive can be grouped be high cognitive capability because loading the analysis unsure, shyntetic, and evaluation as the seed to grow the inquiry capability and creativity capability. Because of that the learning action must be make the student be usually to train this metacognitive capability, not only the thinking process in by the way with shallow meaning. The learning processing with the metacognitive approach directing the student attention to what si relevant and leading them to choice the accuracy strategy to solving the questions through scaffolding leading (Cardelle, 1995).
Di bawah pengaruh teori pembelajaran kognitif, pemecahan masalah (problem solving) berkembang menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan aktivitas mental yang kompleks (complex mental activity) yang merupakan keragaman kemampuan kognitif dan actions. Pemecahan masalah sendiri meliputi kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti visualization, association, abstraction comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, dan generalization, yang dari tiap-tiap poin tersebut membutuhkan suatu pengaturan dan pengkoordinasian (Kirkley, 2003; Garofalo dan Lester, 1985).
Under the influence of cognitive learning theory, problem solving be growing be the media to representate the complex mental activity as the cognitive capability complex and actions capability complex. The solving problem by itself include high graduate thinking capability as visualization, association, abstraction comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, and generalization, each of those point needs the regulating and coordinating (Kirkley, 2003; Garofalo and Lester, 1985).
Prosedur pembelajaran dengan pendekatan metakognitif, mengadopsi model Mayer (Cardelle, 1995) adalah dengan menyajikan pelajaran dalam tiga tahapan, yaitu :
The learning procedure with metacognitive approach, adopting Mayer’s model (Cardelle, 1995) is with presenting the learning in 3 (three) steps, are :
1. Tahap pertama adalah diskusi awal (the first step is the beginning discussion).
Pada tahap ini, guru menjelaskan tujuan umum mengenai topik yang akan dan sedang dipelajari. Setiap siswa dibagikan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa. Proses penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera dalam bahan ajar tersebut. Kesalahan siswa dalam memahami konsep, diminimalisir dengan intervensi guru. Siswa dibimbing untuk menanamkan kesadaran dengan bertanya pada diri sendiri saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar. Pada akhir proses pemahaman konsep, diharapkan siswa dapat memahami semua uraian materi dan menyadari akan apa yang telah dilakukannya, bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum ia pahami, pertanyaaan seperti apa yang belum terjawab, bagaimana cara menemukan solusi dari pertanyaan tersebut.
In this step, the teacher explain the general achievement about the topic will be studied and studying. Each student is gave the learning material as The Student Work Sheet. The process to cultivate the concept in directly with answer the questions are wrote in the learning material. The mistake of student in understanding the concept, it is minmalized with the teacher intervention. The student is leaded to cultivate the understanding with ask to hisself when answer the questions are applied in the learning material. At the final of concept understanding process, its hoped the student can to understand all material explainations and anderstanding what was done by him, how to do it, what is part not yet understood by him, what is question kind not yet answered, how the method to discovery the solution from that question.
2. Tahap kedua adalah siswa bekerja secara mandiri untuk memecahkan soal. Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakannya secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan feedback secara interpersonal kepada siswa. Feedback metakognitif akan menuntun siswa untuk memusatkan perhatiannya pada kesalahan yang siswa lakukan dan memberikan petunjuk agar siswa dapat mengoreksi kesalahannya tersebut. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan.
2. The second step is the student working in independent to solving the question. The student is gave the problem with same topic and working it with individual. The teacher walking around the class room and giving the feedback with interpersonal method to the student. The metacognitive feedback will lead the student to make centre his attention to the mistake is done by the student and giving the reference so the student can to correct his mistake. The teacher helps the student to control his thinking method, not only giving the true answer when the student making the mistake.
3. Tahap ketiga adalah membuat simpulan atas apa yang dilakukan di kelas dengan menjawab pertanyaan. Penyimpulan yang dilakukan siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang dilakukan di kelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
3. The third step is making the sonclusion for what is done in the class room with answer the question. The conclusion making processing is doing by the student as the recapitulation about what is done in the class room. In this step the student making the conclusion by hisself, and the teacher leads with giving the questions.
e. Teori Belajar Yang Mendukung (The Learning Theory as Supporter).
Pada hakikatnya, belajar adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Proses belajar merupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984) menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan (input) untuk sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/peserta didik dengan penampilan yang lebih maju dalam berbagai aspek. Di antara masukan dan keluaran terdapat black box yang berupa proses belajar atau pendidikan.
In its essential, the studying as the activity hopes the behavioral change to the individual studying. The studying process as the complex process and always doing in any situations and any conditions. Percival dan Ellington (1984) descripted the education system model in the learning process in black box shape. In put for the education system or the learning system consist of people, information, and other soureces. The ouput consist of people / the student with more progressive performance in any aspects. In input and output there are black box as the learning process or education process.
Ada beberapa pakar pendidikan yang teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai acuan ketika berbicara mengenai konsep belajar terutama yang berhubungan dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan metakognitif yaitu Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Semminovich Vygotsky (1896-1934).
There are any education experts with their theories and their views can be used as the references when talking about the learning concept in mainly has the contact with the learning processing use metacognitive approach are Jean Piaget (1896-1980) and Lev Semminovich Vygotsky (1896-1934).
1. Teori Belajar Jean Piaget (Jean Piaget’s Learning Theory).
Piaget dalam Suparno (2001) membedakan belajar dengan dua buah pemaknaan. Yang pertama adalah belajar dalam arti sempit. Dalam konteks ini, belajar adalah sebuah proses yang hanya menekankan pada perolehan informasi baru. Belajar dalam pengertian ini sering disebut sebagai belajar figuratif (suatu belajar yang lebih bersifat pasif). Kedua adalah belajar dalam arti luar, yang juga lebih sering disebut sebagai perkembangan, di mana manusia belajar untuk menemukan dan memperoleh struktur pemikiran yang lebih umum dan dapat digunakan dalam berbagai situasi. Belajar dalam konteks ini, sering pula disebut sebagai belajar operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari hal-hal yang baru ia pelajari.
Piaget in Suparno (2001) made the difference of learning with 2 (two) meanings. The first is learning in narrow meaning. In this contex, the learning is the process with pressure to new information is accepted only. The learning in this meaning often mentioned as the figurative learning (the learning in more passive adjective). The second is the learning in outside meaning, so its often mentioned as the development, where the people studies to discovery and to cacth the thinking structure in more generally and it can be used in any situations. The learning in this contex, so often mentioned as the operative learning, where someone in active to construct the structure from things are studied by him at up to date.
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Piaget dalam Wijayanti (2008), antara lain :
3 (Three) main principles of learning processings are appeared by Piaget in Wijayanti (2008), include :
a. Belajar Aktif (The Active Learning).
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya : melakukan percobaan sendiri; memanipulasi simbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; dan membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
The learning process is the active process because the knowledge was made from the inside of stdying subject. To help the cognitive development of child, to him need be made the learning condition may be the child studying b hisself, example :to do the experiment by hisself; to manipulate the symbols; to apply the question and looking for the answer by hisself; and to comparative his discovery by hisself with his friend’s discovery.
b. Belajar melalui interaksi sosial (The learning processing through the social interaction).
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari J.L. Mursell.
In the learning processing need be made the condition may be there is the interaction between the learning subject. Accorded on Piaget the learning at together with same age or older will help their cognitive development. Because without the solidarity so the cognitive will grow with its egocentre adjective. And with the solidarity of cognitive essential so the child will be more variant. This reality will strong J.L. Mursell’s argument.
c. Belajar melalui pengalaman sendiri (the learning through its experience by hissself).
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
With using the real experience so the cognitive development of the child will be more than using the language to communication only. To languang is main priority to communication but if its not followed by the implementation and the experience so the somenone’s cognitive development will tendency be verbalism.
Teori belajar Piaget ini sejalan dengan temuan Cardele-Elawar dalam Suzana (2004) mengenai proses metakognisi yang seharusnya terjadi dalam diri siswa. Cardele-Elawar menjelaskan bahwa proses metakognisi adalah strategi pengaturan diri dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, dan mengorganisasi informasi yang dihadapinya serta menyelesaikan masalah.
This Piaget’s learning theory equal to with Cardele-Elawar’s discovery in Suzana (2004) abouth the metacognition process must be happen in student self. Cardele-Elawar explained that the metacognition process is the strategy to manage self with choice, remember, to know again, and to organizate the information are met by him and solving the problem.
2. Teori Belajar Lev Semminovich Vygotsky (Lev Semminovich Vygotsky’s Learning Theory).
Menurut Vygotsky, terdapat hubungan yang erat antara pengalaman sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada perbedaan secara kualitatif antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas kategorisasi objek berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada pengertian yang lebih abstrak. Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman pada dasarnya terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh pengalaman sehari-hari, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial (Palmer, 2006).
Accorded on Vygotsky, there is the tight relation among the daily experience with the scientific concept, but there is the diffence in quantitative between complex thinking and conceptual thinking. The complex thinking is based on the object categorization based on the situation, otherhand the conceptual thinking based on the meaning in more abstract. He say it with real that the capability development to analysis, make the hyphothesis, and to test the experience in its basement is separated from the daily experience. This capability is not indicated by the daily experience, but more depend to the specific type of social interaction (Palmer, 2006).
Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa SMA dalam Grafik Fungsi Trigonometri dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph.
To increase The Capability and The Reasoning of Senior High School Student in Trigonometry with Using The Metacognitive Approach Using Autograph.
B. Latar Belakang. (The Background).
Kemajuan suatu negara dan kesejahteraan rakyatnya tidak dapat terlepas dari perkembangan dan kualitas pendidikannya. Perkembangan pendidikan yang meningkat dapat dilihat dari besarnya kesempatan dan terdapatnya kemudahan bagi setiap warga negara untuk menikmati pendidikan, tidak hanya pendidikan dasar tetapi juga pendidikan tinggi. Sedangkan kualitas pendidikan yang baik dapat dilihat dari tersedianya fasilitas pendukung di setiap jenjang pendidikan, kompetensi guru yang cukup tinggi, lingkungan belajar yang kondusif, output yang berkualitas yang dapat bersaing di negara sendiri maupun di kancah internasional, dan pemanfaatan teknologi secara optimal. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka akses terhadap informasi serta ilmu pengetahuan akan semakin besar, yang akan mendorong peningkatan kesejahteraan penduduk ke arah yang lebih tinggi juga.
The progressive of country and the prosperous of its people cant be made free from the development and its education quality. The education development in increase can be saw from the big opportunity and the availaibility in easy for each citizen to taste the education, not only the principle education but also the high education. Otherhand the education quality in better can be saw from the availaibility of support facility in each education graduate, the teacher competency with enough high, the study environmental in condussive, the output of quality can be competitive in its country by itself or in international level, and using the technology in optimal. With the increase of education be higher, so the acces to information and knowledge be bigger, it will support the increase of people prosperous to the direction in higher too.
Namun demikian, untuk mencapai kualitas pendidikan seperti yang diharapkan dalam suatu negara tidaklah mudah. Berbagai cara dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan yang ideal, seperti pengembangan kurikulum, pemanfaatan alat-alat peraga dan media elektronik, penyediaan fasilitas komputer dan akses internet sebagai salah satu sumber belajar, pelatihan, dan pendidikan untuk peningkatan profesionalisme guru, penggunaan model-model pembelajaran, dan lain sebagainya.
But thus, to cacth the education quality as hoped by the country is not easy. Any methods are doing to catch the ideal education quality, as the curriculum development, using the show off equipments and electronic media, to prepare the computer facility and internet acces as one of sources of studying, training, and education to increase the teacher professionalism, the using of learning models, and other.
Dalam kehidupan sehari-hari, konsep dan prinsip matematika banyak digunakan dan diperlukan, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam perkembangan matematika itu sendiri. Dengan kata lain matematika mempunyai peranan yang penting untuk ilmu lain terutama sains dan teknologi. Hal ini dipertegas oleh Hudoyo (1990) bahwa matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu yang lain.
In daily life, the concept and the principle of mathematic any used and needed, as the support equipment in the implementations in other knowledge field or the mathematic development by itself. With other word the mathematic has the main function for other knowledge in mainly for science and technology. This reality is metioned in real by Hudoyo (1990) that mathematic is not the knowledge to demand for itself only, but also has the adventage to any parts of other knowledges.
Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang, dengan melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas, 2003). Tujuan tersebut mengarahkan siswa untuk bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif.
The mathematic learning achievement in basement education level and high education level is to prepare the students have the capability to face the world always developing, and to train the thinking method and reasoning in make the conclusion, to develop the creative activity, tho develop the capabilty to solve the problem to develop the capability to informate or communication the idea (Depdiknas, 2003). That achievement directs the students to act above the thinking basement in logic, rational, critic, accuracy, honestly, efficient, and effective.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di atas, secara rinci para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan 5 (lima) kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa dari tingkat dasar sampai menengah. Kelima kemampuan matematis yang terdapat pada dokumen kurikulum 2006 tersebut adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. (Depdiknas, 2007).
During with the mathematic learning achievement above, in detail the experts in field of mathematic education make the 5 (five) formulas of mathematic capabilities must be held by student from the basement graduate until the middle graduate. 5 (five) of mathematic capabilities there are in curriculum document 2006 are to understand the concept, reasoning, communication, solve the problem, and has the conduct to award the mathematic function in the life. (Depdiknas, 2007).
Menurut Sumarmo (2007) kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya matematis atau keterampilan bermatematika. Keterampilan matematika berkaitan dengan karakterisitik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analog dan generalisasi, bernalar secara logis, menyelesaikan masalah, berkomunikasi dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.
Accorded on Sumarmo (2007) the capabilities were mentioned above with the mathematic or the skillful to use the mathematic. The mathematic skillful has the contact with the mathematic characteristic can be grouped in low graduate thinking and high graduate thinking. The low graduate thinking include the activity to do the simmple account operation, to implementate the mathematic formula in directing, follow the procedure (algoritma) in form, otherhand be include the high graduate thinking is the capability to understand the mathematic idea in deeply, observate the data and esploring the idea in explicite, to compose conjectur, analaog, and generalization, to reason in logic, to solve the problem, to communicate and tho contact the mathematic idea with other intellectual activity.
Pengertian tentang karakteristik matematika di atas mengarahkan tujuan matematika pada 2 (dua) arah pengembangan. Pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk memecahkan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Yang kedua adalah matematika dapat memberikan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis, dan cermat. Dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam pengembangan kemampuan siswa dalam bermatematika.
The meaning of mathematic characteristic above directs to the mathematic achievement in 2 (two) development directions. First to direct the mathematic learning to understand the concept and the mathematic idea then needed to solve the mathematic problem and other knowledges. The second is the mathemathic has the capability to give the reasoning in logic, systematic, critic, and accuracy. It can grow believe in its self and to develop the objective conduct and openship conduct are most needed in developing the capability of student in mathematic activity.
Kemampuan pemahaman dalam pembelajaran matematika merupakan suatu yang penting, karena melalui pemahaman siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya, yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Turmudi (2009) menyatakan siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, membangun pengetahuan baru secara aktif dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Belajar Matematika dengan pemahaman akan menjadikan siswa mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika.
The understanding capability in the mathematic learning as main, because through the student understanding can to organize and to consolidate his mathematic thinking, at finally can bring the student to the understanding in deeply about the mathematic concept was learned. Turmudi (2009) said the student must study the mathematic in the understanding method, build new knowledge in active from the experience and the knowledge are owned by student at before. Studying the mathematic with the understanding will make the student has the capability to implementate the procedure, the concepts, and the mathematic process.
Selain pemahaman, penalaran juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru, karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna bagi siswa. Kegiatan bernalar dalam pembelajaran matematika membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari yang hanya sekedar mengingat fakta, aturan, dan prosedur kepada kemampuan pemahaman (Sumarmo, 1987). Untuk dapat mengantar siswa pada kegiatan bernalar hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana.
Beside the understanding, so the reasoning need accept the especially attention too from the teacher, because through the reasoning in the mathematic learning activity will be caught the meaning knowledge for the student. The reasoning processing activity in the mathematic learning activity helps the student to increase the capability in the mathematic, its from remember the facts, regulation, and procedure only to the understanding capability (Sumarmo, 1987). To can introduce the student to the reasoning processing activity so the student be usually to always responding to the problem is met with try to answer the questions about what, why, and how.
Dengan kegiatan bernalar diharapkan siswa tidak hanya mengacu pada pencapaian kemampuan ingatan belaka, tetapi lebih mengacu pada pemahaman, pengertian, kemampuan aplikasi, dan kemampuan analisis. Priatna (2003) menyatakan bahwa melalui kegiatan bernalar matematika diharapkan siswa dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi. Oleh karena itu penalaran dalam pembelajaran perlu dikembangkan.
With the reasoning processing activity is hoped the student not only indicating to catch the remembering capability only, but also more indicating to understanding, meaning, capability of application, and the analysis capability. Priatna (2003) said that through the mathematic reasoning processing activity is hoped the student can see that the mathematic as the logic research. With thus the student feels the belive in that the mathematic can be understood, thought, factualed, and evaluated. Because of that the reasoning processing in the learning processing need be developed.
Untuk mendukung proses belajar yang meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan pada kesadaran tentang pengetahuan dan proses berpikir siswa. Kemampuan yang diharapkan dikuasai seorang pendidik khususnya di bidang matematika adalah bagaimana membelajarkan siswa dengan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.
To support the study processing to increase the capabilities of understanding and the mathematic reasoning the student need be the material development of mathematic learning is focused to the understanding about the knowledge and the student thinking process. The capability is hoped be held by the teacher in especially in field of mathematic is how to learn the student with active, creative, effective, and pleasant to catch the learning achievement in maximal.
Seorang guru bukan sekedar menguasai materi matematikanya saja, akan tetapi guru yang cermat selalu mencari ide dan teknik baru untuk diterapkan di dalam kelas. Salah satunya diperlukan pengalaman aktif melalui manipulasi benda-benda kongkrit atau semi kongkrit berupa gambar atau diagram, begitu pula penguasaan dalam penggunaan, metode, pendekatan, strategi pembelajaran, mengusahakan dan menggunakan alat peraga sesuai pembelajaran, dan memperhatikan tingkat berpikir siswa, serta model-model pembelajaran yang sesuai dan tepat. Berdasarkan analisis tes National Assessment of Educational Progress (NAEP) tahun 1996, data dari 2 (dua) sampel negara yang melibatkan 15.000 siswa tingkat 8 (delapan), disebutkan bahwa siswa yang gurunya aktif memberikan pengajaran melalui proses kerja dalam aktivitas pembelajaran menghasilkan prestasi belajar matematika lebih dari 70% dan 40% untuk sains. (Wenglinsky, dalam Crawford 2001).
The teacher not only hold his mathematic material only, but also the teacher in accuracy always search the idea and new technic to implemented in the class room. One of those is needed the active experience through the concrete things manipulation and half concrete things manipulation as picture or diagram, so to hold in using, method, approach, the learning strategy, to effort and to use the show off equipment accorded on the learning in matching and accuracy. Based on test analysis of NAEP (National Assessment of Educational Progress) at year 1996, data from 2 (two) countries samples followed 15.000 students at 8th (eighth) graduate, it was mentioned that the students with their teacher in active give the learning through the working process in the learning activity be result the mathematic studying prestation in more than 70 % and 40 % for science. (Wenglinsky, in Crawford 2001).
Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian kreativitas siswa tidak termotivasi, dan akhirnya akan muncul perasaan bosan belajar matematika pada diri siswa. Pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sesaat karena pengetahuan tersebut sifatnya hanya hafalan dan tidak dikonstruksi sendiri oleh siswa. Pernyataan di atas sesuai dengan Stipek (Halat, 2008) guru lebih berpengaruh pada motivasi siswa dalam belajar matematika daripada yang lakukan orangtua, karena berdasarkan fakta bahwa siswa menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah. Keberhasilan pembelajaran matematika pada siswa tidak dapat diukur dengan sejauh mana ingatan siswa atau prosedur pengerjaan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
The mathematic learning processing with less following the students in active will cause the students cant using their mathematic capabilities in optimal in solving the mathematic problem. With thus the students crativity is not motivated, at finally will appear the boring sense for mathemathic studying in students self. The knowledge is caught by student defence in a moment only because that knowledge with learning by heart (remembering) adjective only and without constructed by the student. The statement above accorded on Stipek (Halat, 2008) the teacher more influenced to motivate the student in studying the mathematic than doing by the parents, because based on the fact the students accomplishs any parts of their time in the school. The successful of mathematic learning processing in the students cant be measured with how far the remembering of student or the working procedure of student in solve the matemathic questions.
Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar juga berkembang, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar guru hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif (berupa capaian hasil akhir ujian semester atau ujian nasional) tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk memperkenalkan metakognisi dalam menyelesaikan masalah matematika kepada siswa sangat kurang atau bahkan cenderung diabaikan (Mulbar, 2006).
During with cognitive psychology development, the teacher method in evaluating the studyng result catching be developing too, in mainly to the cognitive domain. Today, in evaluating the studying result catching the teacher give the pressure to cognitive goal (as half year examination final result cathing or national examination) without look at the cognitive process dimention and metacognitive skillful. As the consequence the efforts to introduce the metacognition in solving the mathematic problem to the student least or morever tendency without care (Mulbar, 2006).
Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan pemecahkan masalah matematis siswa, maka mutlak diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif dalam merespon kesadaran metakognisinya.
To understand the mainly of strategy and the studying processing approach to can develop the reasoning processing capability and solving the mathematic problem of student, so be absolute needed there is the mathematic learning processing anymore following the student in active in the learning process. This reality cab be realitated through the alternative learning shape is planned as thus so reflecting the student’s procactive in responding his methacognition understanding.
Metakognisi oleh O’Neil dan Brown (1997) diartikan sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Anderson dan Krathwohl (2001) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi. Sementara itu, Lavell dan Brown dalam Veenman (2006) menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktifitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya. Pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan tercermin pada pemanfaatannya secara efektif dalam memecahkan suatu permasalahan.
The metacognition by O’neil and Brown (1997) is meant as the process when someone thinking about the thinking method in the program to build the strategy to solve the problem. Anderson and Krathwohl (2001) said that the metacognition knowledge is the knowledge about cognition. Otherhand, Lavell and Brown in Veenman (2006) said that the metacognition is the knowledge and the regulation in the someone cognitive activity in his learning process. Because of that, it can be mentioned that the metacognition has the reference to someone’ understanding about his knowledge. The deeply understanding about his knowledge will be reflected in its using in effective in solving the problem.
Mulbar (2006) menyatakan secara umum, strategi-strategi belajar meliputi strategi-strategi kognitif dan strategi-strategi metakognitif. Mereka mengidentifikasi dan mengkategorikan strategi-strategi kognitif berdasarkan fungsi-fungsi khusus yang dimilikinya selama pemrosesan informasi. Strategi kognitif merupakan keterampilan intelektual khusus yang sangat penting di dalam belajar dan berpikir. Dalam teori belajar modern, strategi kognitif merupakan proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian belajar, mengingat, dan berpikir.
Mulbar (2006) said in generally, the studying strategies include the cognitive strategies and the metacognitive strategies. They identify and categorize the cognitive strategies based on the especially functions are owned by them during the information processing. The cognitive strategy as the especially intellectual skill in most main in the studying and the thinking processing. In the modern learning modern, the cognitive strategy as the contral process, its the internal process is used by student to choice and to change the methods to give the studyig attention, remembering, and thinking.
Di bawah pengaruh teori pembelajaran kognitif, pemecahan masalah (problem solving) dan penalaran (reasoning) berkembang menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan keragaman aktivitas mental (complex mental activity) yang merupakan keragaman kemampuan kognitif dan actions. (Kirkley, 2003; Garofalo dan Lester, 1985). Dengan keterampilan metakognitif ini, siswa diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak (Sanjaya, 2008).
Under the influence of cognitive learning theory, the problem solving and reasoning be developing be an equipment to presentate the complex mental activity as the cognitive capability complex and actions. (Kirkley, 2003; Garofalo and Lester, 1985). With this metacognitive skill, the student is hoped has the capability to solve the social problems accorded on child development level (Sanjaya, 2008).
Suzana (2003) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran matematika yang menitikberatkan pada aktivitas belajar, membantu dan membimbing peserta didik jika menemui kesulitan dan membantu mengembangkan kesadaran metakognisinya. Suparno (2001) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metakognitif merupakan pembelajaran berpaham konstruktivisme, yang menjadikan konflik kognitif sebagai titik awal proses belajar yang diatasi dengan regulasi pribadi (self regulation) tiap siswa untuk kemudian siswa tersebut membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Hal ini dapat diartikan bahwa penggunaan Pendekatan Metakognitif dalam pembelajaran, berpeluang untuk menstimulasi peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa.
Suzana (2003) explained that the mathematic learning with the metacognitive approach is the mathemathic learning processing is pressured to the studying activity, t o help and to lead the members of students if discovery the difficult and to help to develop his metacognition understanding. Suparno (2001) appeared that the mathematic learning processing with using the metacognitive approach as the learning processing with constructivism idea, it makes the cognitive conflict as the beginning step of learning process is solved with the self regulation for each student to the that student build his knowledge by hisself through the experience and his interaction with the environmental. This reality can be made the meaning that the using of Metacognitive Approach in The Learning processing, it has the opportunity to stimulate the increasing of reasoning capability and solving the mathematic problem of student.
Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain yang juga dapat diduga berkontribusi terhadap kemampuan matematis siswa dan terhadap sikap siswa dalam belajar matematika, yaitu kelompok kemampuan awal matematika siswa, yang dapat digolongkan ke dalam kelompok atas, tengah, dan bawah. Menurut Galton (dalam Ruseffendi, 1991), setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika, dari sekelompok siswa yang tidak dipilih secara khusus, akan selalu kita jumpai siswa yang kemampuannya berada pada kelompok atas, tengah, dan bawah, karena kemampuan siswa (termasuk kemampuan dalam matematika) menyebar secara distribusi normal. Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa tidak semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga bisa karena pengaruh lingkungan (Ruseffendi, 1991). Dengan demikian, pemilihan pendekatan pembelajaran harus diarahkan agar dapat mengakomodasi kemampuan siswa di tiap kelompok yang pada umumnya adalah heterogen. Ada kemungkinan siswa yang berada pada kelompok tengah atau rendah, apabila diberikan pendekatan pembelajaran yang ‘cocok’ dengan mereka, pemahaman mereka akan menjadi lebih baik.
Beside the learning factor, there are other factors can be predicted have the contribution to the student mathematic capability and to the student conduct in the mathematic learning, its the group has the beginning capability of student mathematic, it can be grouped in top class, middle class, and down class. Accorded on Galto (in Russefendi, 1991), every student has the capability in difference to understand the mathematic, from the student group is not choiced in especially, it will always meet the student has the capability there are in top class, middle class, and down class, because the capability of student (include the capability in mathematic) spread in normal distribution. The difference of capability is owned by the student not only as the talent, but so can be the environmental influence (Russefendi, 1991). With thus, the choice of learning approach must be directed so it can to accomodate the student capability in each group in generally is heterogent. Maybe there is the student there is in middle group or low group, if its gave the ‘accord’ learning approach with them their understanding be better.
Banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa siswa yang berada pada kelompok atas akan memperoleh prestasi yang tinggi, tidak peduli metode belajar apapun yang diterapkan (Krutetski, 1976). Tetapi, siswa yang berkemampuan tengah atau rendah akan mendapatkan manfaat dari penerapan strategi-strategi pembelajaran tersebut, seperti : (1) respon dan partisipasi aktif dan (2) umpan balik yang bersifat korektif terhadap miskonsepsi (Arnawa, 2006). Keberhasilan pembelajaran matematika di dalam kelas diawali dengan sikap siswa terhadap matematika, sejauh mana siswa menyadari bahwa matematika merupakan ilmu yang bermakna dan dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Untuk menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap matematika, maka pembelajaran di dalam kelas harus banyak melibatkan siswa.
Any researches are saw that the student there is in top group will catch the high prestation, not care to what is the learning method is implemented (Krutetski, 1976). But, the student has the middle capability or low capability will accept the adventage from the learning strategics were mentioned, as : (1) the respond and the active participation and (2) the feed back in corrective adjective to misconception (Arnawa, 2006). The successful of mathematic learning in class romm is began with the student conduct to the mathematic, how far the student understand that mathematic as the useful knowledge and it can be used in solving the problem are met by them. To grow the interest of student to the mathematic, so the learning processing in class room must follow the student.
Pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja oleh guru kepada siswa karena pengetahuan bukanlah barang jadi, tetapi suatu proses yang berkembang terus menerus. Siswa sendirilah yang mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya bukan sekedar memperoleh dengan menghafal. Peran guru adalah memberikan motivasi, mengarahkan, membimbing, dan mendukung siswa tentang ide matematika dalam penemuan konsep baru.
The knowledge cant be transferred as thus only by the teacher to the student because the knowledge is not the prepared thing, but the process developing at continiouity. The student by itself to construct and to make new knowledge based on the knowledge is owned at before not only to catch it with learnt by heart (remembering). The teacher function is giving the motivation, directing, leading, and supporting the student about the mathematic idea in discovery new concept.
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat dipahami secara mendalam dan lebih bermakna bagi siswa, karena setiap siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri bukan menerima langsung dari orang lain. Clements dan Battista (2001) mengatakan pengetahuan secara aktif dibuat atau diciptakan oleh anak, bukan pasif yang diterima dari lingkungan, dan anak-anak menciptakan pengetahuan matematika baru dengan merenungkan tindakan fisik dan mental mereka, ide yang dibangun atau dibuat bermakna ketika anak mengintegrasikan pengetahuan ke dalam struktur pengetahuan yang ada pada mereka. Menurut Reigeluth (Johnson, 2009) belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan aktif dan bukan sebagai penyerapan pengetahuan pasif.
Any researchers said that the knowledge can be understood in deeply and more meaning for the student, because each student constructs their knowledges by theirselves not accept in directy from other personal. Clement and Battista (2001) said the knowledge in active is made or creatured by children, not passive is accepted by the environmental, and the children make new mathematic knowledge with thinking in deeply about the physic action and their mental, the idea is built or made has the meaning when the children integrate the knowledge to the knowledge structure there is in theirselves. Accorded on Reigeluth (Johnson, 2009) study as the construction process of active knowledge and not as the passive knowledge absorbtion.
Jadi proses membangun pengetahuan inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar, para peneliti juga menggambarkan strategi pengajaran yang didasarkan pada keyakinan, bahwa siswa belajar dengan baik ketika mereka memperoleh pengetahuan melalui eksplorasi dan belajar aktif. Strategi ini termasuk menggunakan kegiatan tangan, mendorong siswa untuk berpikir dan menjelaskan alasan mereka bukan hanya menghafal dan membaca fakta, dan membantu siswa untuk melihat hubungan antara tema dan konsep-konsep.
So the process to build this knowledge be more mainly than the learning result, so the researchers descript the learning strategy based on the faith, that the student learns in well when they catch the knowledge through the exploration and the active learning. This strategy include using the hand activity, to push the student to think and to explain their reason not only remembering and read the facts, and helping the student to look at the correlation between theme and concepts.
Dalam ruang kelas, siswa lebih mungkin untuk berdiskusi tentang ide-ide mereka dengan siswa lain dalam memecahkan masalah. Mereka lebih cenderung bekerja secara kooperatif dalam kelompok kecil saat mereka membentuk dan merumuskan konsep, daripada mempraktekkan keterampilan secara diam-diam di kursi mereka.
In the class room, the student maybe more to discuss about their ideas with other student in solving the problem. They tendency working in cooperative in small group when they make and formulate the concept, than to practice the skill in quitly in their chairs.
Selain dari konsep pembelajaran seperti yang diterangkan di atas, respon siswa terhadap pembelajaran yang disampaikan oleh guru juga merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap terlaksana dan berhasilnya suatu pembelajaran, seperti yang disampaikan oleh Stiles et al. (2008) sikap siswa terhadap matematika sangat penting karena dengan kepercayaan diri siswa terhadap matematika maka mereka akan menghargai dan menikmati matematika yang berkaitan erat dengan kesiapan mereka untuk belajar matematika dan prestasi siswa berikutnya dalam matematika. Menurut Callahan (Bergeson, 2000) siswa mengembangkan sikap positif terhadap matematika ketika mereka melihat matematika sebagai sesuatu yang berguna dan menarik. Demikian pula sebaliknya, siswa akan mengembangkan sikap negatif terhadap matematika ketika mereka tidak melakukannya dengan baik atau melihat matematika sebagai sesuatu yang tidak menarik.
Beside th learning concept as explained above, the student responding to the learning is gave by the teacher as main material too and most influence to realitate and the successful of the learning processing, as gave by Stiles et al. (2008) the student conduct to the mathematic be mainly because with believe in theirselves to the mathematic so they shall award and to taste the mathematic has the tight relation with their preparation to study the mathematic and next student prestation in mathematic. So thus on the contrary, the student will develop the negative conduct to the mathematic when they dont it in well or look at the mathematic as the interest something.
Dengan demikian sikap siswa ternyata sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pembelajaran. Apabila sikap siswa sudah tidak suka terhadap matematika maka sulit bagi siswa untuk memahami matematika yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasinya. Oleh karena itu guru mempunyai peran yang sangat penting untuk menumbuhkan sikap positif atau sikap negatif siswa terhadap matematika. Jika guru memberikan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi bosan, maka akan berkembanglah sikap negatif terhadap matematika, sebaliknya jika guru dapat mengemas pembelajaran dengan suatu yang bermakna maka akan berkembang sikap positif.
With thus the student condut in reality most influenced to the successful of the learning processing. If the student conduct done dislike to the mathematic so be difficult for the student to understand the mathematic at finally will influence to their prestation. Because of that the teacher has most main function to grow the positive conduct or the negative conduct of student to the mathematic. If the teacher give the learning can make the student be boring, so will be growing the negative conduct to the mathematic, on the contrary if the teacher can package the learning with something has the meaning will be growing the positive conduct.
Respon positif dari siswa memungkinkan pembelajaran akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran dengan hasil yang maksimal. Respon positif akan terjadi apabila guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tidak ada paksaan dan tekanan dalam pembelajaran, sehingga siswa bebas bertanya, mengemukakan pendapat, dan berdiskusi. Respon positif ini ditandai dengan sikap siswa dalam menerima pembelajaran yaitu rasa senang dalam belajar, antusias, aktif dan kreatif.
The positive correction from the student may the learning will be doing with well and pleasant so it will catch the learning achievement with the maximal result. The positive respond will be happen if the teacher has the capability to make the learning condition in pleasant, there is not the compulsion and the pressure in the learning processing, so the student free to ask, to appear the argument, and to discussion. This positive respond is signed by the student conduct in accept the learning processing is the pleasant sense in studying, anthucias, active, and creative.
Pemanfaatan teknologi komputer yang di dalamnya terdapat software seperti Autograph dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu cara memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih aktif mengembangkan kemampuan matematik mereka. Amily dan Yasir (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa elemen multimedia dapat menarik minat para siswa dan meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika. Siswa tidak lagi terpaku hanya pada cara menggambar grafik secara manual saat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, tetapi mereka dapat memanfaatkan waktunya untuk memahami gambar yang telah dibuat dan memikirkan ide-ide baru bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
The using of computer technology in it there is the software as Autograph in the mathematic learning processing as one of methods to give the opportunity to student to be more active to develop their mathematic capabilities. Amily and Yasir (2004) in their research said that the multimedia element can be interest of student and to increase their perform in the mathematic learning processing. The student without formal again to the graphic drawing method in manual when solving the problem has the contact with trigonometry function, but they can to use their time to understand the picture was made and thinking new ideas how to solve that problem.
Kreativitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan memecahkan masalah (Ruseffendi 2006, 239). Komputer dengan berbagai software yang banyak tersedia saat ini merupakan media yang dapat membantu memudahkan siswa bereksplorasi, dan melatih siswa menemukan berbagai jawaban dalam menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan teknologi tersebut.
The student creativity will grow if trained to do the exploiration, inquiry, discovery, and to solve the problem (Ruseffendi 2006, 239). The computer with any softwares any availabilities today as the media can to help the student to exploirate, and to train the student to discovery any answers in solving the problem with using that technology.
Banyak software atau perangkat lunak pembelajaran yang dapat diunduh dengan mudah melalui internet. Hal ini dipermudah lagi dengan disediakannya fasilitas komputer dan hotspot di sekolah. Salah satu perangkat lunak tersebut adalah Autograph. Perangkat lunak Autograph ini dapat digunakan untuk menggambarkan grafik fungsi trigonometri. Pemanfaatan software sebagai alat bantu dalam pembelajaran matematika juga diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika. Siswa mendapat pengalaman berbeda yang menyenangkan dan dapat merasa bebas bereksplorasi sehingga meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika.
Any softwares of learning processing can be downloaded with easy in internet. This reality is made easy with the available of computer facility and hotspot in the school. One of those softwares is Autograph. This autograph soft ware can be used to draw the trigonometry function graphic. The using of software as equipment in the mathematic learning processing is hoped too can to grow the positive conduct to the mathematic learning processing. The student accept the experience in difference in pleasant and can be felt the freedom sense to explorate so to increase their perform in the mathematic learning processing.
Latar belakang yang telah dipaparkan tersebut mendorong penulis untuk melakukan kajian secara lebih spesifik mengenai Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa SMA dalam Grafik Fungsi Trigonometri dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph.
The background was exposed push the writer to do the research in more specific about To increase The Capability and The Reasoning of Senior High School Student in Trigonometry with Using The Metacogitive Approach Using Autograph.
E. Tujuan Penelitian (The Achievement of research).
Sesuai dengan permasalahan yang telah diungkapkan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
Accorded on the problem was appeared, so this research has the achievement to :
1. Menelaah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika berbantuan WinGeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional;
1. To analysis the difference of capability of student mathematic creative thinking catch the mathematic learning processing using WinGeom and the student accept the conventional learning processing;
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom;
2. To know the difference of capability increasing of mathemathic creative thinking in students have categories in high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom;
3. Menelaah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika berbantuan WinGeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional;
3. To analysis the capability increasing of student mathematic communication are gave the mathematic learning processing using WinGeom and the student accept the conventional learning processing;
4. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom;
4. To know the difference of capability increasing of student mathematic communication have categories in high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom;
5. Mengetahui sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
5. To know the student conduct to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom.
6. Memperoleh gambaran mengenai pandangan atau sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Metakognitif.
6. To catch the description about the view or the conduct of student to the mathematic learning processing using the methacognitive approach.
G. Manfaat Penelitian (The Adventage of Research).
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan secara teoritis akan bermanfaat bagi penelitian dan keilmuan. Adapun rincian manfaat penelitian ini, adalah sebagai berikut :
This research is hoped has the adventage for the student, teacher, school, and in theoretic method will adventage for the research and the knowledge field. So the detailization of this research adventage, is as under :
1. Siswa, agar lebih termotivasi dalam mempelajari matematika dan berusaha untuk selalu bereksplorasi dengan memanfaaatkan perangkat-perangkat lunak lain sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan matematik mereka.
1. The student, so be more motivated in studying the mathematic and the effort to always explorate with using other softwares as the learning processing medias to increase their mathematic capability.
2. Guru, sebagai informasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Menengah Atas dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer sebagai media pembelajaran sebagai alternatif lain dalam bidang pembelajaran.
2. The teacher, as the information in effort to increase the education quality in Senior High School with using computer software as the learning processing media as other alternative in field of the learning processing.
3. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan/referensi (penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.
3. This research result at next time can be made as the reference (the research in relevant) in same kind research.
H. Definisi Operasional (The Defenition of Operational).
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah - istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :
To avoid the difference interpretation to terminologies are used in this research, so it appeared the definition of operational as under :
1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran yang menanamkan kepada siswa suatu proses bagaimana merancang (planning), memonitor (monitoring), serta mengevaluasi (evaluation) informasi / pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian dikembangkan menjadi tindakan (action) dalam menyelesaikan suatu masalah.
1. The mathematic learning processing with the methacognitive approach is the learning processing with priority in cultivating to its student to the process how to planning, monitoring, and evaluating to the information / to knowledge are owned to then developed be the action in solving the problem.
2. Kemampuan berpikir kreatif matematik yang dimaksud adalah kemampuan secara tertulis yang akan diukur dengan soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik yang meliputi kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keterampilan merinci (elaboration), dan keaslian (originality) dalam menyelesaikan masalah.
2. The capability of mathematic creative thinking is meant is the capability in writing method will be measured with capability test question of mathematic creative thinking include fluency, flexibility, elaboration, and originality in solving the problem.
3. Kemampuan komunikasi matematik yang dimaksud adalah kemampuan mengkomunikasikan secara tertulis yang diukur dengan soal tes kemampuan komunikasi matematik yang meliputi kemampuan siswa (1) menyatakan situasi atau ide matematik dengan menggambarkannya secara visual; (2) menyatakan ide atau situasi dari suatu gambar, ke dalam bahasa matematika secara tertulis; dan (3) menggunakan kosa kata, notasi, dan struktur matematik untuk menyajikan kembali ide-ide dan memodelkan situasi.
3. The capability of mathematic communication is meant is the capability to communicate in writing method is measured with capability test question of mathematic communication include the capabilities of student in (1) to say the situation or the mathematic idea with descripting with visual; (2) to say the idea or the situation of picture, to mathematic language in writing method; and (3) to use the vocabulary, notation, and the mathematic structure to present again the ideas and to make the situation model.
4. WinGeom adalah perangkat lunak (software) matematika yang dirancang untuk mendukung pembelajaran geometri, baik dimensi dua maupun dimensi tiga yang dapat digunakan untuk menggambar atau mengkonstruksi bangun datar maupun bangun ruang. Dalam penelitian ini aplikasi yang digunakan adalah aplikasi untuk mengkonstruksi bangun ruang dan program ini dapat digunakan untuk mengukur jarak pada bangun ruang dan menentukan besar sudut pada bangun ruang. Program WinGeom yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi compile 4 April 2008 yang dapat diunduh secara gratis dari internet.
4. WinGeom is mathematic software is planned to support the geometry learning processing, in 2 (two) dimentions or in 3 (three) dimentions can be used to draw or to construct the horizontal model or room model. In this research the application is used the application to construct the room model and this program can be used to measure the distance in room model and to indicate the angle measurement in room model. winGeom program is used in this research is Compile 4 Version April 2008 can be downloaded in free from internet.
5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom yaitu sikap yang menunjukkan rasa sukanya terhadap matematika dan pembelajaran matematika, kesungguhannya dalam pembelajaran matematika, dan apresiasinya terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematik siswa.
5. The student conduct in this research is the student conduct to the mathematic and the mathematic learning processing using WinGeom is the conduct indicates his like feeling to the mathematic and the mathematic learning processing, his seriously in the mathematic learning processing, and his appretiation to the capability questions of creative thinking and the student mathematic communication.
6. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari yang umumnya berpusat pada guru. Pembelajarannya bersifat informatif di mana guru memberi dan menjelaskan materi pelajaran dengan cara ceramah, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar sendiri-sendiri, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.
6. The conventional learning processing is the learning processing can be used by the teacher in the daily learning process in generally in centred to the teacher. His learning processing has the informative adjective where the teacher to give and to explain the learning material with the oration method, the student to hear and to read the learning explaination is gave by the teacher, the students learning by theirselves in individual, then the student doing the exercise, and the student give the opportunity to ask if they don’t understand during the learning processing in existing.
7. Peningkatan dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematik siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalkan dari perolehan skor pretes dan postes siswa. Rumus gain ternormalkan (ternormalisasi) adalah sebagai berikut: –
Gain ternormalisasi (g) =
7. The increasing processing in this research is to increase the capability of creative thinking and student mathematic communication, its observed based on Normalitated Gain from the pretest score result and posttest of student. The formula of Normalitated Gain is as under : –
Normalitated Gain (g) =
8. Kategori kemampuan awal matematika siswa di kelas eksperimen terdiri dari kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan siswa didasarkan pada kemampuan matematika sebelumnya yaitu dengan terlebih dahulu menentukan rata-rata dan deviasi standar dari skor ulangan harian siswa. Kelompok tinggi adalah semua siswa yang mempunyai skor lebih dari atau sama dengan rata-rata skor ditambah deviasi standar. Kelompok sedang adalah semua siswa yang mempunyai skor antara –1 deviasi standar dan +1 deviasi standar. Sedangkan kelompok rendah adalah semua siswa yang mempunyai skor –1 deviasi standar dan yang kurang dari itu (Arikunto, 2003).
8. The category of mathematic beginning capability of student in the experiment class room include groups of high, middle, and low. The grouping of student is based on the mathematic capability at before is with at before indicated the average and the standard deviation of student daily examination score. The high group is all students have the score in more of or same with average of score is added with the standard deviation. The middle group is all students have the scores among – 1 standard deviation and +1 standard deviation. Otherhand the low group is all students have scores -1 standard deviation and less than it (Arikunto, 2003).
I. Hipotesis Penelitian (The Hypothesis of Research).
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Based on the background and the problem formula making processing were interpretated above, the hypothesis is applied in this research is :
1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang memperoleh pembelajaran Matematika berbantuan WinGeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
1. The capability increasing of student mathematic creative thinking accept the mathematic learning processing using WinGeom be better than the student accept the conventional learning processing.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
2. There are the differences of capability increasing of mathematic creative thinking in students with categories of high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom.
3. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran Matematika berbantuan WinGeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. The capability increasing of student mathematic communication accept the mathematic learning processing using WinGeom be better than the student accept the conventional learning processing.
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa kategori kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapatkan pembelajaran matematika berbantuan WinGeom.
4. There are the differences of capability increasing of mathematic communication in students have the categories of high, middle, and low accept the mathematic learning processing using WinGeom.
J. Kajian Pustaka (The Research of Bibliography).
1. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis (The Understanding Capability and Mathematic Reasoning).
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006, yang menjadi tujuan pendidikan matematika di sekolah dasar dan menengah adalah : (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Dari tujuan pendidikan matematika diatas pemahaman dan penalaran matematis merupakan kemampuan yang penting dikuasai oleh siswa, karena kemampuan ini dapat membantu siswa dalam berpikir kritis, logis, sistematis, obyektif, bersifat jujur, dan disiplin, dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. Maka pengertian pemahaman dan penalaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Accorded on The Curriculum of Education Unit Graduate is outed by The Department of National Education year 2006, it be th mathematic education achievement in the elementary school and the high school is : (1) to understand the mathematic concept, to explain the relation between concept and to applicate the concept or algoritma, in flexible, accuracy, efficient, and matching, in solving the problem. (2) To use the reasoning in style and the adjective, to do the manipulation of mathematic in making the generalization, to compose the fact, or to explain the idea and the mathematic argumentation. (3) To solve the problem include the understanding capability of problem, to plan the mathematic model, to solve the model and to interpretate the solution is caught. (4) To communicate the idea with symbole, table, diagram, or other media to explain the condition or the problem. (5) It has the conduct to award the using of mathematic in the life. From the mathematic education achievement above the understanding and the reasoning of mathematic as the main capability is held by the student, because this capability can help the student in thinking with critic, logic, systematic, objective, honestly adjective, and discipline, in look at and solving the problem. So the understanding meaning and the reasoning to this research is as under :
1. Pemahaman Matematis (The Mathematic Understanding).
Pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Menurut Hudoyo (1990) tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Hal senada juga disampikan oleh Stylianides, A.J dan Stylianides, G.J (2007), belajar dengan pemahaman mendapat perhatian yang khusus dari pendidik dan psikolog, dan menjadi salah satu tujuan yang paling penting untuk semua siswa dalam semua mata pelajaran. Ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman merupakan terjemahan dari kata understanding yang maksudnya adalah sebagai penyerapan arti dari suatu materi pelajaran yang sedang dipelajari. Secara umum indikator kemampuan pemahaman matematis meliputi mengenal, memahami, menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Polya (Pollatsek et al., 1981) merinci kemampuan pemahaman pada empat tahap yaitu (1) pemahaman mekanikal yang mempunyai ciri dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. (2) Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus dan konsep dalam kasus sederhana, (3) pemahaman rasional, dapat membuktikan kebenaran rumus dan teorema, dan (4) pemahaman intuitif, dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti sebelum menganalisa lebih lanjut.
The Mathematic understanding as one of achievements of every material is informated by the teacher, because the teacher as leader of student to catch the concept is hoped. Accorded on Hudoyo (1990) the teaching goal is so the knowledge is informated can be understood by the student. So same thing is informated by Stylianides, A.J and Stylianides, G.J (2007), studying with understanding accept the especially attention from the teacher and psycholog, and be one of main achievements to all students in all learnings. This indicates that the mathematic understanding capability is one of main achievements in the learning processing, the materials are learnt to the student not only the remembering, but more than it with the student understanding can be more understanding for the material concept is learning. The understanding in Englsih has the meaning as the meaning absorbtion of the learning material is learning. In generally the indicator of mathematic understanding capability include knowing, understanding, implementing of concept, procedure, the principle, and idea of mathematic. Polya (Pollatsek et al., 1981) make the detailization of understanding capability in 4 (four) steps are (1) the mechanical understanding has the identity can to remember and to implementate the formula in routine and accounting with simple. (2) The inductive understanding, its can to implementate the formula and concept in simple case, (3) the rational understanding, it can to factualitate the formula true and the theorem, and (4) the intiuitive understanding, it can to estimate the true with exactly before to analysis at next time.
Menurut Skemp (1976) pemahaman konsep terdiri atas dua jenis, yaitu (1) pemahaman instrumental, diartikan sebagai pemahaman konsep yang masih saling terpisah antara satu konsep dengan konsep lainnya dan baru mampu menerapkan konsep tersebut pada perhitungan sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmis. Misalnya seorang siswa dapat menghitung volume sebuah prisma segitiga, dengan menggunakan langkah-langkah yang persis sama mengikuti cara yang telah diterangkan guru, (2) pemahaman relasional adalah kemampuan mengaitkan beberapa konsep yang saling berhubungan. Pengertian ini mengandung makna bahwa selain seseorang memahami sejumlah konsep yang telah dipelajarinya, ia juga memahami antar konsep-konsep yang saling terkait misalnya seorang siswa menghitung volume sebuah limas persegi dengan panjang rusuk alas dan rusuk tegak limas diketahui, maka untuk menyelesaikannya seorang siswa dituntut untuk menghitung tinggi limas dengan menggunakan konsep phytagoras dari segitiga siku-siku yang terbentuk dari diagonal alas, rusuk tegak, dan tinggi limas.
Accorded on Skemp (1976) the concept understanding include 2 (two) kinds, those are (1) the instrumental understanding, its meant as the concept understanding still separating among one concept to other concept and be real when has the capability to implementate the concept in the simple accounting, or doing something in algorithmic method. As the example the student has the capability to account the volume of triangle prism, with using the steps equal to follow the method was explained by the teacher, (2) the relational understanding is the capability to link any concepts with inter connecting. This meaning has the content of meaning that beside someone understands any concepts with inter connecting as the example the student accounts the volume of rectangle small shallow bowl with long of basement flank and the wall flank of small shallow bowl are knew, so to solve it the student is applied to account the top of small shallow bowl with using Phytagoras’s concept of triangle with shape of basement diagonal, wall flank, and top of small shallow bowl.
Pollatsek et al. (1981) menggolangkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik, (2) pemahaman fungsional, dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan mengetahui proses yang dikerjakannya. Pendapat Copeland (Sumarmo, 2007) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) knowing how to, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara rutin/algoritmik, dan (2) knowing, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara sadar.
Pollatsek et al. (1981) make the grouping of understanding in 2 (two) kinds, are (1) the computational understanding, it can to implementate the formula in simple accounting and doing the accounting in algorithmic method, (2) the functional understanding, it can to link one concept with other concept, and knowing the process is doing by him. Copeland’s argument (Sumarmo, 2007) make the grouping of understanding to 2 (two) kinds, are (1) knowing how to, it can to do the accounting in routine / algorithmic and (2) knowing, it can doing the unccounting in conscious.
Dengan demikian pengertian dari kemampuan pemahaman matematis seperti yang telah di kemukakan para ahli memiliki makna yang sama yaitu mampu menggunakan konsep dalam perhitungan sederhana dan dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya untuk mencapai suatu tujuan, dan mengetahui proses yang dikerjakannya. Pemahaman seseorang terhadap sesuatu konsep mempunyai tingkat kedalam arti yang berbeda, misalnya seorang siswa SMP dalam memahami suatu konsep tentu akan berbeda dengan kemampuan pemahaman konsep seorang siswa SD. Seorang siswa yang telah berhasil menjelaskan atau mendefinisikan suatu konsep, menunjukkan bahwa siswa tersebut memahami prinsip konsep tersebut walau memiliki susunan kata dan kalimat yang berbeda tetapi mempunyai makna yang sama.
With thus the meaning and the capability of mathemathic understanding as was appeared by the expert has the same meaning is the capability to use the concept in the simple accounting and can to connect one concept with other concept to catch the achievement, and to know the process is doing by him. Someone’s understanding to the concept has the graduate in the difference meaning, as the example the student of Yunior High School in understanding the concept surely will be difference with the understanding capability of concept by the student of Elementary School. The student successes to explain and to definite a concept, it indicates that the student understands the concept principle although has the word composition and the sentence composition in difference bt have the same meaning.
2. Penalaran Matematis (The Mathematic Reasoning).
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari biasanya kita menggunakan kemampuan berpikir kita untuk bernalar. Orang yang menggunakan nalar akan taat kepada aturan logika. Dalam logika ada aturan-aturan atau patokan-patokan yang harus diperhatikan untuk berpikir dengan tepat, teliti, dan teratur dalam mencapai kebenaran secara rasional. Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia Depdiknas (2009) penalaran berasal dari kata “nalar” yang artinya sebagai “kekuatan pikir”, sedangkan penalaran diartikan sebagai proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Shurter dan Pierce (Dahlan, 2004) menyatakan bahwa penalaran (reasoning) merupakan suatu proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan, pentransformasian yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan. Menurut Johnson-Laird & Byrne (Christou dan Papageorgiou, 2007) penalaran pada umumnya, melibatkan kesimpulan yang diambil dari prinsip-prinsip dan dari bukti-bukti, dimana individual menyimpulkan kesimpulan baru atau mengevaluasi usulan kesimpulan dari apa yang sudah diketahui. Menurut Sumarmo (2007) beberapa kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematis dalam pembelajaran matematika antara lain adalah, siswa dapat (1) menarik kesimpulan logis (2) memberikan penjelasan terhadap model, gambar, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada, (3) memperkirakan jawaban atau proses solusi, (4) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur, (5) mengajukan lawan contoh, (6) mengikuti aturan inferensi, memeriksa argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid, dan (7) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, pembuktian dengan induksi matematis. Dalam dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2006) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah: (1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, (2) Kemampuan mengajukan dugaan, (3) Kemampuan melakukan manipulasi matematika, (4) Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi, (5) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan, (6) Memeriksa kesahihan suatu argumen, dan (7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
In the daily life without conscious we use our thinking capability to reasoning. The people using the reasoning will obedient to the logic regulation. In the logic there are the regulations and the standards must be saw to thinki in accuracy, detail, and regularly in catch the true in rational. Based on Big Dictionary of Indonesian Language of Depdiknas (2009) the reasoning beginng word “nalar” has the meaning as “the thinking power”, otherhand the reasoning is made the meaning as the mental process in developing the thinking from any facts or principles. Shurter and Pierce (Dahlan, 2004) said that the reasoning as the process to catch the logic conclusion based on the fact and the relevant source, the transformation is gave in the turn to reach out the conclusion. Accorded on Johnson-Laird & Byrne (Christou and Papageorgiou, 2007) any capabilities are grouped in mathematic reasoning in the mathematic learning processing include are, the student has the capability (1) taking the logic conclusion, (2) to give the explaination to the model, picture, fact, adjective, relation, and the style there are, (3) to estimate the answer or the solution process, (4) using the relation style to analysis the situation, or making the analog, generalization, and composing the conjecture, (5) to apply the example opposite, (6) to follow th inference regulation, checking the argument, to realitate the fact and to compose the valid argument, and (7) to compose direct fact, indirect fact, to realitate the fact with mathematic induction. In the Regulation document of Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2006) about the reasoning indicators must be caught by the student. The indicator indicates the reasoning include are : (1) the capability to service the mathematic statement in oral, writing, picture, and diagram, (2) the capability to apply the assumption, (3) the capability to do the manipulation of mathematic, (4) the capability to compose the fact, giving the reason / fact to the solution true, (5) the capability to make the conclusion from the statement, (6) checking the purify of argument, and (7) to discovery the style or adjective of mathematic symptom to make the generalization.
Penalaran terdiri atas dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
The reasoning is consist of 2 (two) kinds are inductive reasoning and deductive reasoning.
a. Penalaran Induktif (The Inductive Reasoning).
Carroll (Christou dan Papageorgiou, 2007), mengatakan bahwa penalaran induktif dianggap bagian yang umum pada kecerdasan manusia, yang mendasari kinerja pada tugas-tugas kompleks dari konten domain yang beragam, karena terdiri dari kemampuan edukatif, yaitu kemampuan untuk menghasilkan karakteristik produktif manusia yang baru. Penalaran induktif dimulai dengan memeriksa keadaan khusus dan menuju penarikan kesimpulan umum (Priatna, 2010). Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Hamers (1998) menyebutkan bahwa seseorang menggunakan penalaran induktif untuk membangun sebuah kolam pengetahuan yang koheren yang dapat mudah digunakan dan meluas. Dengan demikian penalaran induktif memungkinkan siswa untuk membangun dunia yang tertib dengan memperkenalkan struktur.
Carroll (Christou and Papageorgiou, 2007), said that the inductive reasoning is hoped the general part in the people smart, it be the basement of working performance for the complex tasks of domain content in complex, because include the educative capability, it’s the capability to result the people productive characteristic at up to date. The inductive reasoning is began with checking the especially conditition and aim to make the general conclusion (Priatna, 2010). The reasoning include th observation to especially samples and discovery the style or the regulation be the basement of it. Hamers (1998) said that someone using the inductive reasoning to construct the knowledge pool with coherent can be used in easy be wide. With thus the inductive reasoning may be the student to construct the world orderly with introduce the structure.
b. Penalaran Deduktif (The Deductive Reasoning).
Lain halnya dengan penalaran induktif, penalaran deduktif merupakan proses penarikan kesimpulan berdasarkan pada premis-premisnya secara pasti dan tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar. Hal senada juga disampikan oleh Priatna (2010) penalaran deduktif dimulai dengan premis-premis (proposisi umum) yang memunculkan sesuatu untuk dapat ditarik suatu kesimpulan. Menurut Pierce (Sumarmo, 1987) penalaran deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip atau pengalaman umum yang menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus. Penalaran deduktif menurut Jacobs (Shadiq, 2004) suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Ini berarti bahwa kesimpulan yang diperoleh dengan menggunakan penalaran deduktif merupakan hasil dari kumpulan fakta atau data yang diketahui sebelumnya. Aturan penarikan kesimpulan dengan menggunakan penalaran deduktif lebih kuat. Ini berarti jika sebuah argumen valid dan anggapannya benar maka kesimpulannya akan dijamin benar. Jika dalam penarikan kesimpulan bernilai salah, maka yang salah bukan aturannya tetapi ada premis yang salah.
Be different with the inductive reasoning, the deductive reasoning as the process to take the conclusion based on its premises in exactly and cant be influenced by factor from outside. The same argument was given by Priatna (2010) the deductive reasoning is began with premises (general proposition) appear something can be took the reasoning. Accorded on Pierce (Sumarmo, 1987) the deductive reasoning is the reasoning process of the principle knowledge or general experience be our reference to cath the conclusion for especially something. The deductive reasoning accorded on Jacobs (Shadiq, 2004) is the method to take the conclusion from the statement or facts are hoped true with using the logic. This is meaning that the conclusion is caught with using the deductive reasoning as the result of facts collection or datas collection were known at before. The regulation of taking the conclusion with using the deductive reasoning is stronger. This is meaning if a valid argument and ist assumption are true so its conclusion will be assurance true. If in the taking conclusion is wrong value, so be wrong is not the regulation but there is wrong premis.
c. Pembelajaran Matematika (The Mathematic Learning Processing).
Proses belajar terdiri dari tiga komponen penting menurut Agne (Sagala, 2003), yaitu kondisi ekternal merupakan stimulus dari lingkungan dalam proses belajar, kondisi internal merupakan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Proses belajar tersebut menghasilkan perubahan-perubahan yang tampak dalam hasil belajar dan kemampuan siswa terhadap pertanyaan/persoalan/tugas yang diberikan oleh guru setelah kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar.
The studying process consist of 3 (three) main components accorded on (Sagala, 2003), those are the external condition as the stimulus of the environmental in the studying process, the internal condition as the internal condition and the student cognitive process, and the studying result descripts the verbal information, intellectual skill, motoric skill, conduct, and cognitive strategy. The learning process results the changings are appeared in studying result and the student capability to the statement / problem / task are give by the teacher after this studying internal condition has interaction with learning external condition.
Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1992: 43) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis; bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan merupakan pengetahuan struktur yang terorganisasikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; serta merupakan suatu seni, keindahannya terdapat pada keteraturan dan keharmonisannya. Kemudian Kline (Ruseffendi, 1992: 44) menyatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Johnson and Rising (Ruseffendi, 1992: 43) said that the mathematic is the thinking style, the style to organizate the realitation in logic; the language using the terminology is defenited with detail, real, and accuracy, its representation with symbole and as the structure knowledge is organized, axioms, adjectives, or theories were realitated the facts were true; and as the art, its beauty there is in its regularly and its harmony. Then Kline (Ruseffendi, 1992: 44) said that the mathematic is not alone knowledge can be perfect because by itself, but the existent of that mathematic in mainly to help people in understanding and holding the problems of social, economy, and earth.
Jadi, matematika dapat digunakan sebagai suatu bahasa yang menterjemahkan bahasa yang panjang kedalam bahasa yang sederhana yaitu bahasa matematika; matematika merupakan pengetahuan yang diungkapkan melalui bahasa simbol yang jelas dan tepat dan sebagai pola berpikir yang telah dibuktikan kebenarannya, juga sebagai suatu alat yang berguna dalam menyelesaikan permasalahan yang tidak hanya berasal dari matematika itu sendiri tetapi juga permasalahan dari bidang-bidang ilmu lain, dengan kata lain matematika adalah ilmu penunjang bagi ilmu-ilmu lainnya seperti sosial, ekonomi, dan alam.
So, the mathematic can be used as the language to translate the long language to the simple language is the mathematic language; the mathematic as the knowledge is disclosed through the symbole language in real and accuracy and as the thinking style was be fact for its true, so as the equipment has the advenatge in solving the problem not only beginning from that mathematic by itself but also the problems of other knowledge fields, with other word the mathematic is the supporter knowledge for other knowledges as social, economy, and earth.
Dalam belajar matematika menurut Thorndike (Simanjuntak, 1993) belajar harus dengan pengaitan antara pelajaran yang akan dipelajari dengan pelajaran yang telah diketahui atau dipelajari sebelumnya. Hal ini dapat dimengerti karena pada bagian yang sederhana sekalipun dalam matematika masih banyak siswa yang belum memahaminya, banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga mereka mengalami kesulitan dalam mempelajari bagian yang lebih tinggi lagi. Memahami konsep dasar dalam belajar matematika sangat penting, karena sangat membantu mempermudah pemahaman saat mempelajari konsep yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan konsep menurut Dienes (Ruseffendi, 2006) adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni, konsep notasi, dan konsep terapan. Konsep murni matematika berkenaan dengan mengelompokkan bilangan dan hubungan antara bilangan tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan itu disajikan, konsep notasi yaitu sifat-sifat bilangan sebagai akibat dari bilangan itu disajikan dan konsep terapan yang merupakan aplikasi konsep murni dan konsep notasi dalam pemecahan soal-soal matematika dan dalam bidang studi lain yang berhubungan.
In the mathematic learning accorded on Thorndike (Simanjuntak, 1993) the learning must make the connecting between the learning will be studied with the learning was known or studied at before. This reality can be understood because in the simple part in the mathematic still any students don’t understand it, any concepts in studying the higher part again. To understand the basement concept in the mathematic learning be main priority, because it most helping to make easy the understanding when studying the higher concept. Its meant with concept accorded on Dienes (Ruseffendi, 2006) is the mathematic structure consist of pure concept, notation concept, and the implementation concept. The concept of mathematic pure has the contact with grouping the numeral and the contact between the numeral without comparasion how that numeral is presented, and the implementation concept as the application of pure concept and the notation concept in solving the mathematic questions and in other studies have the contact with it.
d. Pendekatan Metakognitif (The Metacognitive Approach).
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya. Atau dapat juga diterjemahkan sebagai suatu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir sebagai dampak akibat dari buah pikiran terdahulu. Sharples dan Mathews (1989) mendefinisikan metakognitif sebagai keterampilan kompleks yang dibutuhkan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan khusus yang kemudian keterampilan-keterampilan tersebut dikumpulkan kembali untuk mendapatkan suatu strategi belajar yang tepat terhadap suatu masalah dan atau isu-isu pada konteks yang berbeda.
In alphabetical, the metacognitive can be translated as the thinking conscious, thinking about what is thaught and how his thinking process. So it can be translated as the individual activity to think again what was thaught and thinking as the effects of thinking result at before. Sharples dan Mathews (1989) defenited the metacognitive as the complex skill need be the student to hold the especially skill rearching out then those skills are collected again to accept the studying strategy in accuracy to the problem and or issues in different contex.
Menurut Sharples dan Mathews (1989) terdapat tujuh komponen utama dalam metakognitif, diantaranya yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler dalam Sharples dan Mathews berpendapat berbeda mengenai komponen metakognitif, Holler mengungkapkan bahwa komponen-komponen metakognitif terdiri dari : kesadaran, monitoring, dan regulasi. Weinstein dan Mayer membagi strategi kognitif menjadi lima: (1) strategi-strategi menghafal (rehersial strategies), (2) strategi-strategi elaborasi (elaboration strategies), (3) strategi-strategi pengaturan (organizing strategies), (4) strategi-strategi pemantauan pemahaman (comprehension monitoring strategies) atau juga disebut strategi-strategi metakognitif (metacognitive strategies), dan (5) strategi-strategi afektif (affective strategies).
Accorded on Sharples dan Mathews (1989) there are 7 (seven) ain components in metacognitive, include are : cognitive reflection, strategy, prediction, connection, asking, helping, and application. Otherhand Holler inSharples and Mathews have the different argument about the metacognitive component, Holler appears that methacognitive components include are : conscious, monitoring, and regulation. Weinstein and Mayer devide the cognitive strategy be 5 (five) : (1) rehersial strategies, (2) elaboration strategies, (3) organizing strategies, (4) comprehension monitoring strategies, or its mentioned too with metacognitive strategies, and (5) affective strategies.
NCREL (dalam www.neat.tas.edu.au, 1995) mengidentifikasi indikator-indikator metakognisi dan membaginya menjadi tiga kelompok. Pertama, mengembangkan rencana aksi, meliputi pertanyaan-pertanyaan: (1) pengetahuan awal apakah yang akan menolongku mengerjakan tugas-tugas ?, (2) dengan cara apakah saya mengarahkan pikiranku ?, (3) pertama kali saya harus melakukan apa ?, (4) mengapa saya membaca bagian ini ?, dan (5) berapa lama saya menyelesaikan tugas ini ?. Kedua, memantau rencana aksi, meliputi pertanyaan-pertanyaan: (1) bagaimana saya melakukan aksi ?, (2) apakah saya berada pada jalur yang benar ?, (3) bagaimana seharusnya saya melakukan ?, (4) informasi apakah yang penting untuk diingat ?, (5) haruskah saya melakukan dengan cara berbeda ?, (6) haruskah saya menyesuaikan langkah-langkah aksi dengan tingkat kesukaran ?, dan (7) jika tidak memahami, apakah yang perlu dilakukan ?. Ketiga, mengevaluasi rencana aksi, meliputi pertanyaan –pertanyaan : (1) seberapa baik saya telah melakukan aksi ?, (2) apakah cara berpikirku menghasilkan lebih banyak atau kurang sesuai dengan harapanku ?, (3) apakah saya telah melakukan secara berbeda ?, (4) bagaimana saya menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah yang lain ?, dan (5) apakah saya perlu kembali mengerjakan tugas ini untuk mengisi ‘kekosongan‘ pemahamanku ?.
NCREL (in www.neat.tas.edu.au, 1995) identified the metacognition indicators and devided it be 3 (three) groups. First, to develop the action planning, include questions : (1) what the beginning knowledge will helped me to do the tasks ?, (2) with what is method I steer my thinking ?, (3) for first time what will be done by me ?, (4) why I read this part ?, and (5) how long time I finish this task ?. The second, to observate the action planning, include questions : (1) how I do the action ?, (2) what is I am in true channel ?, (3) how must I do ?, (4) what is information is priority to remembered ?, (5) must I do with difference method, (6) must I macth the action steps with the difficult graduate ?, and (7) if I don’t understanding, what is need be done ?. Third, to evaluate the action planning, include questions : (1) how better I do the action ?, (2) what is my thinking method to result in more or less accorded my hopes ?, (3) what was done by me in difference method ?, and (5) what is need I shall do this task again to fill my understanding ‘vacuum’ ?.
Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsur analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuh kembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, bukan hanya sekedar proses berpikir sepintas dengan makna yang dangkal. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif mengarahkan perhatian siswa pada apa yang relevan dan membimbing mereka untuk memilih strategi yang tepat untuk menyelesaikan soal-soal melalui bimbingan scaffolding (pertanyaan-pertanyaan arahan) (Cardelle, 1995).
Metacognitive can be grouped be high cognitive capability because loading the analysis unsure, shyntetic, and evaluation as the seed to grow the inquiry capability and creativity capability. Because of that the learning action must be make the student be usually to train this metacognitive capability, not only the thinking process in by the way with shallow meaning. The learning processing with the metacognitive approach directing the student attention to what si relevant and leading them to choice the accuracy strategy to solving the questions through scaffolding leading (Cardelle, 1995).
Di bawah pengaruh teori pembelajaran kognitif, pemecahan masalah (problem solving) berkembang menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan aktivitas mental yang kompleks (complex mental activity) yang merupakan keragaman kemampuan kognitif dan actions. Pemecahan masalah sendiri meliputi kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti visualization, association, abstraction comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, dan generalization, yang dari tiap-tiap poin tersebut membutuhkan suatu pengaturan dan pengkoordinasian (Kirkley, 2003; Garofalo dan Lester, 1985).
Under the influence of cognitive learning theory, problem solving be growing be the media to representate the complex mental activity as the cognitive capability complex and actions capability complex. The solving problem by itself include high graduate thinking capability as visualization, association, abstraction comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, and generalization, each of those point needs the regulating and coordinating (Kirkley, 2003; Garofalo and Lester, 1985).
Prosedur pembelajaran dengan pendekatan metakognitif, mengadopsi model Mayer (Cardelle, 1995) adalah dengan menyajikan pelajaran dalam tiga tahapan, yaitu :
The learning procedure with metacognitive approach, adopting Mayer’s model (Cardelle, 1995) is with presenting the learning in 3 (three) steps, are :
1. Tahap pertama adalah diskusi awal (the first step is the beginning discussion).
Pada tahap ini, guru menjelaskan tujuan umum mengenai topik yang akan dan sedang dipelajari. Setiap siswa dibagikan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa. Proses penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera dalam bahan ajar tersebut. Kesalahan siswa dalam memahami konsep, diminimalisir dengan intervensi guru. Siswa dibimbing untuk menanamkan kesadaran dengan bertanya pada diri sendiri saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar. Pada akhir proses pemahaman konsep, diharapkan siswa dapat memahami semua uraian materi dan menyadari akan apa yang telah dilakukannya, bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum ia pahami, pertanyaaan seperti apa yang belum terjawab, bagaimana cara menemukan solusi dari pertanyaan tersebut.
In this step, the teacher explain the general achievement about the topic will be studied and studying. Each student is gave the learning material as The Student Work Sheet. The process to cultivate the concept in directly with answer the questions are wrote in the learning material. The mistake of student in understanding the concept, it is minmalized with the teacher intervention. The student is leaded to cultivate the understanding with ask to hisself when answer the questions are applied in the learning material. At the final of concept understanding process, its hoped the student can to understand all material explainations and anderstanding what was done by him, how to do it, what is part not yet understood by him, what is question kind not yet answered, how the method to discovery the solution from that question.
2. Tahap kedua adalah siswa bekerja secara mandiri untuk memecahkan soal. Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakannya secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan feedback secara interpersonal kepada siswa. Feedback metakognitif akan menuntun siswa untuk memusatkan perhatiannya pada kesalahan yang siswa lakukan dan memberikan petunjuk agar siswa dapat mengoreksi kesalahannya tersebut. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan.
2. The second step is the student working in independent to solving the question. The student is gave the problem with same topic and working it with individual. The teacher walking around the class room and giving the feedback with interpersonal method to the student. The metacognitive feedback will lead the student to make centre his attention to the mistake is done by the student and giving the reference so the student can to correct his mistake. The teacher helps the student to control his thinking method, not only giving the true answer when the student making the mistake.
3. Tahap ketiga adalah membuat simpulan atas apa yang dilakukan di kelas dengan menjawab pertanyaan. Penyimpulan yang dilakukan siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang dilakukan di kelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
3. The third step is making the sonclusion for what is done in the class room with answer the question. The conclusion making processing is doing by the student as the recapitulation about what is done in the class room. In this step the student making the conclusion by hisself, and the teacher leads with giving the questions.
e. Teori Belajar Yang Mendukung (The Learning Theory as Supporter).
Pada hakikatnya, belajar adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Proses belajar merupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984) menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan (input) untuk sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/peserta didik dengan penampilan yang lebih maju dalam berbagai aspek. Di antara masukan dan keluaran terdapat black box yang berupa proses belajar atau pendidikan.
In its essential, the studying as the activity hopes the behavioral change to the individual studying. The studying process as the complex process and always doing in any situations and any conditions. Percival dan Ellington (1984) descripted the education system model in the learning process in black box shape. In put for the education system or the learning system consist of people, information, and other soureces. The ouput consist of people / the student with more progressive performance in any aspects. In input and output there are black box as the learning process or education process.
Ada beberapa pakar pendidikan yang teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai acuan ketika berbicara mengenai konsep belajar terutama yang berhubungan dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan metakognitif yaitu Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Semminovich Vygotsky (1896-1934).
There are any education experts with their theories and their views can be used as the references when talking about the learning concept in mainly has the contact with the learning processing use metacognitive approach are Jean Piaget (1896-1980) and Lev Semminovich Vygotsky (1896-1934).
1. Teori Belajar Jean Piaget (Jean Piaget’s Learning Theory).
Piaget dalam Suparno (2001) membedakan belajar dengan dua buah pemaknaan. Yang pertama adalah belajar dalam arti sempit. Dalam konteks ini, belajar adalah sebuah proses yang hanya menekankan pada perolehan informasi baru. Belajar dalam pengertian ini sering disebut sebagai belajar figuratif (suatu belajar yang lebih bersifat pasif). Kedua adalah belajar dalam arti luar, yang juga lebih sering disebut sebagai perkembangan, di mana manusia belajar untuk menemukan dan memperoleh struktur pemikiran yang lebih umum dan dapat digunakan dalam berbagai situasi. Belajar dalam konteks ini, sering pula disebut sebagai belajar operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari hal-hal yang baru ia pelajari.
Piaget in Suparno (2001) made the difference of learning with 2 (two) meanings. The first is learning in narrow meaning. In this contex, the learning is the process with pressure to new information is accepted only. The learning in this meaning often mentioned as the figurative learning (the learning in more passive adjective). The second is the learning in outside meaning, so its often mentioned as the development, where the people studies to discovery and to cacth the thinking structure in more generally and it can be used in any situations. The learning in this contex, so often mentioned as the operative learning, where someone in active to construct the structure from things are studied by him at up to date.
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Piaget dalam Wijayanti (2008), antara lain :
3 (Three) main principles of learning processings are appeared by Piaget in Wijayanti (2008), include :
a. Belajar Aktif (The Active Learning).
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya : melakukan percobaan sendiri; memanipulasi simbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; dan membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
The learning process is the active process because the knowledge was made from the inside of stdying subject. To help the cognitive development of child, to him need be made the learning condition may be the child studying b hisself, example :to do the experiment by hisself; to manipulate the symbols; to apply the question and looking for the answer by hisself; and to comparative his discovery by hisself with his friend’s discovery.
b. Belajar melalui interaksi sosial (The learning processing through the social interaction).
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari J.L. Mursell.
In the learning processing need be made the condition may be there is the interaction between the learning subject. Accorded on Piaget the learning at together with same age or older will help their cognitive development. Because without the solidarity so the cognitive will grow with its egocentre adjective. And with the solidarity of cognitive essential so the child will be more variant. This reality will strong J.L. Mursell’s argument.
c. Belajar melalui pengalaman sendiri (the learning through its experience by hissself).
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
With using the real experience so the cognitive development of the child will be more than using the language to communication only. To languang is main priority to communication but if its not followed by the implementation and the experience so the somenone’s cognitive development will tendency be verbalism.
Teori belajar Piaget ini sejalan dengan temuan Cardele-Elawar dalam Suzana (2004) mengenai proses metakognisi yang seharusnya terjadi dalam diri siswa. Cardele-Elawar menjelaskan bahwa proses metakognisi adalah strategi pengaturan diri dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, dan mengorganisasi informasi yang dihadapinya serta menyelesaikan masalah.
This Piaget’s learning theory equal to with Cardele-Elawar’s discovery in Suzana (2004) abouth the metacognition process must be happen in student self. Cardele-Elawar explained that the metacognition process is the strategy to manage self with choice, remember, to know again, and to organizate the information are met by him and solving the problem.
2. Teori Belajar Lev Semminovich Vygotsky (Lev Semminovich Vygotsky’s Learning Theory).
Menurut Vygotsky, terdapat hubungan yang erat antara pengalaman sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada perbedaan secara kualitatif antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas kategorisasi objek berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada pengertian yang lebih abstrak. Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman pada dasarnya terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh pengalaman sehari-hari, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial (Palmer, 2006).
Accorded on Vygotsky, there is the tight relation among the daily experience with the scientific concept, but there is the diffence in quantitative between complex thinking and conceptual thinking. The complex thinking is based on the object categorization based on the situation, otherhand the conceptual thinking based on the meaning in more abstract. He say it with real that the capability development to analysis, make the hyphothesis, and to test the experience in its basement is separated from the daily experience. This capability is not indicated by the daily experience, but more depend to the specific type of social interaction (Palmer, 2006).
Hal ini
sejalan dengan pernyataan Slavin (1997) yang menyatakan bahwa penekanan
teori Vygotsky terletak
pada hakikat sosio-kultural dalam pembelajaran. Vygotsky
yakin bahwa pembelajaran
akan terjadi apabila
hal-hal yang dipelajari siswa
masih berada dalam
jangkauan kemampuannya (Zone
of Proximal Development). Ia juga yakin bahwa fungsi mental yang
lebih tinggi pada umumnya muncul dalam kerjasama antar siswa sebelum fungsi
mental yang lebih tinggi tersebut terserap ke dalam benak masing-masing siswa.
Ada dua
konsep penting dalam
teori Vygotsky (Slavin,
1997, Suharta, 2004) yaitu Zone of
Proximal Development dan Scaffolding. Zone
of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak
antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah
secara mandiri dan perkembangan potensial
yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang
dewasa atau melalui
kerjasama dengan teman sejawat
yang lebih memiliki
kemampuan. Sedangkan Scaffolding merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa
untuk belajar dan
memecahkan masalah.
It equal to Slavin’s
statement (1997) said that Vygotsky’s theory pressure has the position to the
essential of socio-cultural in the learning processing. Vygotsky has the faith that the learning processing will be happen if things are
learnt by the student still there is in his capability reach out (Zone of Proximal Development). So he has the faith that the mental function is higher in generally
appearing in networking inter students before the mental function is higher is
absorbed to eah mindset of student. There are 2 (two) main concepts in Vygotsky’s theory (Slavin,
1997, Suharta, 2004) is Zone of
Proximal Development dan Scaffolding. Zone of
Proximal Development (ZPD) as the distance between its reality
development graduate is defenited as the capability of solving problem in independent and the potential development is defenited as the
capability of solving the problem under led adult people or through networking
with same age friends have higher capabilities. Otherhand scaffolding as the
helping is gave to the student to learn and solving the problem.
Bantuan tersebut
dapat berupa petunjuk,
dorongan, peringatan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah
pemecahan masalah, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang
memungkingkan siswa itu belajar mandiri.
Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan metakognitif yang dikembangkan, memberikan
ruang bagi penerapan
teori Vygotsky yang
cukup besar terdapat pada
fase-fase pembelajarannya. Dalam
mengkonstruksi konsep/prinsip,
dan melatih keterampilan,
siswa diberikan keleluasaan
untuk bereksplorasi dengan pemahaman
dasar yang dimiliki,
guru hanya memberikan bantuan (atau
intervensi) seperlunya saja.
Guru hanyalan berperan
sebagai katalisator dalam proses
pengkonstruksian pengetahuan siswa.
Siswa dituntut untuk mandiri
secara individual dan kelompok. Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997),
dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat
persoalan dan apa
yang akan dibuatnya
dengan persoalan itu,
ini berarti siswa telah melakukan
refleksi tentang apa yang dipikirkan dan dilakukan.
The helping can be
shapes of reference, supporting, warning, to interpretate the problem to the
steps of solving the roblem, giving the example, and other actions may be that
student learning in independent. The learning processing with using
metacognitive approach is developed, giving the opportunity to implementate Vygotsky’s theory is enough big there are in its learning processing phases. In
constructing the concept / the principle, and training the skill, the student
is gave the big opportunity to explorate with the basement understanding is
owned by him, the teacher has the function to give the helping (or
intervention) only with normality. The teacher has the function as the
catalizator in the construction processing of student’s knowledge. The student
is claimed to be independent in individual and group. Accorded on Von Glasersfeld (in Suparno, 1997), in student learning group must appear how
he look at the problem and what will be did by him with that problem, this is
meaning the student did the reflection about what si thought and did.
Menurut Suparno
(2001), pendekatan metakognitif berpandangan bahwa proses belajar diawali dengan konflik
kognitif yang kemudian diatasi oleh peserta didik dengan membangun sendiri
pengetahuannya melalui interaksi sosial dengan lingkungannya.
Accorded on Suparno (2001), metacognitive approach has the vision that
the learning process is began with cognitive conflict then solved by the
student with building his knowledge by hisself theough the social interaction
with his environment.
f. Penelitian
yang Relevan (The Relevant
Research).
Permasalahan mengenai
kemampuan pemecahan masalah
tematis, penalaran matematis dan
pembelajaran dengan pendekatan
metakognitif bukanlah kajian
yang baru di
dunia pendidikan matematika.
Beberapa penelitian sebelumnya
mengungkap permasalahan-permasalahan tersebut secara terpisah. Terkait dengan
kemampuan penalaran dan
pemecahan masalah, diantaranya adalah
studi Sumarmo (dalam
Sanusi, 1993) dengan
mengambil sampel guru matematika
SMP dan siswanya,
menemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika guru SMP
di Kota Bandung
masih tergolong kurang baik.
Kemudian oleh Soekisno (2002) ditemukan bahwa strategi heuristik dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMU lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang
hanya mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Begitu pula
dengan kajian yang dilakukan oleh Sukarjo (2007), yang
menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
disertai pemberian keterampilan
bertanya dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa lebih baik daripada
kemampuan siswa yang menggunakan proses pembelajaran konvensional.
The problem about
the capability of solving the thematic problem, the mathematic reasoning and
the learning processing with metacognitive approach is not new research in
field of mathematic education. Any researches at before appeared those problems
in separating. Its contact with reasoning capability and solving the problem,
include is Sumarmo’s study (in Sanusi,
1993) with
taking the sample is mathematic teacher of Yunior High School and his students,
he discovered that the capability to solve the mathematic problem by the
teacher of Yunior High School in City Bandung still grouped in bad. Then by Soekisno (2002) discovered the heuristic strategy can to increase the capability of
solving the student mathematic problem
of Senior High School in better is compared
with the student accept the learning processing with conventional approach. So
thus with the research is did by Sukarjo (2007), he made the conclusion that the cooperative learning
processing model of Jigsaw type is followed by giving the asking skill can to
increase the capability of solving the student mathematic problem in better
than the capability of student with using the conventional learning process.
Ditinjau dari
sudut pandang pendekatan
metakognitif, Suzana (2003), yang
mengangkat ide mengenai
peningkatkan kemampuan pemahaman
dan penalaran matematik siswa
SMU melalui pembelajaran
dengan pendekatan metakognitif
dalam penelitiannya, mengungkapkan bahwa pendekatan metakognitif yang digunakan
dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman
dan penalaran matematis
siswa SMU. Bukan
hanya itu, Suzana (2003)
juga mengungkap bahwa
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognitif
dapat meningkatkan aktivitas
siswa, dan memberikan kesempatan pada
siswa untuk dapat
belajar secara mandiri
dan mengurangi kecenderungan
pembelajaran matematika yang berpusat pada guru. Sementara itu, Maulana (2007),
mengungkapkan bahwa kemampuan
berpikir kritis mahasiswa PGSD yang
mendapatkan pembelajaran matematika
dengan pendekatan
metakognitif lebih baik
secara signifikan dibandingkan
dengan mahasiswa yang belajar matematika dengan menggunakan
pendekatan konvensional.
Its observed from
the metacognitive approach vision angle, Suzana (2003), he appear the idea about to icrease the understanding
capability and the reasoning capability of student mathematic of Senior High School
through the learning processing with the metacognitive approach in her
research, he appeared that the metacognitive approach is used in the mathematic
learning processing can to increase the mathematic understanding and the
mathematic reasoning of student of Senior High School. Not only that, so Suzana (2003) appeared that the learning processing with using the
metacognitive approach can to increase the student activity, and giving the
opportunity to the student to can study with independent and decrease the
tendency to the mathematic learning processing was centred to the teacher.
Otherhand, Maulana (2007), he appeared that the critic thinking capability of
student of The Teaching Education for Elementary School accept the mathematic
learning processing with the metacognitive approach be better in significant is
compared with the studet studying the mathematic with using the conventional
approach.
g. Perangkat Lunak (software)
WinGeom (WinGeom’s Software).
Berbagai perangkat
lunak (software) matematika
yang berkaitan dengan geometri
banyak dijumpai saat ini, baik yang komersial maupun yang dapat diunduh secara
bebas di internet. Beberapa perangkat lunak matematika yang berkaitan
dengan geometri tersebut
misalnya Geogebra, Geometers ketchpad, Cabri,
WinGeom, dan lain-lain.
WinGeom merupakan perangkat lunak yang dapat diunduh secara
bebas melalui internet serta dapat dikopi oleh pengguna lain
dengan mudah. Sebagai
alat bantu atau
media pembelajaran perangkat lunak
ini mempunyai kelebihan
karena dapat mengkonstruksi bangun geometri dimensi dua
dan tiga secara teliti tanpa harus menggunakan perangkat lunak
berbeda. Sedangkan pada
perangkat lunak geometri
lain seperti Cabri terdiri
dari dua perangkat lunak terpisah yaitu Cabri geometry II untuk menggambarkan
bangun dimensi dua
dan Cabri geometry
III untuk bangun dimensi
tiga. Bahkan tidak sedikit perangkat lunak
yang hanya untuk bangun ruang dimensi dua.
Any softwares of
mathematic have the contact with geometry are met in more at today, in
commercial or can be downloaded in free in internet. Any mathematic softwares
have the contacts with geometry as samples Geogebra, Geometers ketchpad, Cabri, WinGeom,
and others. WinGeom as the software can be
downloaded iin free in internet and can be copied by other user with easy. As
the equipment or the learning processing media this software has the exceed
because it can to construct the geometry room of 2 (two) dimentions and 3
(three) dimentions in accuracy without must using the different software.
Otherhand in other geometry software as Cabri consist of 2 (two) softwares in
separated are Cabri geometry II to draw 2 (two)
dimention room and Cabri geometry III for 3 (three) dimentions room. Moreover not few the
software to 2 (two) dimentions room only.
Penggunaan WinGeom
sangat sederhana, karena tersedianya fitur-fitur yang langsung
dapat digunakan untuk
menggambarkan bangun dimensi
tiga yang diinginkan. Gambar
dapat disorot, diputar
sehingga dapat dilihat
dari berbagai sudut dan
dianimasi dalam berbagai
cara. Bangun ruang
yang digambar dapat terlihat
rusuk maupun sisi
belakang dari bangun
tersebut. Pengguna dapat mengkonstruksi bangun ruang tersebut dengan
membuat garis yang menghubungkan titik-titik
dalam bangun ruang
dimensi tiga. Pengguna dapat pula
menentukan panjang garis
yang dikonstruksi pada
bangun ruang dan dapat menentukan
besar sudut pada bangun ruang tersebut. Gambar dapat disalin (copy) ke clipboard
sehingga bisa disajikan dalam window lain seperti Microsoft Word.
The using of WinGeom
is most simple, because the availabilities of fitures in directly can be used
to draw the 3 (three) dimentions room is wanted. The picture can be zoomed,
rotated so can be saw from any angles and anymmated in any methods. The
dimention room is drew can be saw the flank or behind side from that dimention
room. The user can to construct the dimention room with making the line to
contact the points in 3 (three) dimentions room. So the user can to indicate
the long of line is constructed in dimention room and can to indicate the size
of angle in that dimention room. The picture can be copied to clipboard so it
can be presented in other window as Microsoft Word.
h. Pembelajaran Matematika
Berbantuan WinGeom (The Mathematic Learning Processing with Using
WinGeom).
Dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, ditinjau dari fasilitas yang ada,
terdapat dua pendekatan
yang dapat dilakukan,
yaitu pendekatan kelas dan pendekatan
laboratorium. Pendekatan kelas
digunakan jika tidak
cukup tersedianya komputer bagi
siswa. Pendekatan ini
cukup memerlukan satu komputer
dengan dukungan viewer
(proyektor untuk komputer).
Guru dapat membuat presentasi materi
pembelajaran yang menarik dan
menantang, yang memperhatikan aspek
visual, animasi yang
menarik, dan pertanyaan-pertanyaan bagi
siswa yang mendukung
pemahaman konsep. Siswa-siswa diberikan kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
unik dan berbeda yang
berkaitan dengan materi
yang dibahas. Sehingga
muncul ide-ide baru dalam pikiran mereka dalam proses pembelajaran.
Jika tersedia fasilitas
komputer yang mencukupi
(idealnya satu komputer untuk
satu siswa), maka
dapat dilakukan pendekatan
laboratorium.
In the action of the
learning processing activity, its observed the facility there is, there are 2
(two) approaches can be did, those are the class room approach and the
laboratory approach. The class room approach is used if the computer not enough
availaibility for the student. This approach enough need one computer with
supported by viewer (the projector for computer). The teacher can to make the
presentation of learning material with interesting and challenge, it look at
the visual aspect, the animation in interesting, and the questions for the
students to support the concept understanding. The students are gave the
opportunity to apply the questions in unique and difference have the contact
with the material is learning. So it appears the new ideas in their brains in
the learning process, if the computer facility with enough availaibility (its
ideal one computer for one student), so it can be did the laboratory approach.
Dalam pendekatan
ini guru menyusun
lembar kegiatan bagi
siswa. Lembar kegiatan siswa
berisi serangkaian tugas
atau kegiatan yang
harus dikerjakan siswa untuk
mengkonstruksikan
pengetahuan menuju suatu
konsep tertentu dan pertanyaan
sebagai latihan yang harus dikerjakan
siswa untuk memantapkan konsep
yang didapat. Dalam penelitian ini
pembelajaran matematika dilakukan
dengan memodifikasi kedua pendekatan pembelajaran tersebut.
Pendekatan laboratorium
dilakukan untuk pengenalan
pengoperasian program WinGeom, memahami konsep awal dari
materi dimensi tiga, membantu mengembangkan kemampuan komunikasi matematik
siswa, dan untuk memberikan kesempatan bagi
siswa melakukan eksplorasi
dalam mengembangkan proses
berpikir kreatif matematik siswa.
Pendekatan kelas dilakukan
untuk melatih kemampuan komunikasi
mereka secara manual
dan melatih kemampuan berpikir kreatif matematik siswa
dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan materi dimensi tiga.
In this approach the
teacher composes the activity sheet for the student. The Student Activity Sheet
consist of task package or the activity must be did by the student to construct
the knowledge has the aim to the concept and the asking as the exercise must be
did by the student to fix the concept is accepted. In this research the
mathematic learning processing is did with modify 2 (two) of those learning
approach. The laboratory approach is did toin introduce how to operate the
WinGeom program, to understand the beginning concept of 3 (three) dimentions
material, to help to develop the mathematic communication capability of
student, and to give the opportunity for the student to do the exploration in
developing the mathematic creative thinking process of the student. The class
approach is did to train their communication capability in manual and training
the mathematic creative thinking capability of the student in solvig the
problem has the contact with the three dimentions material.
Proses berpikir
kreatif matematik siswa
dapat dikembangkan dengan memberikan sebuah
masalah yang berkaitan
dengan materi dimensi
tiga seperti menentukan jarak
dalam bangun ruang.
Siswa mencari langkah-langkah penyelesaian masalah tersebut dengan mengamati dan
mengeksplorasi gambar yang mereka buat dengan bantuan WinGeom. Hal ini
memungkinkan siswa untuk
mencoba berbagai cara
dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Penggunaan lembar kegiatan siswa dapat disesuaikan dengan
masing-masing pendekatan pembelajaran. Lembar
kerja siswa pada pendekatan kelas berisi
pertanyaan atau latihan yang
diselesaikan secara manual dengan kertas dan pensil.
The mathematic
creative thinking process of the student can be developed with giving the case
has the contact with three dimentions material as to indicate the distance in
room dimention. The student looking for the steps of solving the problem with
observate ad explorate the picture is made by them with using WinGeom. This
reality may be the student to try any methods in solving the problem. The using
of The Student Working Sheet can be accorded on each the learning processing
approach. The Student Working Sheet in the class room approach has the content
of the question or exercise are solved with manual with paper and pencil.
i. Dimensi Tiga (Three Dimentions).
Menurut NCTM (1989: 157) pada kelas 9 – 12, kurikulum
matematika harus memasukkan belajar
berkelanjutan tentang geometri
dimensi dua dan dimensi
tiga sehingga setiap
siswa dapat (1) menginterpretasikan dan menggambarkan objek-objek dimensi tiga;
(2) merepresentasikan situasi
dari suatu masalah dengan
menggunakan model geometri
dan menerapkan sifat-sifat
dari bangun-bangun tersebut;
(3) mengklasifikasikan bangun-bangun tersebut dalam
syarat-syarat kekongruenan dan
kesamaan dan menerapkan hubungan-hubungannya; dan
(4) menyimpulkan sifat-sifat,
dan hubungan-hubungan antara
bangun-bangun dari asumsi-asumsi yang diberikan. Materi dimensi
tiga di SMA
pada kelas X,
membahas tentang kedudukan titik,
garis, dan bidang
dalam bangun ruang,
menentukan jarak pada bangun
ruang dan menentukan besar sudut pada bangun ruang.
Accorded on NCTM (1989: 157) in graduates of 9th – 12th, the mathematic curriculum must enter the
continiouity learning about the 2 (two) dimentions geometry and 3 (three)
dimentions geometry so every student can to (1) to interpretate and to draw the
three dimentions objects ; (2) to representate the situation of the problem
with using geometry model and implementating the adjectives of those rooms; (3)
to classify those room dimentionals in congruence requirements and equality and
the implementation of its relations; and (4) and making the conclusion of
adjectives, and relations among room dimentions from the assumptions are gave.
The three dimention material in Senior High School at graduate Xth, to
learn about the positions of point, line, and sector in the room dimention, to
indicate the distance in room dimentional and to indicate the size of angle in
room dimentional.
j. Sikap Siswa (The Student Conduct).
Menurut
Mcleod (Zan & Martino, 2007) definisi sederhana dari sikap digambarkan sebagai
derajat positif atau
negatif dari pengaruh
yang berhubungan dengan subjek
tertentu. Berdasarkan hal
tersebut maka sikap
terhadap matematika adalah
disposisi emosional positif
atau negatif terhadap matematika. Sedangkan Hart (Zan
& Martino, 2007) mengungkapkan definisi sikap multidimensi
yang dikenal dengan
tiga komponen dalam
sikap, yaitu respon emosional,
kepercayaan yang sesuai dengan subjek, dan
tingkah laku
yang berkaitan dengan subjek.
Accorded on Mcleod (Zan & Martino, 2007) the simple definition of the conduct is descripted as
the degrees of positive or negative from the influence has the contact with the
subject. Based on the reality was mentioned so the conduct to mathematic is
emotional disposition in positive or negative to mathematic. Otherhand Hart (Zan & Martino, 2007) appeared the definition of multidimentional conduct
is knew with 3 (three) components in conduct, those are the emotional respond,
the faith accorded on subject, and the attitude has the contact with subject.
Oleh karena
itu, sikap individual
terhadap matematika
dinyatakan dalam cara
yang lebih kompleks
dengan emosi yang berhubungan dengan
matematika yang memiliki
nilai positif atau
negatif, kepercayaan individu tentang matematika, dan
bagaimana tingkah laku mereka. Daskalogianni
dan Simpson (Zan
& Martino, 2007) mengemukakan definisi bidimensi, sikap siswa terhadap matematika
dilihat sebagai emosi dan kepercayaan
yang berhubungan dengan
matematika. Menurut Mayes
(Pierce, Stacey, dan Barkatsas, 2007) menyatakan bahwa sikap dapat dipengaruhi
oleh pengalaman terbaru, serangkaian
pengalaman yang mengembangkan
sikap positif atau negatif
yang dapat memperbesar
perkembangan sikap yang persisten dan
bahkan kepercayaan yang
dipegang secara mendalam
dan kuat mempengaruhi tingkah
laku di masa
depan. Sikap umumnya
dibedakan dari kepercayaan,
karena sikap lebih moderat dalam durasi, intensitas, dan stabilitas
serta memiliki materi
emosional. Sedangkan kepercayaan
lebih stabil dan tidak mudah berubah.
Because of that, the
individual conduct to the mathematic is mentioned with more complex with the
emotion has the contact with the mathematic has the positive value and the
negative value, the individual faith about mathematic, and how their attitude. Daskalogianni and Simpson
(Zan & Martino,
2007)
appeared the bidimention definition, the student conduct to mathematic is saw
as the emotion and the faith have the contact with mathematic. Accorded on Mayes (Pierce, Stacey, dan
Barkatsas, 2007) said that the conduct can be influenced by the newly experience, the any
experiences develop the positive conduct and the negative conduct can to make
bigger the conduct development with persistent conduct and moreover the faith
is held in deeply and strong influence the attitude at next future. Its general
conduct is differenced from the faith, because the conduct in more moderate in
duration, intensity, and stability and has the emotional material. Otherhand
the faith in more stabil and not easy changing.
Pengertian tersebut
menjelaskan bahwa sikap
seseorang terhadap sesuatu yang
melibatkan persepsi atau
pandangan dan emosi
orang tersebut. Sikap seseorang
dapat berubah setelah
dia mendapat pengalaman
baru. Oleh karena itu,
sikap siswa terhadap
matematika dan pembelajaran
matematika berbantuan WinGeom merupakan
sikap yang menunjukan
rasa sukanya terhadap matematika
dan pembelajaran matematika,
kesungguhannya dalam
pembelajaran matematika, dan
apresiasinya terhadap soal-soal
kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematik siswa.
The meaning explains
that the someone’s conduct to something has the contact the perception or
the vision and the emotion of that
people. Someone’s conduct can be influenced after he accepted new experience.
Because that, the student to the mathematic and the mathematic learning
processing using WinGeom as the conduct his like sense to the
mathematic and the mathematic learning processing, his seriously in the
mathematic learning, and his appretiation to the questions of creative thinking
capability and the student mathematic communication.
k. Penelitian yang Relevan (The Relevant Research).
Jiang (1993) dalam
jurnalnya menyatakan penggunaan dynamic geometry software dapat
menstimulasi siswa dalam
menyelesaikan masalah dan menyediakan cara
mudah dan meyakinkan
untuk menguji atau membuktikan jawaban.
Sebuah penelitian tindakan
kelas dilakukan oleh Harmiati
dan Rahayu (2008)
di Yogyakarta untuk
mengetahui pengaruh
pembelajaran berbantuan komputer
terhadap motivasi anak
dan pemahaman keruangan dengan
menggunakan software WinGeom
yang hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan berbantuan komputer lebih memotivasi anak dan meningkatkan
pemahaman keruangan siswa.
Penggunaan WinGeom dalam
penelitian-penelitian
tersebut karena software ini
memungkinkan visualisasi sederhana
dari konsep geometri
yang rumit dan membantu
siswa memahami konsep
tersebut. Siswa dapat mengekplorasi gambar
yang mereka buat
dengan bantuan WinGeom dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan dimensi tiga. Oleh
karena itu, terdapat dugaan bahwa
pemanfaatan WinGeom
dalam pembelajaran
matematika dapat membantu
meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif dan komunikasi matematik
siswa.
Jiang (1993) in his journal says using the dynamic
geometry software can stimulate the student in solving the problem and
preparing the easy method and be faith to test or to realitate the answer. A
research of class room action is did by Harmiati and Rahayu
(2008) in Yogyakarta
to
know the learning processing influence with using the computer to motivate the children and
the room dimentional understanding with using software WinGeom with the research result indicates that the learning
processing with using computer be more motivate the children and to increase
the student room dimension understanding. The using of WinGeom in those researches because this software
may the simple visualization of the difficult geometry concept and to help the
student to understand that concept. The student can to explorate the picture is
made by them with using WinGeom in solving the problem has the contact with 3
(three) dimentions. Because of that, there is the assumption that the using of
WinGeom in the mathematic learning processing can to help to increase the
creative thinking capability and the student mathematic communication.
1. Hipotesis
Penelitian (The Research Hypothesis).
Berdasarkan rumusan masalah yang
telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Based on the formulation making processing of the
problem was appeared at before, so the hyphotesis in this research is :
1. Ada perbedaan yang signifikan pada
peningkatan pemahaman konsep antara kelas yang diterapkan kombinasi metode
inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in
increasing the concept understanding between the class is implemented the
inquiry method combination and flashback learning processing with the class
room is implemented the inquiry method).
Ho : µ1
= µ2
H1 : µ1
≠ µ2
Dengan (with) :
Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan pemahaman
konsep antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran
timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is not the significant different in the concept understanding
increasing between the class room is implemented the inquiry method combination
and the flash back learning processing with the class is implemented the
inquiry method).
H1: Ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan pemahaman
konsep antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran
timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in the concept understanding
increasing among the class room is implemented the inquiry method combination
and the flash back learning processing with the class room is implemented the
inquiry method).
2. Ada perbedaan yang signifikan pada
peningkatan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang diterapkan kombinasi
metode inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode
inkuiri (there is the
significant different in the critic thinking capability increasing among the
class room is implemented the inquiry method combination and the flash back
with the class room is implemented the inquiry method).
Ho : µ1
= µ2
H1 : µ1
≠ µ2
dengan (with) :
Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan
berpikir kritis antara kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan
pengajaran timbal balik dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is not the significant different in
critic thinking capability increasing among the class room is implemented the
inquiry method combination and flash back with the class room is implemented
the inquiry method).
H1: Ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis antara
kelas yang diterapkan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran timbal balik
dengan kelas yang diterapkan metode inkuiri (there is the significant different in the
critic thinking capability increasing among the class room is implemented the
inquiry method combination and the flash back learning processing with the
class room is implemented the inquiry method).
3. Disain Penelitian (The Design of
Research).
Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang penerapan kombinasi metode
inkuiri dan pengajaran
timbal balik dibandingkan dengan metode inkuiri terhadap pemahaman
konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep dinamika partikel. Ini
berarti terdapat dua kelas yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil dari kelompok kontrol ini akan menjadi
pembanding bagi kelompok eksperimen untuk mengetahui apakah hasil penerapan
pembelajaran di kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Kelas yang
mendapat perlakuan melalui penerapan kombinasi metode inkuiri dan pengajaran
timbal balik adalah kelompok eksperimen sedangkan kelas yang mendapat perlakuan
melalui penerapan metode inkuiri adalah kelompok kontrol. Berdasarkan uraian di
atas, metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi
eksperimen.
This research
has the achievement to catch the description about the implementation of
inquiry method combination and the flash back learning processing is compared
with the inquiry method to the concept understanding and the critic thinking
capability of student in the particle dynamic concept. This is meaning there
are 2 (two) classes are devided be 2 (two) groups, those are control group and
experiment group. The result of this control group will be the comparasion to
the expriment group to know what is the result of the learning processing
implementation in the expriment class be better than the control class. The
class accept the conduct through the implementation of the inquiry method
combination and the flash back learning processing is the expriment group
otherhand the class accept the conduct through the inquiry method implementation
is the control group. Based on the interpretation was mentioned above, the
research method is used in this research is the experiment quation method.
Untuk melihat perbedaan yang signifikan mengenai
pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa pada kedua kelas tersebut
maka dilakukan pre-test dan post-test. Pre-test diberikan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua
kelompok sebelum diberi perlakuan sedangkan post-test
diberikan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan kombinasi metode
inkuiri dan pengajaran timbal balik terhadap pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir kritis siswa, mengetahui sejauh mana pengaruh metode inkuri terhadap
pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa dan melihat perbedaan yang signifikan
mengenai pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis antara kelompok yang
diberi penerapan kombinasi inkuiri dan pengajaran timbal balik dengan penerapan
metode inkuiri.
To look at the
significant different about the concept understanding and the critic thinking
capability of student in 2 (two) of classes so it is did pre-test and
post-test. Pre-test is gave to look at the equality of beginning capability of
2 (two) groups before gave the conduct otherhand post-test is gave to know how
far the infleunce of implementation of inquiry method combination and the flash
back learning processing to the concept understanding and the critic thinking
capability of student, to know how far the infleunce of inquiry method to the
concept understanding and the critic thinking of student and look at the
difference in significant about the concept understanding and the critic
thinking capability among the goups are gave the inquiry combination
implementation and the flash back learning processig with the inquiry method
implementation.
Desain
penelitian yang digunakan adalah nonequivalent
(pretest and posttest) control
group design. Tes
awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) dilakukan dengan menggunakan
perangkat yang sama. Desain penelitian secara umum dapat dilihat pada Tabel 5.
The research
design is used is nonequivalent (pretest and posttest) control group design. Pre-test) and post-test is did with using same ware. The research design in
generally can be saw in Table 5.
O X1 O
O X2O
|
Tabel 5
(Table 5). Non
equivalent (pretest and posttest) control group
design
Eksperimen (expriment) :
Kontrol (control) :
(Sumber:
Creswell, 1994: 133), (Source : Creswell,
1994: 133)
Keterangan
(explaination) :
O : instrumen pre-test dan post-test
(the instrument
of pre-test and post-test)
X1 :
perlakuan
untuk kelas eksperimen (the action for
the experiment class)
X2 : perlakuan
untuk kelas kontrol (the action for
the control class)
1. Populasi
dan Sampel Penelitian (The Population and The Sample of Research).
1. Populasi
(The Population).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas X di salah satu SMA di
Kota Panyabungan.
The population in this research is all student of
graduate Xth in one of Senior High School in Panyabungan.
2. Sampel
Penelitian (The Sample of Research).
Sampel penelitian yang diambil dalam
penelitian ini adalah kelas X1 dan X2 di salah satu SMA yang ada di Kota Panyabungan. Kelas yang akan digunakan dalam
penelitian diambil secara cluster random
sampling.
The research sample is gave in this research is all
graduate X1th and X2th in a Senior
High School there is in City Panyabungan. The class is used in the research is
took with cluster random sampling method.
3. Lokasi
dan Waktu Penelitian (The Location and Time Schedule of Research).
Penelitian ini akan dilaksanakan di
salah satu SMA yang ada di Kota
Panyabungan pada
semester satu Tahun Ajaran 2011/2012.
This research will be done in a Senior High School
there is in City Panyabungan at half year for Learning Year 2011/2012.
4. Instrumen
Penelitian dan Pengembangannya (The Research Instrument and Its Development
Processing).
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah instrumen tes. Instrumen tes berbentuk pilihan ganda
untuk mengukur pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada konsep dinamika
partikel.
The instrument is used in this research is the test
instrument. The test instrument in multiple choice shape to measure the concept
understanding and the student critic thinking in the particle dynamic concept.
1. Validitas
instrumen (The Validity of Instrument).
Valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono, 2008: 121). Sebuah tes dikatakan valid apabila tes
tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Anderson dalam Arikunto, 2009: 65; Ruseffendi,
2006: 125). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan
kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan
keriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik
korelasi product moment dengan angka
kasar yang dikemukakan oleh Pearson (Arikunto, 2009: 69), yaitu:
The valid has the meaning that instrument can be used
to measure what is must be measured (Sugiyono, 2008: 121). The test is mentioned be valid if that test measuring
what will be measured (Anderson in Arikunto, 2009: 65; Ruseffendi,
2006: 125). The test is
mentioned has the validity if its result accorded on the criterium, in the
meaning has the parallel among the test result with the criterium. The technic
is used to know the parallel is the correlation technic of product moment with
crude numeral was appeared by Pearson (Arikunto, 2009: 69), is :
(Arikunto, 2009:
72)
Keterangan
(explainationsi):
rxy : validitas butir soal
(the validity of question item)
N : jumlah peserta tes
(the quantity of test follower)
X : nilai butir soal
(the value of question item)
Y : nilai soal (the value of question)
Interpretasi mengenai besarnya koefisien
korelasi menurut Arikunto (2009: 75) adalah seperti Tabel 6.
The
interpretation about its size of correlation coefficient accorded on Arikunto
(2009: 75) is as Table 6.
Tabel 6. Interpretasi koefisien korelasi
validitas
Table
6. The interpretation of correlation doefficcient of validity
Koefisien Korelasi
Correlation Coefficient
|
Interpretasi
Interpretation
|
0,8 <rxy ≤ 1,00
|
sangat tinggi
highest
|
0,6 <rxy ≤ 0,80
|
tinggi
high
|
0,4 <rxy ≤ 0,60
|
Cukup
enough
|
0,2 < rxy ≤ 0,40
|
Rendah
low
|
0,0 ≤ rxy ≤ 0,20
|
sangat rendah
lowest
|
2. Reliabilitas
Instrumen (The Instrument Reliability).
Instrumen yang reliabel adalah
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan
menghasilkan data yang sama. Hasil penelitian yang reliabel terjadi jika
terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2008: 121). Suatu
tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut
dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2009: 86). Jadi, reliabilitas
harus mampu menghasilkan informasi yang sebenarnya. Untuk mengukur reliabilitas
digunakan rumus (Arikunto, 2009: 100-101) :
The reliable instrument is the instrument if its used
any times to measure the same object will result the same data. The reliable
research result be happen if there is the equality of data in the different
time (Sugiyono, 2008: 121). The test can be mentioned has the high faith reliability if the test
giving the permanent result (Arikunto, 2009: 86). So, the reliability must has the capability to result
the true information. To measure the realibity is used the formula (Arikunto,
2009: 100-101) :
Keterangan (explaination) :
r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan
(the reliability of test in
overall)
p
: proporsi subjek yang menjawab item
dengan benar (the subject
proportion answer the item with true)
q :
proporsi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1 – p), the subject
proportion answer with wrong (q=1 – p)
∑pq :
jumlah hasil perkalian antara p dan q, the quantity of the multiplying
result between p and q
N :
banyaknya item, the quantity
of items
S :
standar deviasi dari tes, the deviation
standard of test
i. Tingkat
Kesukaran (The Graduate of Test).
Soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak
merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang
terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat
untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Arikunto, 2009: 207). Rumus
yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal adalah (Arikunto, 2009:
208) :
The well question is the not enough easy question or
the not enough difficult. The easy question don’t stimulate the student to make
be high of his effort to solve it. On the contrary the difficult question will
cause the student lose his soul and has not the spirit to try again because in
out of his reach out (Arikunto,
2009: 207). The formula is used to account the graduate of
the question difficult is (Arikunto, 2009: 208) :
Keterangan
(the explaination) :
P : indeks kesukaran (the index of difficult)
B : banyaknya
siswa yang menjawab soal itu dengan betul (the quantity of
student answer that
question with true)
JS : jumlah seluruh siswa peserta tes (the quantity of all students of
follower of test)
Menurut
ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan seperti
yang terlihat pada Tabel 7.
Accorded on the
regulation is followed in always, the index of difficult be classified in often
as saw in Table 7.
Tabel
7. Indeks tingkat kesukaran
Table
7. The Index of difficult graduate
Indeks Tingkat Kesukaran
Index of Difficult Graduate
|
Interpretasi
interpretation
|
0,00 ≤ P ≤ 0,30
|
sangat tinggi
highest
|
0,31 ≤ P≤ 0,70
|
tinggi
high
|
0,71 ≤ P≤ 1,00
|
sangat rendah
lowest
|
(Sumber: Arikunto, 2009 : 210), Source: Arikunto, 2009 : 210.
ii. Daya
Pembeda (The Different Power)
Daya pembeda soal adalah kemampuan
soal untuk membedakan siswa yang pandai (bekemampuan tinggi) dengan siswa yang
tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2009: 211). Seluruh peserta
kelompok tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pandai (upper group) dan kelompok bawah (lower group). Jika seluruh kelompok atas
dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah
menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00.
Sebaliknya, jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok
bawah menjawab betul, maka nilai D-nya adalah -1,00. Tetapi, jika siswa
kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama
menjawab salah, maka
soal tersebut mempunyai nilai D 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama
sekali. Rumus yang digunakan untuk mengukur daya pembeda adalah (Arikunto,
2009: 213-214) :
The different factor of question is the question capability to different
the clever student (high capability) with not clever student (low capability)
(Arikunto, 2009: 211).
All members of test group are grouped be 2 (two) groups, those are upper group
and lower group. If all members of upper group can to answer the question with
true, otherhand all lower group answer it with wrong, so that question has D
bigger, its 1.00. On the contrary, if all upper group answer with wrong, but
all lower group answer with true so its value D is -1.00. But, if the student
of upper group and student of lower group in same answer in true and in same
answer in wrong, so that question has value D 0.00 because has not the
difference factor in absolute. The formula is used to measure the different
factor is (Arikunto, 2009: 213-214) :
Keterangan (explaination) :
BA :
banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
(the
quantity of follower of upper group answer the question with true)
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang
menjawab soal dengan benar
(the
quantity of follower of lower group answer the question with true)
JA : banyaknya peserta kelompok atas
(the
quantity of members of upper group)
JB : banyaknya peserta kelompok bawah
(the
quantity of members of lower group)
(the
proportion of member of upper group answer with true)
(the
proportion of member of lower group answer with true)
D : daya pembeda (the different factor)
Butir-butir soal yang
baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7.
Tabel 8 memperlihatkan klasifikasi daya pembeda.
The question
items in well are the question items have the discrimination index 0.4 until
0.7. Table saw the different factor classification.
Tabel
8. Klasifikasi daya pembeda
Table
8. The difference factor classification
Daya Pembeda
Difference Factor
|
Interpretasi
interpretation
|
0,00 ≤ D ≤ 0,20
|
jelek
bad
|
0,20 < D ≤ 0,40
|
Cukup
enough
|
0,40 < D ≤ 0,70
|
Baik
well
|
0,70 < D ≤ 1,00
|
baik sekali
better
|
D < 0 (negatif,
negative)
|
tidak baik
worst
|
(Sumber: Arikunto, 2009: 218),
Source, Arikunto, 2009: 218
i. Lembar
Observasi (The Observation Sheet).
Observasi adalah metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku
dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Purwanto,
2009: 149). Lembar observasi diberikan kepada pengamat untuk memperoleh
gambaran secara langsung apakah metode pembelajaran telah dilakukan sesuai
dengan tahapan-tahapan yang seharusnya atau tidak.
The observation is the methods to analysis and doing
the writing in systematic about the attitude with look at or observate the
individual or the group in directly (Purwanto, 2009: 149). The observation sheet is gave to observer to catch
the description in directly what is the learning processing method was done
accorded on the steps of regulation or not.
ii. Prosedur
Penelitian (The Research Procedure).
Secara garis besar tahapan-tahapan
yang akan peniliti lakukan adalah sebagai berikut :
In big line the steps shall be did by the researcher
is as under :
1. Tahap
Perencanaan (The Planning Step).
Pada tahap
ini peneliti melakukan studi literatur untuk menemukan
permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di pada pembelajaran fisika,
khususnya pada topik dinamika partikel. Kemudian, peneliti akan merencanakan
langkah-langkah yang akan diambil, diantaranya penyiapan instrument, serta alat
ukur yang akan digunakan untuk menentukan keberhasilan dalam penelitian.
In this step
the researcher doing the literacy study to find the problems often happen in
the physic learning processing, especially in topic of particle dynamic. Then,
the rearcher will plan the steps shall be took, include the preparation of
instrument, and the measurement equipment will be used to indicate the
successful in the research processing.
2. Tahap
Pelaksanaan (The Action Step).
Tahap pelaksanaan
adalah tahap dimana proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap pelaksanaan,
peneliti akan memilih secara acak kelas yang akan digunakan sebagai kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Langkah selanjutnya, peneliti akan memberikan pre-test kepada kedua kelas, kemudian
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk
masing-masing kelas dan terakhir adalah pemberian post-test kepada kedua kelas.
The action
step is the step where th learning process is existing. In the action step, the
researcher will choice in random the class will be used as the control class
and as the experiment class. Next step, the researcher will give the pre-test
to 2 (two) of classes, then doing the learning processing accorded
on the learning planning for each class and the finally is giving the post-test
to 2 (two) classes.
3.
Tahap Akhir (The Final Step).
Pada tahap
akhir ini dilakukan pengambilan data untuk kemudian dianalisis. Analisis data
ini dilaksanakan untuk mengetahui pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa,
baik sebelum diberikan perlakuan atau pun
sesudah diberikan perlakuan. Setelah hasil analisis diperoleh kemudian dilakukan
penarikan kesimpulan berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan. Langkah-langkah dalam mewujudkan
pelaksanaan penelitian ditunjukkan oleh alur penelitian.
In this final
step is doing the taking of data to then be analysised. This data analysis is
doing to know the concept and the critic thinking of student, at before gave
the action or after gave the action. After the analysis result was caught then
did the conclusion making processing based on the achievement and the research
hypothesis was applied. The steps in
realitating the research action is indicated by the research flow.
1. Teknik
Analisis Data (The Data Analysis Technic).
Ada dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian
ini, yaitu data kualitatif dan kuantatif. Data kualitatif adalah data hasil
observasi. Data kuantitatif adalah hasil tes pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir siswa pada konsep dinamika partikel.
There are 2
(two) kinds of datas are made the analysis in this research, those are the
qualitative data and the quantitative data. The qualitative data is the
observation result data. The quantitative data is the test result of concept
and the thinking capability of student in the particle dynamic concept.
Tahap-tahap
analisis data yang akan dilakukan pada penelitian
ini adalah
sebagai berikut :
The steps of data analysis will be done in
this research is as under :
1. Menghitung Statistik Deskriptif (To account The Descriptive Statistic).
Statistik deskriptif digunakan untuk menghitung skor pre-test, dan post-test yang meliputi skor terendah, skor tertinggi, rerata, dan simpangan baku.
The descriptive statistic is used to account the score
of pre-test and post-test include low score, higher score, average, and branch.
a.
Rumus menghitung rerata skor hasil
tes (the formula to account the average of test result score)
(Ruseffendi, 1993: 103) :
….(25)
b. Rumus menghitung simpangan baku skor hasil tes (the formula to account the branch of test result score) (Ruseffendi, 1993: 164) :
b. Rumus menghitung simpangan baku skor hasil tes (the formula to account the branch of test result score) (Ruseffendi, 1993: 164) :
Gambar 8. Alur Penelitian
Kesimpulan dan Pembuatan Laporan
1. Teknik
Analisis Data (The Data Analysis Technic).
Ada dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian
ini, yaitu data kualitatif dan kuantatif. Data kualitatif adalah data hasil
observasi. Data kuantitatif adalah hasil tes pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir siswa pada konsep dinamika partikel.
There are 2
(two) kinds of datas are made the analysis in this research, those are the
qualitative data and the quantitative data. The qualitative data is the
observation result data. The quantitative data is the test result of concept
and the thinking capability of student in the particle dynamic concept.
Tahap-tahap
analisis data yang akan dilakukan pada penelitian
ini adalah
sebagai berikut :
The steps of data analysis will be done in
this research is as under :
1. Menghitung Statistik Deskriptif (To account The Descriptive Statistic).
Statistik deskriptif digunakan untuk menghitung skor pre-test, dan post-test yang meliputi skor terendah, skor tertinggi, rerata, dan simpangan baku.
The descriptive statistic is used to account the score
of pre-test and post-test include low score, higher score, average, and branch.
a.
Rumus menghitung rerata skor hasil
tes (the formula to account the average of test result score)
(Ruseffendi, 1993: 103) :
….(25)
b.
Rumus menghitung simpangan baku skor
hasil tes (the formula to account the branch of test
result score) (Ruseffendi, 1993: 164) :
2. Gain Dinormalisasi (Dinormalization Gain).
Untuk melihat besarnya peningkatan pemahaman konsep dan
kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran
dihitung dengan menggunakan rumus gain
ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake (Meltzer, 2002: 1260), yaitu :
To look at the size of concept understanding
increasing and the critic thinking capability of student before and after the
learning processing is accounted with using the normalitated gain is developed
by Hake (Meltzer,
2002: 1260), is :
Gain ternormalisasi (g)
dengan kriteria indeks gain (with the
criteria of gain index) :
3.
Uji Normalitas (The Normality Test).
Uji
normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah skor N-Gain yang diuji normal atau
tidak. Tes statistik yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat, yaitu (Ruseffendi, 1993: 372):
The normality test has the achievemnt to know what is the score of
N-Gain is tested in normal or not normal. The statistic test is used is
Chi-Decree, is (Ruseffendi, 1993: 372):
and
Keterangan (the explaination) :
dk:
derajat kebebasan, the freedom graduate (dk = k – 3)
Hasil dari
The result of
4. Uji Homogenitas (The Homogenity
Testing).
Uji homogenitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki
varians homogen. Rumusan hipotesisnya adalah :
The homogeneity testing has the achievement to know what is the data is
caught beginning the population has the homogence variant. Its hypothesis
formula is :
Ho:
H1:
Keterangan (explaination) :
(the
variant of experiment class data)
(the
variant of control class data)
Tes
statistik yang digunakan adalah uji-F (Ruseffendi, 1993: 374), yaitu :
The statistic test is used is F-test (Ruseffendi, 1993: 374), is
:
and
Keterangan (the explaination) :
the freedom degree of numeral(
The freedom degree of mentioned (devider)
n : jumlah
siswa (the quantity
of student)
Kriteria pengujiannya adalah pada
taraf signifikansi sebesar 5%. Terima Ho jika Ftabel>Fhitung
dan tolak Ho jika sebaliknya.
The criteria
of its testing is in significancy level about 5%. Accepting Ho if Ftable >
Faccounting and deny Ho if on the contrary.
Tabel 9. Kriteria indeks gain dinormalisasi
Table 9. The Criteria of
normalitated gain index
|
To compose The Concept Understanding Instrument and Critic Thinkin
Capability for Control Class
|
Litteracy Study
|
The Conclusion and The Report Making Processing
|
Post Test
|
The Action of Learning Processing
|
Pretest
|
Making the research problem
|
Making the hypothesis
Formula
|
To compose The Concept Understanding Instrument and Critic Thinkin
Capability for
|
Do The Instrument Training for Expriment Class
|
Do The Instrument Revision for Expriment Class
|
Do The Instrument Training for Control Class
|
Do The Instrument Revision for Control Class
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar